Jakarta, NU Online
Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj berpendapat, seniman adalah satu-satunya profesi yang diabadikan menjadi nama salah satu surat di Al-Qur’an. Lebih khusus, seniman yang diabadikan Al-Qur’an itu adalah para penyair dalam surat Asy-Syu’ara.
“Profesi lain tidak ada, tapi kalau penyari ada, menjadi nama salah satu surat di dalam Al-Qur’an,” katanya di ruangannya, lanta 3 Gedung PBNU, Jakarta, Kamis (8/3) ketika NU Online mewawancarainya soal music.
Kiai Said menambahkan, di dalam Al-Qur’an surat Asy-Sy’ara itu ditegaskan, wahai Muhammad, para penyair itu orang yang mengikuti khayalannya. Mereka dengan khayalannya mengarungi beberapa lembah dan jurang, dan mereka mengucapkan kata-kata yang tidak mereka kerjakan, maka itu merupakan syair yang menyesatkan.
Kecuali, lanjutan ayat itu, para penyair yang beriman dan beramal saleh dan tidak mereka dengan syairnya itu menambah dzikir, teringat kepada Allah.
“Pengecualian ini menjadikan para syu’ara itu mendapat posisi kemuliaan di mata Allah. Kalau syairnya itu hanya khalayan yang tidak mendorong kita memperbanyak dzikir kepada Allah, itu syairnya cuma-cuma. Tidak bernilai. Sekali lagi, Al-Qur’an, Islam sangat menghormati para penyair yang syairnya membangun nilai-nilai positif,” jelas kiai kelahiran Cirebon itu.
Lebih lanjut, kiai yang pernah menuntut ilmu di Ummul Qura’ Arab Saudi mengatakan, syair berdasarkan lintasan (khawathir) yang diterima dari malaikat.
Lebih rinci Kiai Said mengutip Imam Ghazali yang membagai empat khawathir. Pertama, yang datang dari Allah disebut khawathir rabbaniyah. Semua orang mendapatkan khawathir ini. Namun, tidak semua orang mengetahu dan memeliharanya. Kalau dipelihara, dipertajam, dipupuk akan menjadi ilham.
Yang kedua, lintasan atau ide dari malaikat, khawathir malakutiyah. Setiap orang juga mendapat khawathir malakutiyah. Namun, tidak semua orang mengetahu dan memeliharanya Kalau diasah, akan menjadi ilmu laduni.
“Nah, yang dari malaikat itu, salah satunya musik, syair, lagu, talhim. Yang menciptakan lagu Umu Kultsum, satu jam setengah nyanyi, lagu Amal Hayati, Inta Umry, Antal Hub, al-Aqwal, coba dari mana itu? Lagu itu dari mana? Yang menciptakan lagu, dari sekolah? Bukan! Dari bangku kuliah, bukan? Barangkali pegang musiknya dari kuliah, tapi lagunya itu. Itu namanya khawatir malakutiyah.
Yang ketiga, khawathir nafsaniyah. Namanya hawajis, daya tarik hawa nafsu, itu yang akan jadi hawa nafsu, kejahatan dengan rapi, yang terencana.
Yang keempat dari setan, wasawis. Kalau setan menggoda itu spontanitas, bisa dilawan. Tapi dari hawa nafsu sendiri, melakukan kejahatan, sudah direncanakan dengan rapi, itu dari hawa nafsu. Dengan bantuan musik ini, kita bisa, minimal, paling tidak, kita bisa mendapatkan ilmu laduni dari khawathir malakutiyah. (Abdullah Alawi)