Nasional

Saat NU Bantu Pemerintah Muluskan Program Perbankan

Kamis, 21 Februari 2019 | 15:25 WIB

Saat NU Bantu Pemerintah Muluskan Program Perbankan

Bank ilstrasi

Jakarta, NU Online

Bisa dikatakan bahwa kesuksesan pemerintah menjalankan sistem perbankan di negara ini di antaranya merupakan buah dari keterlibatan NU. Sebab pada mulanya, program ini sempat ditolak oleh masyarakat dan tokoh ulama karena alasan riba. Pada saat itu NU hadir untuk menjelaskan pada masyarakat perihal status hukum perbankan dalam pandangan agama Islam.

Hal itu dikatakan KH Said Aqil Siraj di PBNU pada acara istighostah yang digelar Lembaga Dakwah PBNU Rabu (20/2). Peran NU kata Kiai Said menjadi kunci utama penerimaan masyarakat Indonesia yang saat itu menolak program perbankan karena dianggap bertentangan dengan hukum Islam.

ADVERTISEMENT BY OPTAD

“Ketika Pemerintah menggalakkan perbankan, ada bank milik negara, ada bank swasta, Bank Perkreditan Rakyat dan lain-lain, para kiai masih nolak, masyarakat Islam juga masih ragu, ini bunga bank halal apa haram. Banyak yang mengatakan haram,” kata Kiai Said bercerita.

Keraguan masyarakat dan ulama atas status bank berangsur memudar setelah NU membahas hukum bunga Bank dalam Muktamar NU. “Begitu Muktamar NU para kiai memutuskan bahwa bunga bank jatuhnya syubhat, maka jalan agenda perbankan itu,” kata Kiai Said.

Alasan lain yang dibangun adalah kekhawatiran jika uang dalam jumlah besar diletakkan di rumah masing-masing maka akan menimbulkan madlorot, misalnya khawatir aka nada pencurian dan perampokan. “Apalagi uangnya banyak. Masa dua miliar ditaro di rumah, nanti ada maling, atau kebakaran,”imbuhnya.

Setelah keputusan diambil maka umat Islam merasa tenang dan berangsur mempercayakan hartanya di Bank. Namun bagi mereka yang khawatir akan bunga Bank, Kiai Said menyarankan untuk menyumbangkannya kepada mustad’afin. “Nanti kalau ada bunganya diambil untuk bersedekah,” pungkasnya.

ADVERTISEMENT BY OPTAD

Baca : Ragam Pendapat Ulama tentang Hukum Bunga Bank

Pembahasan bunga bank, Munas Lampung 1992 

Masalah perbankan juga menjadi pembahasan dalam Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama Nahdlatul Ulama di Lampung, 1992. Kala itu para musyawirin masih berbeda pendapatnya tentang hukum bunga bank konvensional sebagai berikut; a. Ada pendapat yang mempersamakan antara bunga bank dengan riba secara mutlak, sehingga hukumnya haram, b. Ada pendapat yang tidak mempersamakan bunga bank dengan riba, sehingga hukumya boleh, c. Ada pendapat yang mengatakan hukumnya shubhat (tidak indentik dengan haram).

Pendapat pertama dengan beberapa variasi antara lain sebagai berikut: a. Bunga itu itu dengan segala jenisnya sama dengan riba sehingga hukumnya haram, b. Bunga itu sama dengan riba dan hukumnya haram. Akan tetapi boleh dipungut sementara belum beroperasinya sistem perbankan yang Islami (tanpa bunga), c. Bunga itu soma dengan riba, hukumnya haram. Akan tetapi boleh dipungut sebab adanya kebutuhan yang kuat (hajah rojihah).

Pendapat kedua juga dengan beberapa variasi antara lain sebagai berikut: a. Bunga konsumtif sama dengan riba, hukumnya haram, dan bunga produktif tidak sama dengan riba, hukumnya halal, a. Bunga yang diperoleh dari bank tabungan giro tidak sama dengan riba, hukumnya halal, c. Bunga yang diterima dari deposito yang dipertaruhkan ke bank hukumnya boleh, d. Bunga bank tidak haram, kalau bank itu menetapkan tarif bunganya terlebih dahulu secara umum. (Ahmad Rozali)


Terkait