Nasional

Prinsip Indonesia dalam Syarah Konstitusi: Pancasila Selaras dengan Nilai Islam

Sabtu, 13 September 2025 | 12:30 WIB

Prinsip Indonesia dalam Syarah Konstitusi: Pancasila Selaras dengan Nilai Islam

Peluncuran Buku Prinsip-Prinsip Negara Indonesia: Syarah Konstitusi, Jumat (12/9/2025). (Foto: JATMAN)

Jakarta, NU Online
Mudir ‘Ali Jam’iyyah Ahlith Thariqah Al-Mu’tabarah An-Nahdliyah (JATMAN), KH Ali Masykur Musa menegaskan bahwa prinsip-prinsip bernegara di Indonesia selaras dengan ajaran Islam.

 

Hal itu disampaikannya dalam acara Peluncuran Buku Prinsip-Prinsip Negara Indonesia: Syarah Konstitusi di Pondok Pesantren Pasulukan Al Masykur, Jakarta Timur, Jumat (12/9/2025).


Menurutnya, dalam isi pembukaan dan pasal-pasal Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 tidak ada yang bertentangan dengan ajaran Islam. Bahkan, kata-kata atau diksi yang digunakan di dalamnya justru mencerminkan nilai-nilai Islam.


"Pancasila adalah Islam di Indonesia. Jadi tidak ada pada tempatnya orang mempertanyakan eksistensi Pancasila dan Pembukaan UUD 1945, karena jelas di sana disebut ‘atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa’,” ujarnya.

 

Ia mencontohkan sejumlah diksi dalam konstitusi yang berasal dari tradisi Islam, seperti rahmat, daulat, musyawarah, dan dewan. Semua itu menunjukkan bahwa dasar bernegara di Indonesia memiliki akar kuat dari ajaran Islam.

 

Lebih lanjut, Kiai Ali menjelaskan tentang demokrasi yang didefinisikan sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Konsep kedaulatan rakyat, menurutnya, bersumber dari istilah Arab yakitu daulah yang berarti kekuasaan, pemerintahan, atau giliran kemenangan.


“Dalam negara demokrasi, tidak boleh ada presiden yang menjabat lebih dari dua periode. Kalau lebih, itu bukan lagi kedaulatan rakyat. Prinsip ini menolak adanya oligarki maupun monarki,” tegasnya.

 

Kiai Ali mengurai sejumlah prinsip yang sejalan dengan ajaran Islam dalam konstitusi, yakni al-haqqu (kebenaran), al-istiqlaliyah (kemerdekaan), al-musawah (persamaan di depan hukum), al-musyawarah (permusyawaratan), dan as-sidqu (kejujuran).


"Meski Indonesia tidak menyebut dirinya sebagai negara Islam, prinsip-prinsip konstitusi jelas bernilai Islam. Pasal 29 UUD 1945 menyebutkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Artinya, Indonesia adalah negara beragama, meskipun bukan negara agama,” ungkapnya.


Ia menuturkan bahwa pada tahun 1936, para ulama Nahdlatul Ulama melalui Muktamar di Banjarmasin telah merumuskan pandangan bahwa Indonesia sebaiknya menjadi negara Darussalam, yaitu negara yang membawa perdamaian, kesejahteraan, dan keselamatan bagi seluruh rakyat, tanpa membedakan latar belakang, agama, maupun budaya.


Kiai Ali juga menyampaikan bahwa buku Prinsip-Prinsip Negara Indonesia: Syarah Konstitusi menjadi karyanya yang ke-19. Buku tersebut memaparkan UUD 1945 pasal 1-4 dan ke depan akan dilanjutkan pada pasal-pasal berikutnya, termasuk Pasal 33 UUD 1945 terkait pengelolaan kekayaan negara untuk kemakmuran rakyat.

 

"Prinsipnya, konstitusi kita sudah mencerminkan nilai-nilai Islam. Tinggal bagaimana kita mengamalkan dan mengimplementasikannya untuk kemaslahatan rakyat,” tuturnya.