Malang, NU Online
Innalillahi wa inna Ilaihi raajiuun. Kembali ulama kita berpulang ke Rahmatullah. Kiai Ahmad Dimyati, aktifis Seni Hadrah Republik Indonesia (ISHARI) di Kepanjen, Kabupaten Malang dipanggil Allah SWT pada Selama (8/9) malam sekitar pukul 09.00 WIB di kediamannya. Sosok ulama yang istiqomah mendidik masyarakat dan memegang erat tradisi santri masa lalu ini wafat setelah menderita penyakit jantung.
Beliau sudah lama menderita penyakit ini. Namun kondisi kesehatannya semakin menurun sejak enam bulan terakhir. "Sakitnya sudah lama, sakit jantung. Namun kondisi kesehatan menurun sudah sekitar enam bulan yang lalu." Kata Abdullah Hakim salah seorang putranya.
Kiai Dimyati merupakan seorang kiai kelahiran 1932. Dalam perjalanan panjang hidupnya, ia telah menjalani penempaan dirinya di pesantren mulai dari pesantren Asrama Pendidikan Islam Salafiyah (APIS) Biltar, Kediri dan bahkan sampai nyantri ke Kiai Maksum Lasem.
Dalam perjalanan hidupnya, Kiai Dimyati tercatat pernah mendampingi Gus Maksum Jauhari sebagai pendekar. Kiai Dimyati juga merupakan seorang Kiai Pendekar pilih tanding di masanya.
Baca Juga: Kiai Ahmad Dimyati, Mengabdi dalam Sepi
Sumber: https://www.nu.or.id/post/read/115063/kiai-ahmad-dimyati--mengabdi-dalam-sepi
Sumber: https://www.nu.or.id/post/read/115063/kiai-ahmad-dimyati--mengabdi-dalam-sepi
Kiai Dimyati termasuk kiai yang cinta kebudayaan Islam. Sampai akhir hayatnya, beliau tetap setia melatih seni hadrah bagi warga sekitar di desanya. Ia juga sosok yang tidak berkenan dan menyembunyikan dirinya dari kemasyhuran.
Meskipun demikian, ia tetap menjadi rujukan masyarakat sekitar untuk meminta solusi berbagai masalah. Ia mendidik sekitar 80 (delapan puluh) orang santri di pondok kecilnya yang bernama Al-Hidayah.
Berdasarkan wasiatnya, jenazah akan dimakamkan di pemakaman umum di desa Tamanayu Jatirejoyoso, Kecamatan Kepanjen, Kabupaten Malang.
"Beberapa pihak dari keluarga menghendaki untuk dimakamkan di pemakaman keluarga. Tapi karena beliau sendiri berwasiat dimakamkan di pemakaman umum desa maka kami bersepakat dimakamkan di sana," kata Abdullah Hakim.
Kontributor: R. Ahmad Nur Kholis
Editor: Muhammad Faizin