Nasional

Wacana AI untuk Anak SD, Praktisi IT dan Siber: Lebih Baik Dimulai saat SMP

Jumat, 15 November 2024 | 18:00 WIB

Wacana AI untuk Anak SD, Praktisi IT dan Siber: Lebih Baik Dimulai saat SMP

Ilustrasi (Foto: Freepik)

Jakarta, NU Online

Praktisi Teknologi Informasi dan Keamanan Siber, Muqorrobien Ma'rufi menanggapi wacana Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) mengenai penerapan mata pelajaran Coding dan Artificial Intelelegence (AI) untuk anak Sekolah Dasar (SD).

 

Menurut Muqorrobien, kemampuan coding bagus buat anak SD karena bisa meningkatkan kemampuan berpikir logis (logical thinking) dan pemecahan masalah menggunakan teknologi komputer (computational thinking) untuk anak.

 

"Tetapi kalau untuk AI itu saya tidak setuju, karena AI adalah alat pendukung produktivitas sedangkan anak SD itu baiknya fokus pada pembentukan karakter. Jika untuk sekadar pengenalan dasar saja masih bisa," tegas Muqorrobien dalam keterangannya, Jumat (15/11/2024).


Mengapa berisiko AI untuk anak SD jika dipakai keseharian? Karena menurut Muqorrobien, hal itu bisa memicu terjadinya cognitive offloading, yaitu kondisi mental anak yang lebih banyak menggunakan fungsi fisik tetapi mengurangi tuntutan kognitif dalam tugas karena dianggap sudah dikerjakan AI. 


Menurutnya, cognitive offloading bisa berakibat anak-anak menjadi terlalu mengandalkan bantuan AI untuk mengerjakan tugas yang butuh usaha mandiri.

 

Dia menegaskan, murid SD sebaiknya tidak mengandalkan bantuan AI. Karena pengambilan keputusan, berpikir kritis (critical thinking), pemecahan masalah (problem solving), dan analisis kritis (analytical thinking) masih terus harus diperkuat.


Jika AI dipaksakan ke anak SD, imbuhnya, anak-anak bukannya jadi tambah cemerlang tetapi yang didapatkan justru generasi yang lemah secara kognitif. 


"Itu juga alasan kenapa anak-anak dilatih untuk tidak menggunakan kalkulator, ketika memecahkan soal-soal matematika, karena untuk melatih kemampuan kognitif," ujarnya.


Muqorrobien menilai, AI lebih tepat jika dimulai di SMP. Itu pun perlu diatur misalnya diklasifikasikan berdasarkan umur.

 

"Karena material AI itu bisa jauh lebih berbahaya dibandingkan konten media sosial. Mengapa karena konten media sosial itu kan sifatnya pasif, reseptif ya. Sementara AI itu bisa aktif bisa reseptif gitu sehingga mudah mempengaruhi mental secara aktif," jelasnya.


Ia mendorong kepada Kemendikdasmen untuk mempertimbangkan kembali wacana AI masuk dalam mata pelajaran SD.


"Karena perlu diketahui bahwa System Safety AI itu sendiri itu masih belum mature atau matang saat ini. Kemudian kemampuan penalaran atau reasoning anak SD masih lemah dan biasanya itu sangat berbahaya," tutupnya.