Jakarta, NU Online
Ketua Pimpinan Pusat Rabithah Ma’ahid Islamiyah (PP-RMI) PBNU, KH Abdul Ghaffar Rozin mengungkapkan apresiasinya terhadap langkah parlemen atas kemajuan rancangan undang-undang pesantren. Ia menilai, kemajuan ini merupakan buah dari hasil kinerja banyak kelompok, mulai dari anggota parlemen, RMI dan masyarakat pesantren sendiri.
Namun ia berpesan pada anggota parlemen yang sedang membahas agar memastikan RUU yang sedang dibahas ini dapat berjalan beriringan dengan tradisi dan kekayaan pesantren yang sudah berjalan sejak lama.
“Pesantren harus dibuatkan aturan tersendiri, tidak bisa dibikin aturan secara formal seperti sekolah umum,” kata Gus Rozin kepada NU Online di Gedung PBNU, Jumat (14/9).
Msnurutnya, cara mengatur pondok pesantren tidak dapat disamakan seperti cara mengatur sekolah umum. Pesantren memiliki banyak tradisi dan kekayaan yang tidak dapat diseragamkan dengan sekolah umum.
Sebagai contoh, tujuan pesantren tak melulu hanya menyasar kognitif santri. “Tujuan utama pesantren lebih kompleks dari sekolah umum. Jika sekolah umum hanya mengejar kemampuan, pesantren juga megutamakan akhlaq yang baik terhadap santrinya,” ujar Gus Rozin.
Oleh karenanya, jika dipaksakan, penyeragaman aturan pesantren dan sekolah umum dapat menghilangkan kekhasan dalam tradisi pesantren dan pada waktu yang lama akan merusak tradisi dalam pesantren sendiri.
Namun Gus Rozin tetap optimistis bahwa langkah maju RUU Pesantren ini adalah langkah penting dalam konteks hubungan negara dan lingkungan pesantren. Rancangan ini sendiri, menurutnya, menunjukkan adanya pengakuan atau rekognisi terhadap pondok pesantren dari parlemen dan pemerintah.
“Saya kira, yang terpenting di sini adalah rekognisi terhadap keberadaan pesantren dari berbagai pihak. Artinya semakin banyak yang menyadari pesan penting pesantren dalam konteks memajukan bangsa ini,” ujarnya.
Rekognisi ini termasuk pada besarnya peran pesantren dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan dalam berjuang dalam momen penting sejarah kemerdekaan.
Gus Rozin menambahkan bahwa sejak lama pesantren telah menjadi partner negara dalam mengembangkan sumber daya manusia. Maka dari itu, hukum negara dalam membantu pesantren bukan opsional atau pilihan, namun merupakan sebuah kewajiban.
“Negara membantu pesantren bukan opsional, tapi kewajiban, karena pesantren sejak dulu telah bersama negara membangun bangsa ini, bahkan sebelum negara ini berdiri,” pungkasnya. (Ahmad Rozali)