Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH A Musthofa Bisri. (Foto: Tangkapan layar YouTube Gus Mus Channel)
Jakarta, NU Online
Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH A Musthofa Bisri mengungkapkan salah kaprah masyarakat saat ini yang menggunakan istilah ‘Busana Islami’.
Saat ini juga sudah bermunculan usaha yang berlebel ‘Toko Busana Islami” dan tidak menutup kemungkinan muncul istilah usaha-usaha laian seperti ‘makanan islami’ dan sejenisnya.
Berpakaian merupakan budaya yang di setiap daerah memiliki ciri khas dan perbedaan masing-masing. Sehingga terkait dengan budaya berpakaian, Gus Mus menjelaskan tuntunan dalam Islam yang sebenarnya mudah dan simpel.
“Agama itu gampang. Tidak terus model pakaian diatur dalam agama. Harus pakai peci, harus pakai jubah. Yang ada simple dan sederhana, (yakni) menutupi aurat,” tegasnya dalam kajian Tafsir Al-Qur’an yang disiarkan langsung kanal YouTube Gus Mus Channel, Jumat (17/6/2022).
Terkait dengan budaya berpakaian ini, Nabi Muhammad saw sendiri telah memberikan teladan dengan mempersilakan orang Arab terus menggunakan jubah. Hal ini karena pakaian tersebut tidak bertentangan dengan agama dan yang terpenting dalam berpakaian adalah menutup aurat.
“Busana kok islami, nanti lama-lama ada makanan islami. Ini pecel islami bukan?. Ini saking semangatnya dan tak perlu diomong berlebihan karena sedang semangat,” ungkap Gus Mus.
KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), lanjut Gus Mus, juga pernah menjelaskan bahwa berpakaian batik juga termasuk mengikuti Nabi Muhammad saw. Hal ini karena Nabi Muhammad meneruskan budaya Arab dan adat setempat yang mengenakan jubah.
“Nah, di sini (di Indonesia) pakaian setempat pakai peci dan pakai baju batik. Jadi, saya pakai itu (batik) meniru kanjeng Nabi. Ingin meniru kanjeng Nabi? Pakai peci, sarung, batikan,” tegas Gus Mus menirukan penjelasan Gus Dur.
Semua ini, menurut Gus Mus, adalah contoh bagaimana Nabi Muhammad saw sangat arif dan bijaksana dalam berdakwah. Rasulullah saw mendakwahkan Islam di Tanah Arab dengan benar-benar menjadikannya sebagai agama Rahmatan lil Alamin (rahmat bagi seluruh alam).
Nabi Muhammad berdakwah dengan melihat budaya dan adat istiadat yang ada di tanah Arab. Tidak semua budaya yang diwariskan turun temurun diubah dan dihilangkan semua karena dinilai tidak sesuai dengan Islam. Nabi tetap mempertimbangkan jika budaya tersebut baik, maka diteruskan. Jika buruk, maka diperbaiki.
“Ada yang disempurnakan, ada yang diperbaiki, ada pula yang diberi jalan keluar yang lain. Itu kebijaksanaan Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw,” jelas Gus Mus.
Gus Mus memberi contoh bagimana Nabi Muhammad melakukan penyempurnaan dan perbaikan budaya yang dilakukan oleh orang Arab dalam beribadah haji. Kala itu banyak orang dari berbagai daerah datang ke Kota Makkah untuk thawaf mengelilingi ka’bah dan Sai dari bukit Shafa dan Marwa dengan berbagai macam model.
“Ada yang mutar-mutar (thawaf) sambil telanjang, ada yang sambil tepuk-tepuk tangan, ada yang sambil joged dan sejenisnya,” ungkap Gus Mus.
Terkait kebiasaan ini, Nabi Muhammad pun mengingatkan bahwa thawaf dan rangkaian rukun haji adalah ibadah yang harus dilakukan dengan cara yang baik. Sehingga Rasulullah menata kembali tata cara beribadah yang sesuai tuntunan Islam.
Budaya lain yang diperbaiki nabi adalah kebiasaan orang Arab dalam menggelar pesta-pora dua kali dalam setahun yang bernama Mahrajan. Budaya ini kemudian dipadukan dengan tuntunan Islam sehingga muncullah perayaan Idul Fitri dan Idul Adha.
Pewarta: Muhammad Faizin
Editor: Musthofa Asrori