Munas NU 2025: Jadi Tentara Bayaran dan Terlibat Perang Fisik dalam Konflik Negara Lain Hukumnya Haram
Sabtu, 8 Februari 2025 | 07:00 WIB
Jakarta, NU Online
Bahtsul Masail Waqi’iyah Munas Alim Ulama dan Konbes Nahdlatul Ulama 2025 memutuskan bahwa profesi atau pekerjaan tentara bayaran yang melibatkan diri secara fisik dalam konflik negara lain hukumnya haram. Selain itu, melibatkan diri dalam konflik negara lain dalam arti terlibat peperangan fisik juga haram karena hanya akan memperbesar fitnah.
“Profesi orang menjadi tentara bagi masyarakat sipil untuk berperang tergantung kepada yang bayar bukan membela yang benar, maka hukum menjadi profesi tentara bayaran adalah haram,” ujar Ketua Sidang Komisi Bahtsul Masail Waqi’iyah KH Muhammad Cholil Nafis pada Sidang Pleno Munas Alim Ulama NU di Hotel Sultan, Jakarta Pusat pada Kamis (6/2/2025).
Kiai Cholil Nafis mengatakan, berangkatnya seseorang atau kelompok orang ke wilayah konflik adalah melanggar aturan dan belum tentu mereka menyelesaikan masalah.
"Bahkan mungkin dirinya hanya mati konyol, balik ke negaranya bisa menjadi kombatan dan seterusnya. Itu berkenaan dengan pelibatan diri dalam konflik negara lain," kata dia.
Ia menjelaskan tentara bayaran berdasarkan Protokol Tambahan Konvensi Jenewa tahun 1977 merupakan individu yang direkrut untuk bertempur dengan motivasi keuntungan pribadi dan bukan bagian dari angkatan bersenjata pihak yang bertikai.
Mereka harus memenuhi enam kriteria khusus, termasuk bukan warga negara pihak yang bertikai. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah mengeluarkan resolusi yang melarang perekrutan dan penggunaan tentara bayaran.
”Dari definisi ini jelas bahwa pekerjaan tentara bayaran termasuk maksiat, memiliki risiko kehilangan nyawa, dan telah melanggar undang-undang negara dan hukum internasional, bahkan memiliki tujuan yang tidak jelas dan sekadar berorientasi materi,” katanya.
Kiai Cholil mengatakan bahwa aksi teror tentara kepada penduduk yang berada di wilayah konflik seperti melakukan pemerkosaan, penembakan membabi buta ke arah pemukiman penduduk, dan menjadikan anak-anak sebagai perisai hukumnya haram.
“Tindakan kriminal itu telah melanggar aturan dan etika peperangan menurut agama dan hukum internasional,” ujar Rais Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu.
Kiai Cholil Nafis mengatakan bahwa agama Islam memiliki aturan dan etika peperangan yang berkomitmen dalam perdamaian, perlakuan terhadap tentara, tawanan, mayat korban perang, anak-anak, kaum wanita, orang tua, bahkan terhadap rumah ibadah, tokoh agama, pepohonan, dan lain sebagainya.