Nyai Sinta Nuriyah Sampaikan Tingginya Angka Sunat Perempuan di Indonesia
Jumat, 27 Desember 2024 | 10:30 WIB
Nyai Sinta Nuriyah dalam Seminar Nasional tentang Pencegahan P2GP)/Sunat Perempuan dan Perkawinan Anak di Hotel Grand Kemang Jakarta, pada Jumat (27/12/2024).
Jakarta, NU Online
Yayasan Puan Amal Hayati bersama Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menggelar Seminar Nasional bertema Memperkuat Otoritas Negara dalam Pencegahan Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak yaitu Pencegahan Pemotongan dan Perlukaan Genitalia Perempuan (P2GP)/Sunat Perempuan dan Perkawinan Anak di Hotel Grand Kemang Jakarta, Jalan Kemang Raya, Jakarta Selatan, pada Jumat (27/12/2024).
Pimpinan Yayasan Puan Amal Hayati Nyai Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid menyampaikan betapa tingginya angka khitan atau sunat perempuan di Indonesia.
Ia memaparkan bahwa 45,8 persen sunat perempuan dilakukan oleh bidan, perawat, dan paramedis. Sementara 27,7 persen dilakukan oleh dukun bayi.
“Dari hasil survei itu, kami mendapatkan gambaran bahwa khitan perempuan banyak dilakukan oleh bidan, perawat dan paramedis sebanyak 45,8 persen dan oleh dukun bayi sebanyak 27,7 persen,” ujar Nyai Sinta.
Ia mengatakan, Puan Amal Hayati bekerja sama dengan UNFPA (badan PBB untuk kesehatan seksual dan reproduksi serta hak asasi manusia) mengkaji kasus sunat perempuan secara mendalam yang bersumber dari Al-Qur'an dan hadits, pendapat para ulama, serta hasil penelitian yang dilakukan oleh para peneliti.
“Alhamdulillah, hasil kajian kritis yang kami lakukan ternyata dapat menggelitik pemerintah sehingga menurunkan Peraturan Pemerintah Nomor 28/2024 yang isinya adalah pelarangan untuk melakukan khitan perempuan,” ujarnya.
Istri KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) itu menegaskan bahwa sunat perempuan berbahaya bagi reproduksi perempuan.
“Mengingat bahayanya khitan perempuan, bagi anak-anak perempuan kita yang nantinya juga akan menjadi seorang ibu juga,” ujarnya.
“Namun perjuangan ini belum selesai, masih banyak hambatan-hambatan yang kita hadapi seperti penerimaan masyarakat di daerah dan pedesaan,” tambahnya.
Sebagai informasi, seminar nasional ini dihadiri oleh Menteri Agama KH Nasaruddin Umar, Wakil Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Wamen PPPA) Veronica Tan, Ketua PBNU KH Ulil Abshar Abdalla, Katib PBNU KH Abdul Moqsith Ghazali, dan Sekretaris Bidang Politik Kedutaan Besar Belanda Zilla Boyer.
Hadir juga Executive Director of Indonesia Nation Office at Amnesty Internasional Usman Hamid, Peneliti Lies Marcoes, Direktur Kesehatan Usia Produktif dan Lanjut Usia Kementerian Kesehatan (Kemenkes) R. Vensya Sitohang, dan Direktur Penerangan Agama Isalam (Penais) Kementerian Agama (Kemenag) Ahmad Zayadi.
Muslimat NU se-Jabodetabek, Fatayat NU se-Jabodetabek, LKKNU se-Jabodetabek, Lakpesdam PBNU se-Jabodetabek, PP IPPNU, para jaringan aktivis perempuan dan anak, serta tamu undangan lainnya juga hadir dalam seminar nasional ini.