Setahun Prabowo-Gibran: Program MBG Membuat Ribuan Siswa Keracunan, Telan Anggaran Pendidikan
Kamis, 30 Oktober 2025 | 15:45 WIB
Jakarta, NU Online
Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka genap berusia setahun sejak membacakan sumpah jabatan pada 20 Oktober 2025 lalu.
Sejak kampanyenya, Prabowo-Gibran selalu berupaya mengenalkan program prioritas dalam Asta Cita Ke-4 yakni Makan Bergizi Gratis (MBG) demi memperkuat pembangunan sumber daya manusia (SDM) Indonesia menuju Indonesia Emas 2045.
Namun, telah terjadi kekacauan dalam program MBG karena membuat ribuan siswa di sekolah keracunan, bahkan menelan triliunan anggaran untuk pendidikan.
Carut-marut pelaksanaan MBG ini, menurut Policy and Advocacy Manager Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) Fachrial Kautsar, disebabkan oleh lemahnya sistem pengawasan dan standar keamanan dalam pelaksanaan MBG di sekolah.
Ia menilai, peran yang terlalu besar dari Badan Gizi Nasional (BGN) serta minimnya keterlibatan lintas sektor menjadi salah satu penyebab utama lemahnya koordinasi dan pengawasan program MBG.
“BGN itu merangkap dari mulai perencanaan, monitoring, dan pengawasan, kenapa tidak ada pelibatan bermakna dari lintas sektor,” dalam Seminar Nasional “Makan Bergizi Gratis: Berbasis Negara atau Masyarakat” yang digelar di Auditorium Juwono Sudarsono (AJS), FISIP UI, Depok, Jawa Barat, pada 23 Oktober 2025.
Keracunan MBG sudah gawat
Sejak diluncurkan pada 6 Januari 2025, keseriusan pemerintah dalam mengelola program MBG dipertanyakan oleh publik.
Bukan tanpa alasan, 10 hari sejak penyalurannya atau pada 16 Januari 2025, sudah terjadi kasus keracunan sebanyak 40 siswa di SDN Dukuh 03, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah. Para siswa yang dilarikan ke Puskemas itu mengeluh mual hingga muntah karena lauk ayam belum layak dikonsumsi karena masih mentah.
Bahkan, kasus keracunan makanan MBG sempat ditetapkan sebagai kejadian luar biasa (KLB) oleh Dinas Kesehatan setempat.
Sebanyak 78 siswa juga mengalami gejala keracunan setelah menyantap hidangan MBG, terdiri atas 55 siswa dari MAN 1 Cianjur dan 23 siswa dari SMP PGRI 1 Cianjur, pada 21 April 2025.
Lalu sebanyak 133 siswa dari sejumlah sekolah di Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, mengalami gejala keracunan setelah menyantap makanan program MBG, pada Selasa (28/10/2025). Hingga Rabu (29/10/2025) pagi, sebagian siswa masih menjalani perawatan di berbagai fasilitas kesehatan.
Data terbaru dari Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung Barat mencatat, para siswa yang terdampak berasal dari SD Negeri 2 Cibodas, SD Negeri Buahbatu, SMP Negeri 4 Lembang, dan SMK Putra Nasional Cibodas. Gejala yang dialami para korban bervariasi, mulai dari mual, muntah, pusing, hingga diare.
Prabowo tak akui kegagalan program MBG
Meski kasus keracunan program MBG sudah sangat marak, Presiden Prabowo tak mengakui kegagalan program MBG ini.
Ia menekankan bahwa dari 1,41 miliar porsi makanan yang sudah dibagikan, jumlah kasus keracunan masih tergolong kecil dan berada dalam batas yang wajar secara manusiawi.
“Hari ini program Makan Begizi Gratis sudah sampai pada tahap 12.508 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi unit dapur terpusat dari target kita 32 ribu, dan artinya hari ini sudah 1,41 miliar porsi MBG sudah dimasak dan dibagikan sejak tanggal 6 Januari 2025,” katanya saat Rapat Paripurna di Istana Negara, Jakarta, pada Senin (20/10/2025).
“Kalau tidak salah kekurangannya adalah katakanlah angka yang sakit itu adalah mungkin sekitar 0,0007 yang berarti 99,99 persen berhasil," katanya.
Presiden Prabowo justru mengungkapkan bahwa kejadian MBG yang bermasalah akibat ulah kebiasaan dan tradisi makan menggunakan tangan. Ia menduga sebagian murid belum mencuci tangan dengan benar sebelum makan.
"Tidak salah karena dia terbiasa makan tidak pakai sendok. Namun, kami mendidik dia untuk cuci tangan. Jadi bisa saja yang keracunan adalah hal-hal seperti itu. Sepele, tapi mendasar," kata Prabowo dalam rapat kabinet di Istana Negara, Jakarta Pusat, pada 5 Mei 2025.
Sampai saat ini, Kepala BGN Dadan Hindayana menyebut bahwa menurut data Kementerian Kesehatan per 5 Oktober 2025, jumlah korban keracunan terkait MBG mencapai lebih dari 11.000 orang. Meski begitu, ia mencanangkan penambahan penerima manfaat MBG sebanyak 40 juta pada November 2025 mendatang.
Kini, program MBG telah menyerap anggaran sebesar Rp35,6 triliun atau mencapai 50,1 persen dari total anggaran yang dialokasikan. Program ini telah menjangkau 13.514 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang tersebar di 38 provinsi, 509 kabupaten, dan 7.022 kecamatan di seluruh Indonesia.
MBG telan anggaran pendidikan
Lebih lanjut, diketahui bahwa pemerintah juga akan mengalokasikan anggaran pendidikan dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026 untuk Program MBG. Dari total Rp757,8 triliun anggaran pendidikan, sebanyak Rp335 triliun atau 44 persen dialihkan untuk program tersebut.
Kepala BGN Dadan Hindayana menjelaskan bahwa MBG mengelola anggaran yang bersumber dari tiga sektor utama, yakni pendidikan sebesar Rp223 triliun atau 83,4 persen, kesehatan Rp24,7 triliun atau 9,2 persen, dan ekonomi Rp19,7 triliun atau 7,4 persen.
Dari total anggaran tersebut, porsi terbesar atau 97,7 persen senilai Rp261 triliun dialokasikan untuk belanja barang, terutama pengadaan makanan bergizi. Sementara itu, belanja pegawai mencapai 1,4 persen atau sekitar Rp3,8 triliun, dan belanja modal hanya 0,9 persen dari total anggaran
Dadan juga telah menerima Surat Bersama Pagu Anggaran dari Menteri Keuangan dan Menteri PPN/Kepala Bappenas pada 3 Juli 2025. Dari pagu indikatif awal Rp217 triliun, kini resmi ditetapkan sebesar Rp268 triliun, dengan tambahan Rp50 triliun.
"Dengan total anggaran 2026 untuk BGN sebesar Rp268 triliun jadi kalau di nota keuangan kemarin disampaikan Rp335 triliun maka yang Rp67 triliun masuk dalam kategori stand by karena pagu anggaran yang resmi kami terima adalah Rp268 triliun," katanya pada 11 September 2025.
Guru penanggung jawab MBG diupah murah
BGN menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor 5 Tahun 2025 tentang pemberian insentif bagi guru penanggung jawab program Makan Bergizi Gratis (MBG) di sekolah penerima manfaat.
Kebijakan ini merupakan bentuk apresiasi pemerintah atas peran penting guru dalam menyukseskan program yang menyasar anak sekolah, ibu hamil, ibu menyusui, dan balita.
Wakil Kepala BGN Nanik S Deyang mengatakan bahwa guru berperan penting tidak hanya mendampingi siswa, tetapi juga mengajarkan pola makan sehat dan hidup bersih di sekolah.
Melalui SE ini, setiap sekolah wajib menunjuk satu hingga tiga guru sebagai penanggung jawab distribusi MBG dengan prioritas bagi guru bantu dan honorer. Mereka akan menerima insentif sebesar Rp100.000 per hari penugasan.
Masuknya militer dan kepolisian di dapur MBG
Program MBG juga melibatkan TNI dalam pelaksanaannya. Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) menilai, keterlibatan militer dalam urusan sipil ini tidak semestinya terjadi.
Sekretaris Jenderal PBHI Gina Sabrina menjelaskan bahwa pihaknya memantau pelaksanaan MBG sejak Januari hingga Juni 2025 melalui pemberitaan dan penelusuran langsung ke sejumlah daerah.
Dari hasil pemantauan, PBHI menemukan adanya pelibatan TNI mulai dari pelatihan Sarjana Penggerak Pembangunan Indonesia (SPPI) di bawah Kementerian Pertahanan, pembangunan fasilitas gizi di lahan militer, hingga distribusi makanan ke sekolah-sekolah.
Gina menilai, kehadiran prajurit berseragam di ruang kelas saat membawa makanan dapat mengganggu rasa aman anak-anak.
"Januari sampai Juni kami menemukan setidaknya ada 38 aktor TNI yang ikut monitoring dan distribusi MBG sampai ke kelas-kelas," jelasnya dikutip NU Online dari laporan Tempo.
Dari jumlah tersebut, 32 berada di wilayah perkotaan, sedangkan enam lainnya di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T). Ia menilai keterlibatan TNI di daerah 3T masih bisa dimaklumi, tetapi tidak seharusnya dilakukan di kota-kota besar seperti Tangerang, Bekasi, dan Depok.
Menurut Akademisi Universitas Negeri Semarang (Unnes) Edi Subkhan, tata kelola yang tidak sehat karena pelibatan militer pada program Makan Bergizi Gratis menjadi penyebab 5.000 lebih siswa keracunan.
"Program MBG ini tidak sehat, bukan hanya karena sudah ribuan anak keracunan, tapi pengelolaannya sendiri juga tidak sehat karena melibatkan militer terlalu jauh ke urusan sipil, apalagi terkait pendidikan di area dan situasi normal, bukan di situasi konflik atau perang," katanya saat dihubungi NU Online, pada 25 September 2025.