Pakar Hukum Unnes Nilai Islah Jadi Jalan Terbaik Redakan Kisruh Elite PBNU
Sabtu, 29 November 2025 | 09:00 WIB
Pakar Hukum Sengketa dan Perundang-undangan Universitas Negeri Semarang (Unnes) R. Benny Riyanto. (Foto: NU Online/Suwitno)
Jakarta, NU Online
Pakar Hukum Sengketa dan Perundang-undangan Universitas Negeri Semarang (Unnes) R. Benny Riyanto menilai bahwa usulan islah di tengah dinamika elite Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) merupakan pilihan yang rasional dan bijak.
“Saya singgung juga bahwa mengelola organisasi harus dengan arif dan bijaksana. Anggota organisasi kita itu mulai dari kiai sepuh sampai generasi muda yang penuh potensi. Jangan bermain pecat-memecat,” ujarnya dalam Forum Kramat bertema Bedah Aturan PBNU: Memahami Aturan Organisasi dengan Benar, yang digelar di Lobi Gedung PBNU, Jalan Kramat Raya 164, Jakarta Pusat, pada Jumat (28/11/2025).
Benny mengingatkan agar PBNU tidak mempertontonkan ego sektoral. Menurutnya, organisasi harus dijaga agar keutuhan tetap terpelihara.
“Saya ingin mengingatkan bahwa organisasi kita ini bukan sekadar organisasi modern atau multinasional. Keanggotaannya tidak hanya nasional, tetapi juga ada di luar negeri. Bahkan organisasi kita ini merupakan penjaga NKRI hingga meraih kemerdekaan,” tegasnya.
Terkait aspek hukum yang mungkin dibawa ke pengadilan, ia menegaskan pentingnya pembuktian yang jelas sebelum sidang pemeriksaan dimulai. Pengadilan pun, lanjutnya, biasanya memulai proses dengan meminta para pihak untuk berdamai.
Lebih jauh, ia menekankan perlunya kedewasaan dalam mengelola organisasi, khususnya terkait peran masing-masing unsur kepengurusan PBNU yang terdiri dari Mustasyar, Syuriyah, dan Tanfidziyah. Konflik antara Syuriyah dan Tanfidziyah, katanya, seharusnya tidak melebar karena tugas dan kewenangan masing-masing telah diatur jelas dalam AD/ART.
Terkait isu suksesi dan kemungkinan penyelenggaraan Musyawarah Luar Biasa (MLB), Benny menegaskan bahwa mekanisme pergantian kepemimpinan telah diatur secara rinci dalam AD/ART, baik untuk suksesi reguler lima tahunan maupun pergantian di tengah masa jabatan.
“Dalam Pasal 74 Anggaran Rumah Tangga sudah jelas bahwa MLB hanya dapat dilaksanakan apabila terdapat pelanggaran berat yang dilakukan Rais Aam atau Ketua Umum PBNU. Hanya itu dua argumentasinya,” tegasnya.
“Andai terjadi pelanggaran berat, kita adalah bangsa yang beradab dan memiliki nilai sejarah komunal yang kuat. Semuanya bisa diselesaikan tanpa harus melalui konfrontasi,” imbuhnya.
Sementara itu, Dosen Ilmu Politik UIN Walisongo Semarang KH Rofiq Mahfudz menegaskan bahwa organisasi sebesar NU harus diselamatkan. Menurutnya, jika perdebatan terus berlangsung selama bertahun-tahun, pihak eksternal yang tidak menyukai NU justru akan diuntungkan.
“Dan jangan dibiarkan opini semakin liar. Di media sosial itu sangat liar. Ini sebenarnya kasus apa—soal keuangan, tambang, atau kasus Maming?” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa warga NU tidak boleh dibiarkan menafsirkan situasi sesuai kepentingan masing-masing. Pengendalian keadaan, menurutnya, sudah diatur dalam struktur organisasi, di mana Rais Aam PBNU KH Miftachul Akhyar memiliki peran sebagai pengendali.
“Pengendali itu berarti penengah. Kalau ada konflik antara dua faksi, ya harus diselesaikan, ditengahi, diadem-ademi. Jangan larut dalam suasana panas seperti sekarang. Itu tidak diinginkan warga NU, tetapi justru diinginkan pihak eksternal yang punya kepentingan terhadap NU,” jelasnya.