Jakarta, NU Online
Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia (Lesbumi) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) masa khidmah 2015 -2020 memiliki tujuh strategi kebudayaan Islam Nusantara dalam bergerak. Strategi itu disebut Al-Qawa’id As-Sab’ah atau lebih dikenal Saptawikrama.
Tujuh strategi dicetuskan pada Rapat Kerja Nasional (Rakernas) bertempat di Gedung PBNU, Jalan Kramat Raya 164, Jakarta awal 2016.
Saptawikrama merupakan peneguhan hasil Muktamar ke-33 NU di Jombang, Jawa Timur, pada 1-5 Agustus 2015 dalam bidang budaya. Ketujuh strategi itu adalah sebagai berikut:
1. Menghimpun dan mengosolidasi gerakan yang berbasis adat istiadat, tradisi dan budaya Nusantara.
2. Mengembangkan model pendidikan sufistik (tarbiyah wa ta’lim) yang berkaitan erat dengan realitas di tiap satuan pendidikan, terutama yang dikelola lembaga pendidikan formal (ma’arif) dan Rabithah Ma’ahid Islamiyah (RMI).
3. Membangun wacana independen dalam memaknai kearifan lokal dan budaya Islam Nusantara secara ontologis dan epistemologis keilmuan.
4. Menggalang kekuatan bersama sebagai anak bangsa yang bercirikan Bhinneka Tunggal Ika untuk merajut kembali peradaban Maritim Nusantara.
5. Menghidupkan kembali seni budaya yang beragam dalam ranah Bhnineka Tunggal Ika berdasarkan nilai kerukunan, kedamaian, toleransi, empati, gotong royong, dan keunggulan dalam seni, budaya dan ilmu pengetahuan.
6. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk mengembangkan gerakan Islam Nusantara.
7. Mengutamakan prinsip juang berdikari sebagai identitas bangsa untuk menghadapi tantangan global.
Menurut Ketua Lesbumi PBNU KH Ng. Agus Sunyoto, bagian inti Saptawikrama adalah pendidikan, formal, nonformal, informal.
“Ngaji dengan materi sejarah, budaya, seni, tradisi, iptek, lewat sekolah, madrasah, pesantren, majelis ta’lim, jamaah yasinan, dan lain lain, termasuk kongkow di warung kopi,” katanya ketika dihubungi NU Online Rabu malam (28/3). (Abdullah Alawi)