Nasional

Pesantren Mahasina Terapkan Konsep Pesantren Ramah Anak: Lindungi Santri dari Kekerasan dan Diskriminasi

Kamis, 30 Oktober 2025 | 08:00 WIB

Pesantren Mahasina Terapkan Konsep Pesantren Ramah Anak: Lindungi Santri dari Kekerasan dan Diskriminasi

Pengasuh Pesantren Mahasina Darul Qur'an wal Hadits Nyai Hj Badriyah Fayumi di Bekasi, Jawa Barat, Rabu (29/10/2025). (Foto: NU Online/Jannah)

Bekasi, NU Online

 

Pengasuh Pesantren Mahasina Darul Qur’an Wal Hadits Nyai Hj Badriyah Fayumi menyampaikan bahwa pentingnya menerapkan pesantren ramah anak. Hal ini sebagai bagian dari komitmen pesantren dalam memberikan pendidikan yang aman, nyaman, dan berkeadilan bagi seluruh santri.

 

 

Menurutnya, konsep pesantren ramah anak harus berangkat dari visi, misi, dan nilai-nilai dasar pesantren itu sendiri. Di Pesantren Mahasina, visi “berkualitas untuk semua” menjadi pedoman utama dalam menciptakan lingkungan pendidikan yang ramah bagi semua kalangan, termasuk bagi anak-anak dari keluarga tidak mampu.

 

“Pendidikan yang berkualitas harus bebas dari kekerasan dan diskriminasi. Prinsip seperti ini kami turunkan dalam tata kelola pesantren dan sumber daya manusianya,” ujarnya kepada NU Online di Pesantren Mahasina Darul Qur’an Wal Hadits, Bekasi, Jawa Barat, Rabu (29/10/2025).

 

Ia menjelaskan bahwa pesantren merupakan lembaga pengasuhan alternatif plus, karena tidak hanya menjadi tempat belajar, tetapi juga tempat tinggal bagi para santri. Perlindungan anak di pesantren harus mencakup semua aspek tumbuh kembang anak, baik intelektual, sosial, emosional, dan spiritual.

 

 

“Santri harus terlindungi dari kekerasan, diskriminasi, eksploitasi, dan penelantaran. Karena itu, kami menerapkan tata kelola yang berpihak pada anak, sumber daya manusia yang terlatih, serta mekanisme pencegahan dan penanganan melalui SOP yang jelas,” tegasnya.

 

Nyai Badriyah menyampaikan bahwa di pesantrennya memiliki satuan tugas (Satgas) pencegahan kekerasan di pesantren yang terstruktur, terdiri dari pengasuh, pendamping, dan guru. Setiap hari, perkembangan santri terpantau dan dapat juga melalui sistem komunikasi yang terintegrasi, termasuk grup WhatsApp per kelas yang juga melibatkan wali santri.

 

“Dengan cara ini, kami bisa mengetahui kondisi santri dari day to day, siapa yang sakit, atau jika ada masalah tertentu. Wali santri juga ikut memantau dan kami edukasi untuk membentuk perilaku anak yang santun, baik di pesantren maupun saat pulang ke rumah,” katanya.

 

Nyai Badriyah juga menekankan pentingnya keberanian santri untuk melapor apabila mengalami atau menyaksikan kekerasan.

 

“Kami selalu tekankan kepada anak-anak, jangan takut melapor. Jika melihat atau mendengar ada kekerasan, segera cegah dan tolong korban,” ujar A’wan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu.

 

Pesantren Mahasina yang menaungi sekitar 1.000 santri putra dan putri tingkat Tsanawiyah dan Aliyah secara rutin melakukan pembinaan dan evaluasi penerapan pesantren ramah anak. Setiap pergantian semester, seluruh santri dikumpulkan di aula untuk memperkuat komitmen bersama terhadap nilai-nilai tersebut.

 

“Ramah anak berarti sarana dan prasarana yang aman, lingkungan yang nyaman, serta penghormatan terhadap hak-hak dasar anak agar mereka bisa belajar, beribadah, dan beristirahat dengan tenang,” ujarnya.

 

Nyai Badriyah berharap bahwa hal baik yang diterapkan di Pesantren Mahasina dapat menjadi contoh bagi pesantren di seluruh Indonesia, agar semua pesantren dapat mewujudkan lingkungan yang aman, inklusif, dan mendukung tumbuh kembang santri secara optimal.