Santri Juara Debat Bahasa Inggris MQK 2025 Berbagi Pengalaman: 4-5 Bulan Berlatih Tiada Henti
Kamis, 9 Oktober 2025 | 05:30 WIB
Tim Debat Bahasa Inggris Putri MQK 2025 asal Pondok Pesantren Perguruan Islam Mathaliul Falah Pati, Jawa Tengah. (Foto: dokumentasi Pesantren Perguruan Islam Mathaliul Falah)
Jakarta, NU Online
Butuh waktu hingga lima bulan bagi Pesantren As’adiyah, Sengkang, Wajo, Sulawesi Selatan untuk dapat mengantarkan santri-santrinya meraih tim terbaik dalam majelis Debat Bahasa Inggris Musabaqah Qiraatil Kutub (MQK) Nasional 2025.
Sebagai tuan rumah, ajang tiga tahunan itu menjadi momentum yang harus dihadapi secara serius dan matang. Tak pelak, proses pemilihan anggota tim debat juga tidak sekadar penunjukan, tetapi seleksi yang ketat. Santri-santri yang terpilih diseleksi melalui mekanisme wawancara hingga mengemukakan pendapat atas tema tertentu yang diajukan, baik sisi pro maupun kontra.
Selepas serangkaian seleksi itu rampung dan terpilih tiga santri sebagai satu tim, barulah mereka dilatih secara total. Ya, pesantren membebaskan mereka dari seluruh kegiatan harian dan pembelajaran, semata untuk fokus dalam mempersiapkan musabaqah tersebut.
"Kita mempersiapkan tim debat itu untuk putra dan putri dan semuanya nggak pernah aku pegang sama sekali nggak pernah aku ajak untuk perannya sendiri mereka diseleksi ditanya-tanya cerita dalam bahasa Inggris akhirnya dipilih tiga orang itu. Mereka fokus empat bulan lebih, hampir lima bulan benar-benar hanya fokus pada MQK ini. Untuk persiapan debat, mereka dikarantina. Jadi bener-bener diasramakan khusus,” kata Ustadzah Muhajirah Idman, pembimbing tim debat bahasa Inggris Pesantren As’adiyah, kepada NU Online pada Selasa (7/10/2025).
Atas persetujuan mereka, hari libur pun ditiadakan. 7x24 jam mereka berlatih tiada henti selama 4-5 bulan, mulai dari penambahan kosakata (vocabulary), berbicara (speaking), hingga membangun kepercayaan diri mereka dalam mengemukakan pendapat terkait apapun tema yang ia ajukan. Pemberian tema-tema tertentu dan bergonta-ganti setiap waktu itu secara tidak langsung memberikan penambahan kosakata bagi mereka. Pelan tapi pasti, ia melihat perubahan positif anak didiknya itu.
Setelah kepercayaan diri itu tumbuh, ia mengarahkan santri-santri untuk mulai mencari data, menganalisisnya, mengaitkannya dengan kajian turats, dan menyusun argumentasinya atas suatu tema yang ia ajukan.
“Saya terus menekankan kepada mereka bahwa kalian membuat argumen itu tidak sebatas konsep, tetapi akurat dan didukung oleh data, serta applicable,” ujarnya.
“Itu saya lihat kenapa mereka bisa sampai tapi final dan juara 1,” tambah Muhajirah.
Mereka juga diminta untuk merekam kegiatan latihannya. Hal ini dianggap penting untuk disimak ulang guna kebutuhan evaluasi mandiri, menemukan kesalahan-kesalahan dan mengukur kemampuannya. Demikian ini menjadi upaya agar penampilan mereka dapat berjalan secara maksimal.
Senada, Iftah Al Fikri Ilsya, salah satu anggota tim, menyampaikan bahwa ia dan tim rutin evaluasi dan berlatih secara disiplin.
"Semua studi dan ngaji kami pending dan fokus. Disiplin kuncinya," ujarnya.
Sementara itu, Abd Rahman Sabri, anggota tim, mengaku sedari awal sudah menanamkan tekadnya secara bulat untuk menjadi juara. Dari situ, ia merasa spiritnya terus berkobar sehingga mewujud dalam usaha dan dirapal dalam setiap doanya.
"Yang paling utama betul-betul dalamkan goals niat kalau fondasi awalnya memang untuk menang, niat mau juara. Sesudah itu dibarengi dengan usaha dan doa," katanya.
Seleksi berjenjang
Sementara itu, Pendamping Peserta MQK Perguruan Islam Mathali'ul Falah (PIM) Ustadz Muhammad Mirza menyampaikan bahwa penjaringan siswa/siswi PIM untuk mengikuti perlombaan dilakukan oleh Lembaga Pengembangan Bakat dan Minat (LPBM). Hal itu dilakukan dengan teknis bekerja sama dengan seluruh unit-unit yang ada di dalam internal PIM.
Dalam hal debat Bahasa Inggris ini, lanjutnya, LPBM bekerja sama dengan Lembaga Pengembangan Bahasa Asing (LPBA). Di bawah lembaga ini, terdapat departemen pengembangan bahasa Arab dan Inggris. Departemen bahasa Inggris di bawah LPBA bernama English Division for Foreign Language Development (Endfold).
"Nanti, Unit Endfold inilah yang akan mengajukan nama siswa/siswi potensial yang menurut mereka siap untuk diikutsertakan dalam perlombaan berikut nama-nama dewan pelatihnya," katanya.
Setelah itu, barulah serangkaian teknis pengawalan dilakukan oleh LPBM, seperti permohonan pelatih, pendaftaran, pendelegasian, pengajuan dana, pengoordinasian, pengontrolan, pengevaluasian, dan seterusnya, sampai seluruh rangkaian perlombaan selesai.
"Saya kira, pelatihan yang dilakukan oleh para pelatih dilakukan berdasarkan kesepakatan. Pelatih dan peserta menyetujui kapan waktu yang ideal untuk berlatih di setiap harinya, berapa kali latihan di setiap minggunya, dan bagaimana jika nantinya ada agenda dadakan.
Dalam lomba debat, mendapatkan tema nomor berapa, menjadi Tim Pro atau Tim Kontra, kemudian maju nomor urut berapa, merupakan bagian dari kejutan perlombaan. Meski demikian, bukan berarti kejutan itu tidak dapat diprediksi dan diraba indikasinya.
"Tugas mereka awalnya adalah menyiapkan basic argumennya, kemudian, pelatihnya akan memberikan sekian variabel kemungkinan yang bisa terjadi dan bisa ditanyakan selama perdebatan," katanya.
Setelah itu, mereka harus kembali merekonstruksi argumen yang telah mereka buat sebelumnya. Nanti jika ada latih tanding dengan sesama tim debat, mereka akan mulai menemukan kelemahan dan kekurangan, untuk yang ke sekian kalinya mereka akan merekonstruksi argumen mereka.
"Semakin sering tanding, semakin sering mereka merekonstruksi argumen. Lagi dan lagi. Sudah pasti lelah, akan tetapi itu akan memperlancar mereka saat berbicara dan mempertajam argumen yang mereka miliki," lanjutnya.
Tiga kali dua kunci
Menurutnya, ada tiga kunci penting untuk bisa memberikan pelatihan yang baik di tengah-tengah padatnya kegiatan belajar di sekolah dan pesantren mereka.
"Kesepakatan, disiplin dalam mengatur waktu, dan saling kompromi di antara peserta dan pelatih," katanya menyebut tiga hal itu.
Sebagai orang yang dibesarkan dalam lingkungan PIM, ia sangat yakin tidak ada tips kunci apa pun selain kolaborasi dari tiga hal, yaitu (1) ketekunan dalam belajar, (2) restu dari orang tua dan guru, dan (3) bertawassul kepada Mbah Ahmad Mutamakkin Kajen, para Muassis dan Masyayikh PIM.
Berkah perjalanan itu semua, tim majelis debat bahasa Inggris putri asal PIM berhasil meraih juara 1. Mereka terdiri dari Najmah Ahlami Arwani, Viki Elok Sofyani, dan Hilya Hilma.