Setahun Prabowo-Gibran, YLBHI Soroti Penegakan Hukum yang Kacau dan Gelagat Menguatnya Militerisme
Kamis, 16 Oktober 2025 | 22:00 WIB
Ketua YLBHI Muhammad Isnur saat menyampaikan Kuliah Jalanan dalam Aksi Kamisan Ke-882 di depan Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (16/10/2025). (Foto: NU Online/Mufidah)
Jakarta, NU Online
Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur menilai, setahun masa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka telah menimbulkan sejumlah kekhawatiran publik.
Isnur menyebut, berbagai kebijakan dan arah pemerintahan selama setahun terakhir menunjukkan kemunduran serius dalam penegakan hukum, pengelolaan anggaran, dan penghormatan terhadap hak-hak warga negara.
Ia menegaskan, pembahasan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (R-KUHAP) yang dinilai memperkuat kewenangan polisi dianggap berpotensi melahirkan praktik sewenang-wenang.
“Undang-undang penting seperti masyarakat adat tidak berjalan, sementara revisi yang justru berbahaya malah dipaksakan,” ujarnya kepada NU Online saat menghadiri Aksi Kamisan Ke-882 yang mengusung tema Melawan Lupa di Tengah Kisaran Impunitas di depan Istana Merdeka, Gambir, Jakarta Pusat, Kamis (16/10/2025).
Isnur menyebut bahwa kondisi hukum di bawah kepemimpinan Prabowo-Gibran semakin tidak jelas dan kacau. Ia menyoroti revisi Undang-Undang TNI yang dilakukan secara tertutup dan membuka ruang lebih luas bagi menguatnya militerisme karena militer terlibat dalam urusan sipil.
Isnur juga menilai kembalinya peran militer dalam berbagai sektor sipil menunjukkan munculnya emerging militarism atau militerisme yang mengancam reformasi.
“Tentara kembali multifungsi, padahal mandat konstitusi sudah jelas fokus pada pertahanan, bukan mengurusi rakyat sipil,” tegasnya.
YLBHI juga menyoroti meningkatnya represi terhadap aksi-aksi masyarakat sipil. Tercatat lebih dari seribu orang terluka dan 900 orang dijadikan tersangka akibat kekerasan aparat saat demonstrasi pada Agustus 2025.
“Demonstrasi adalah hak, bukan kejahatan. Negara harus melindungi, bukan menangkapi,” ujarnya.
Isnur juga menyinggung proyek-proyek ambisius pemerintah yang dinilai tidak memiliki perencanaan matang dan justru berdampak negatif bagi masyarakat.
“Salah satunya adalah program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang memakan anggaran besar namun menimbulkan masalah kesehatan massal di berbagai daerah,” ucapnya.
“Ini sama saja dengan pola era Jokowi, ambisius tapi tidak siap dan dikelola oleh orang yang tidak kompeten,” kata Isnur.
Selain itu, janji pemberantasan korupsi yang kerap digaungkan Presiden Prabowo hingga kini belum menunjukkan hasil konkret. Isnur menyebut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih lemah, sedangkan Kejaksaan Agung justru banyak melakukan kesalahan dalam penanganan kasus besar.
“Korupsi tetap marak, tapi hukuman bagi pelaku tidak maksimal. Janji antikorupsi belum terbukti,” tutupnya.