RUU PPRT Belum Kunjung Disahkan, Koalisi Sipil Pertanyakan Komitmen DPR dan Pemerintah
Kamis, 30 Oktober 2025 | 10:00 WIB
Jakarta, NU Online
Setelah tertunda selama lebih dari dua dekade tepatnya 21 tahun, Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) kembali menjadi sorotan publik. Koalisi Sipil bersama sejumlah organisasi perempuan dan kelompok masyarakat mendesak pemerintah dan DPR segera menuntaskan pembahasan yang tak kunjung selesai.
RUU yang telah berpindah dari satu pemerintahan ke pemerintahan lain itu sebelumnya dijanjikan oleh Presiden Prabowo Subianto akan disahkan dalam waktu tiga bulan setelah peringatan Hari Buruh Internasional (May Day) 2025. Namun, hingga akhir Oktober, belum ada kemajuan berarti dari janji tersebut.
Fiona Wiputri selaku moderator acara menyebut pemerintah dan DPR kembali mengingkari janji mereka kepada publik.
“Kalau dihitung dari 1 Mei, seharusnya kasarnya 1 Agustus 2025 RUU-PPRT sudah disahkan. Tapi ternyata lagi-lagi pemerintah dan Parlemen tidak tepat janji,” ujarnya dalam konferensi pers yang digelar secara daring, Rabu (29/10/2025).
Baca Juga
Muktamar NU Desak Pengesahan RUU PPRT
Ia menegaskan bahwa janji yang tak ditepati ini menunjukkan lemahnya komitmen politik negara terhadap perlindungan pekerja rumah tangga, padahal isu ini sudah dibahas selama puluhan tahun.
Fiona juga menyoroti ketimpangan dalam proses legislasi. Ia membandingkan cepatnya pengesahan RUU BUMN dengan lambatnya pembahasan RUU PPRT.
“Bahkan ironisnya pengasahan RUU ini malah disalip sama RUU-BUMN. Tapi pada bulan September 2025, sebulan lalu, pembahasan RUU-PPRT di panja RUU-PPRT sudah mau diplenokan untuk dibawa ke rapat paripurna untuk ditetapkan sebagai RUU-inisiatif,” ucapnya.
Menurutnya, hal ini menunjukkan bahwa keberpihakan parlemen belum berpihak pada kelompok rentan seperti pekerja rumah tangga, melainkan pada isu yang dianggap lebih strategis secara ekonomi dan politik.
Fiona menambahkan bahwa alasan pimpinan DPR yang kembali meminta “kajian ulang” menjadi bukti nyata lemahnya keseriusan lembaga legislatif.
“Namun salah satu pimpinan DPR meminta kajian lagi. Sementara kajian sudah dilakukan berulang-ulang dan juga sudah matang RUU-PPRT ini,” tambahnya.
Ia menilai alasan tersebut tidak lagi rasional karena draf RUU ini telah melalui proses panjang, termasuk pembahasan lintas kementerian dan masukan dari berbagai pakar hukum.
Sementara itu, perwakilan Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT) Lita Anggraini menyampaikan bahwa pembahasan RUU ini sebenarnya sudah berada di tahap akhir pada 15 September 2025. Namun, keputusan pimpinan DPR untuk meminta kajian tambahan justru memperlambat proses yang seharusnya sudah bisa ditetapkan di paripurna.
“Ini bentuk pengganjalan secara halus. Kajian ini sudah dilakukan selama 21 tahun dan berbahasan kali. Kita mempertanyakan bagaimana sikap mayoritas fraksi terhadap pendapat satu fraksi dan Ketua DPR yang mengatakan perlu kajian kembali,” kata dia.
Menurut Lita, tindakan tersebut memperlihatkan bahwa kepentingan politik masih lebih dominan dibandingkan komitmen terhadap keadilan sosial bagi para pekerja rumah tangga.
Ia juga menyinggung janji Presiden Prabowo yang berkomitmen menyelesaikan RUU ini dalam tiga bulan, namun belum terealisasi hingga kini.
“Yang kedua kita juga mempertanyakan sikap pemerintah khususnya kepada Presiden Prabowo yang menjanjikan bahwa RUU ini akan sekiranya selesai dalam waktu 3 bulan,” lanjutnya.
Lita menilai bahwa ketidaktepatan janji ini telah memudarkan harapan ribuan aktivis yang selama ini memperjuangkan kehadiran payung hukum bagi pekerja rumah tangga.
Ia mengingatkan bahwa keterlambatan pengesahan RUU ini berdampak langsung terhadap jutaan pekerja rumah tangga yang masih bekerja tanpa perlindungan hukum.
“Karena terus-menerus korban berjatuhan dan situasi perbudakan terus-menerus menginggapi situasi pekerjaan rumah sangat susah yang sumbernya lebih dari 5 juta,” jelasnya.
Lita menekankan bahwa tanpa perlindungan hukum, para pekerja rumah tangga rentan terhadap kekerasan, eksploitasi, dan pelanggaran hak dasar lainnya.
“Jadi kita mempertanyakan kapan ini dilanjutkan kembali dan kesungguhan dari DPR untuk membahas dan mengerjakan segera,” tambah Lita.
Ia berharap DPR dan pemerintah segera menepati janji politiknya agar RUU ini tidak terus terkatung-katung dan para pekerja rumah tangga akhirnya memperoleh hak perlindungan yang layak.