Pakar Linguistik: Pesantren Mampu Rawat Bahasa Nusantara
Selasa, 28 Oktober 2025 | 20:30 WIB
Jakarta, NU Online
Di era globalisasi, eksistensi bahasa Indonesia dan bahasa daerah semakin terkikis oleh adanya tren penggunaan bahasa asing. Namun, Pakar Linguistik Makyun Subukin berpendapat bahwa pesantren yang menghargai multikulturalisme dinilainya mampu merawat bahasa daerah dan bahasa Indonesia.
"Cuma pesantren yang menghargai multikulturalisme yang bisa merawat bahasa daerah dan bahasa Indonesia sekaligus membelajarkan bahasa asing," ungkapnya kepada NU Online pada Selasa (28/10/2025).
Sebab menurutnya, cara menjunjung tinggi bahasa Indonesia dan bahasa daerah yang paling sederhana adalah dengan menggunakannya dan hal tersebut sesuai dengan sistem di pesantren yang menghargai multikultural.
Ia juga berpendapat bahwa pemerintah, khususnya Badan Bahasa sangat berperan penting sebagai perantara menjunjung bahasa. Makyun mengatakan, Badan Bahasa perlu mengampanyekan bahwa penggunaan bahasa Indonesia yang baik lebih keren daripada bahasa asing.
"Itu bisa dilakukan Badan Bahasa. Tetapi, itu juga nggak mudah. Selain harus ada kebijakan dan upaya yang serius, harus ada teladannya juga," lanjutnya.
Adapun faktor yang semakin mengancam eksistensi bahasa Indonesia sangat banyak. Namun, Dosen UIN Syarif Hidayatullah tersebut mengatakan bahwa sebab yang paling utama adalah paparan.
"Karena batas antarbudaya semakin kabur di masa sekarang, orang cenderung berperilaku mengglobal supaya bisa diterima. Kebetulan, bahasa Inggris ini statusnya bahasa internasional yang paling banyak digunakan sebagai penghubung antarbudaya," jelasnya.
Selain itu menurut Makyun, selama ini
bahasa Indonesia terlalu sering dikampanyekan dengan nuansa kebakuan yang menunjukkan ciri serius. Baginya, hal tersebut sangat berlawanan dengan budaya anak muda yang santai.
"Padahal, hidup kita ini lebih banyak santainya daripada seriusnya. Kebutuhan kita akan bahasa Indonesia baku juga jauh lebih sedikit daripada bahasa Indonesia harian," ujarnya.
Baca Juga
Mantra Berbahasa Lokal
Makyun lantas mengimbau agar pemerintah harus memastikan setiap ragam bahasa Indonesia hadir di tengah dan dicintai oleh masyarakat.
"Kecenderungan pemerintah kita itu memusuhi bahasa Indonesia harian. Makanya, siswa benci bahasa Indonesia," tegasnya.
Sementara itu, Budayawan Iip Dzulkifli Yahya berpendapat bahwa tidak ada masalah dengan eksistensi bahasa Indonesia sebab statusnya sebagai bahasa resmi negara.
"Karena dipergunakan sebagai bahasa resmi Negara. Jadi tidak Mungkin punah selama negara Indonesia ada. Apalagi sejak 20 November 2023 sudah ditetapkan sebagai salah satu bahasa resmi dalam Konferensi Umum UNESCO," ujarnya.
Terkait penggunaan bahasa Indonesia dan bahasa daerah di pesantren, ia mengatakan bahwa hal tersebut akan terus lestari selama di pesantren masih ada kajian kitab kuning.
Baca Juga
11 Bahasa Daerah di Indonesia Punah
"Di pesantren yang menggunakan kitab kuning penerjemahan kata per kata menggunakan bahasa daerah. Untuk menjelaskan isinya, ada kiai yang menggunakan bahasa daerah ada pula yang berbahasa Indonesia," terangnya.
Iip, sapaan akrabnya, mengatakan bahwa dalam seminggu atau sebulan sekali di pesantren ada program muhadlarah atau khitabah sebagai kesempatan bagi para santri untuk praktik berpidato dalam berbagai bahasa: bahasa daerah, Indonesia, Arab, dan Inggris.
Selain itu, kata Iip, sejumlah pesantren juga telah menerapkan sistem pembelajaran bahasa secara berjenjang.
“Para santri didorong untuk berlatih menggunakan bahasa daerah, Indonesia, Arab, hingga Inggris secara terus menerus,” jelasnya.
Pesantren pelopor penggunaan bahasa Indonesia sejak 1930-an
Iip lantas menceritakan bahwa sebelum bahasa Indonesia ditetapkan sebagai bahasa persatuan, pesantren sudah lebih dulu menjadi pelopornya.
“Kalau merujuk sejarah, penggunaan bahasa Indonesia di pesantren kemungkinan besar terimbas semangat Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Misalnya di Pesantren Sukmanah yang didirikan pada 1927 oleh KH Zainal Musthafa, mulai awal 1930-an sudah mewajibkan santrinya berbahasa Indonesia setiap hari Rabu,” tuturnya.
Lebih jauh, ia menjelaskan bahwa bahasa Indonesia bahkan sudah dikenal oleh para santri yang mukim di Hijaz.
"Bahasa Indonesia atau sebelumnya dikenal sebagai bahasa Melayu, sudah dikenal oleh para santri dan mukimin asal Indonesia di Hijaz, karena merupakan bahasa kedua setelah bahasa Arab," terangnya.
Iip juga menyampaikan penelitian Martin van Bruinessen yang mengatakan bahwa pada awal 1920-an bahasa Melayu bahkan ikut mempengaruhi bahasa Arab di Makkah. Misalnya kata sawa-sawa untuk menjawab ucapan terima kasih yang diambil dari bahasa Melayu, sama-sama.
Adapun terkait penggunaan bahasa daerah, Iip menyebut bahwa hal tersebut tercermin dalam kajian-kajian kitab kuning yang menerapkan sistem memaknai bahasa Arab dengan bahasa daerah menggunakan aksara pegon.
"Catatan sementara yang memulai tradisi tulis ini adalah Sunan Ampel di Jawa dan Syekh Quri di Sunda. Penerjemahan dengan cara ini, dengan penyebutan kedudukan setiap kata, sangat berguna bagi para santri untuk mempraktikkan kemahiran nahwu dan sharaf mereka," ujarnya.
Selain itu, penggunaan bahasa daerah dalam sistem maknai tersebut, kata Iip, sebagai proses mempribumikan santri agar terbiasa berbahasa daerah.
"Kegiatan maknani atau ngalogat ini juga melatih santri menggunakan bahasa daerah secara tepat sasaran. Mereka dilatih menggunakan pilihan kata yang tepat untuk orang tua dan sesama," lanjutnya.
Terkait alasan tidak menggunakan aksara lokal, Iip menyebut bahwa hal tersebut justru akan menimbulkan kesulitan secara teknis dan menimbulkan kerumitan baru.
Iip lantas menceritakan bahwa di masa lalu aksara lokal hanya dikuasai oleh kalangan elit, sementara aksara Arab relatif familiar di kalangan umat Islam secara luas di Pulau Jawa. Oleh karena itulah dipergunakanlah aksara pegon dalam bahasa daerah yang mengikuti pola penerjemahan dalam bahasa Melayu.
"Ini karena luasnya penggunaan Arab pegon ini di Jawa, terutama dengan kedatangan mereka ke Hijaz, maka lebih dikenal sebagai Arab Jawi. Penggunaan huruf Arab untuk menuliskan bahasa Jawa, Sunda dan Madura," pungkasnya.