PP Pergunu Gelar Seminar dan Peluncuran Gerakan Teacherpreuner
Kamis, 12 Desember 2019 | 08:45 WIB
Pembukaan Seminar dan Peluncuran Gerakan Teacherpreneur di Gedung PBNU, Jakarta Pusat, Kamis (12/12). (NU Online/Husni Sahal)
Pimpinan Pusat Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu) bekerja sama dengan Fakultas Ekonomi Syariah Unusia Jakarta menyelenggarakan Seminar dan Peluncuran Gerakan Teacherpreneur di Lantai 8 Gedung PBNU, Jakarta Pusat, Kamis (12/12). Seminar mengusung tema Membangun Kesejahteraan melalui Wirausaha Mandiri.
Seminar ini menghadirkan lima pembicara. Mereka ialah penggerak teacherpreuner PP Pergunu, Hery Kuswara, dosen dari Unusia, Sugeng Priyono, perwakilan dari Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Dalam Negeri, dan Sekretaris Asosiasi Perusahaan Penjualan Langsung Indonesia (AP2LI), Ilyas Indra.
Wakil Ketua PP Pergunu, Aris Adi Leksono mengatakan, teacherpreneur berawal dari hasil Rakernas Pergunu yang berkonsentrasi untuk membuat ekonomi guru-guru di bawah naungannya menjadi mandiri dengan cara berwirausaha.
Menurut Aris, hal itu bisa dilakukan mengingat era sekarang didukung dengan kemajuan digital, sehingga seorang guru bisa berwirausaha tanpa meninggalkan aktivitas mengajarnya. Jika kemandirian berwirausaha telah terbangun maka guru tidak akan terpaku pada keinginan menjadi ASN.
Ia mengaku prihatin melihat guru-guru di berbagai daerah yang hanya mengandalkan gaji, di mana penghasilan per bulannya hanya sekitar 300 ribu. Menurutnya, jika permasalahan guru tidak diadvokasi, maka nasibnya susah untuk berubah. Untuk itu, pihaknya menggandeng para pemangku kepentingan untuk menggerakkan gerakan teacherpreuner.
"Maka Pergunu mempunyai inisiatif, selain guru berkompeten, juga memiliki kemandirian sehingga kesejahteraan tidak terganggu," katanya.
Sebagai sebuah gerakan, teacherprenur juga menemukan momentumnya, terutama paska Mendikbud Nadiem Makarim menyebut bahwa gelar seseorang tidak menjamin kompetensinya.
Menurutnya, pernyataan Mendikbud tersebut bisa dimaknai secara negatif dan positif. Dari segi negatif, pernyataan tersebut disebutnya menampar kampus-kampus karena dianggap gagal mencetak tenaga kerja produktif. Sementara jika dimaknai positif, pernyataannya bisa menjadi motivasi dan membangun kewasapadaan bagi mahasiswa bahwa rezeki seseorang tidak memiliki korelasi dengan gelar kuliah yang disandangnya.
"Dalam konteks begini cara mengasahnya bagaimana agar ketika profil lulusan tidak tercapai, tetapi lulusan tetap bisa sukses, salah satunya dengan kemudian memberikan bekal-bekal pengalaman yang aplikatif. Pengalaman itu muncul, tumbuh berawal dari pemahaman. Melalui forum-forum seperti ini, kita tau cara membangun kewirausahaan, kita tau bagaimana cara membangun perusahaan," terangnya.
Editor: Muchlishon