Refleksi Hari Anak Sedunia, Kopri PB PMII Dorong Terciptanya Ruang Aman bagi Perempuan dan Anak
Rabu, 20 November 2024 | 18:00 WIB
Jakarta, NU Online
Kekerasan terhadap perempuan dan anak di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia, masih menjadi masalah yang belum menemukan solusi.
Ketidakadilan yang dialami perempuan dan anak, baik di ruang publik, lingkungan kerja, hingga organisasi, menggambarkan bahwa negara belum sepenuhnya hadir dalam memberikan perlindungan yang memadai.
Ketua Korps PMII Puteri (Kopri) Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB PMII) Wulan Sari AS menegaskan, perayaan Hari Anak Sedunia yang jatuh pada 20 November 2024 harus menjadi momentum refleksi bagi bangsa Indonesia untuk mengatasi ketidakadilan yang masih dirasakan perempuan dan anak, khususnya dalam konteks ruang publik dan organisasi.
Menurut Wulan, salah satu aspek yang sering terabaikan adalah pentingnya menciptakan ruang aman yang inklusif dan bebas dari kekerasan bagi perempuan dan anak di tempat-tempat seperti sekretariat organisasi, kampus, kantor pemerintahan, serta perusahaan swasta.
“Kopri PB PMII memiliki tanggung jawab moral untuk menjadi penggerak utama dalam mendorong terciptanya ruang aman di seluruh sektor. Sebagai ketua, saya menegaskan bahwa ruang aman bukan sekadar pilihan, tetapi kewajiban yang harus dipenuhi oleh setiap institusi,” kata Wulan dalam keterangan tertulis yang diterima NU Online, Rabu (20/11/2024).
Wulan menambahkan, perlindungan terhadap perempuan dan anak merupakan hak dasar yang harus diperoleh tanpa kecuali. Ruang aman yang dimaksud, lanjutnya, adalah ruang yang memberikan perlindungan fisik dan psikologis dari segala bentuk kekerasan, intimidasi, dan diskriminasi.
Menurut Wulan, kehadiran ruang aman menjadi kebutuhan yang mendesak, mengingat tingginya angka kekerasan berbasis gender yang terjadi di ruang publik.
Ia lalu mengutip data dari Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) bahwa sepanjang 2023, lebih dari 289 ribu kasus kekerasan terhadap perempuan dilaporkan, sebagian besar terjadi di ruang-ruang publik yang seharusnya aman, seperti kantor dan kampus.
“Dalam banyak kasus, kekerasan ini tidak hanya bersifat fisik, tetapi juga verbal dan psikologi, sesuatu yang lebih sulit dideteksi namun dampaknya sangat besar terhadap kesejahteraan mental korban,” ujar Wulan.
Ia juga mengingatkan bahwa untuk menciptakan masa depan yang lebih baik, perubahan harus dimulai dari ruang-ruang terdekat yang kita huni setiap hari.
"Sekretariat organisasi, kampus, dan kantor adalah tempat di mana kita membangun cita-cita dan mengembangkan potensi. Tanpa ruang yang aman, cita-cita itu hanya akan menjadi mimpi yang mustahil," pungkas Wulan.