Obituari

Prof Huzaimah, Akademisi yang Konsisten dan Kokoh Berpendapat

Jumat, 23 Juli 2021 | 12:30 WIB

Prof Huzaimah, Akademisi yang Konsisten dan Kokoh Berpendapat

Foto: mui.or.id

Jakarta, NU Online

Prof Hj Huzaemah Tahido Yanggo dikabarkan mengembuskan napas terakhir pada pagi tadi, Jumat (23/07/2021) di RSUD Banten. Kewafatannya meninggalkan duka mendalam bagi bangsa Indonesia. Pasalnya, sosok perempuan ulama seperti almarhumah jarang ditemui.

 

Ketua Keluarga Alumni Dirasat Islamiyah (Karami) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2020-2024 M Sofi Mubarok menyampaikan bahwa almarhumah merupakan sosok yang tidak sepakat dengan pandangan Amina Wadud, akademisi Muslimah Amerika, mengenai kebolehan perempuan menjadi imam dalam shalat.

 

Ia menekankan pentingnya khusyuk dalam shalat. Sebab, jika perempuan menjadi imam, hal tersebut akan mengganggu kekhusyukan. Betapa tidak, dengan guyon, ia khawatir jamaah laki-laki akan merasakan sesuatu yang lain jika ayat kelima Al-Fatihah dibaca.

 

"Saya khawatir, jika imam perempuan membacakan kalimat 'Iyyaka na’budu wa-iyyaka nasta’in', akan mengganggu ekstase makmum laki-laki yang kala itu tengah membayangkan kehadiran Tuhan karena indahnya suara imam, sehingga yang hadir dalam bayangan makmum ialah tubuh dan paras imamnya sendiri," jelas Sofi menceritakan pandangan Prof Huzaemah kepada NU Online pada Jumat (23/07/2021).

 

Selain itu, almarhumah juga sangat concern pada isu-isu HAM, tetapi tidak membuatnya larut dalam euforia untuk menerimanya sebagaimana adanya. Dalam banyak kesempatan, ia mengkritik draf Counter Legal Draft Kompilasi Hukum Islam (CLD-KHI). Pasalnya, ia menemukan inkonsistensi epistemologi hukum Islam yang digunakan. Selain itu, pandangan yang digunakan juga berbasis pendapat yang lemah secara metodenya.

 

Meskipun begitu, ia juga mendukung gerakan emansipasi wanita. Hal itu, menurutnya, tampak dari argumentasinya yang membolehkan hukuman berat bagi pelaku perkosaan, termasuk hukuman mati. Almarhumah, jelasnya, menganalogikan hal tersebut dengan tindakan muharib sebagaimana termaktub dalam Q.S. Al-Maidah ayat 33. Sebab, tindakan tersebut mengandung unsur perusakan (ifsad).


Oleh karena itu, ia mengatakan bahwa sosoknya jarang ditemukan di masa kini. Hal itu mengingat kecerdasannya yang berbasis pada pemertahanan orisinalitas teks kitab-kitab turats untuk membangun paradigma fiqh progresif (al-ashalah wat-tajdid), serta kiprahnya untuk terjun langsung di masyarakat sesuai bidang yang beliau tekuni.

 

"Sesuatu yang jarang kita temukan di era matinya kepakaran saat ini," ujar dosen IAIN Syekh Nurjati, Cirebon itu, meminjam pendapat Tom Nichols.

 

Kepakarannya dalam bidang perbandingan mazhab hukum Islam itu membuatnya berkesimpulan bahwa Islam sangatlah demokratis karena menekankan aspek keadilan. Hal itulah yang begitu mengesankan Mustolih Siradj, pengajar Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang pernah menjadi mahasiswanya.

 

"Menurut Bu Huzaimah, dari interaksi dan studinya selama bertahun-tahun, hukum islam sangat demokratis dan begitu memperhatikan aspek keadilan," kata Mustolih, Alumni Jurusan Perbandingan Madzhab dan Hukum (PMH) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 1999.

 

Mustolih juga menyampaikan bahwa almarhumah sampai akhir hayat konsisten dengan pandangan dan prinsip kelilmuannya. "Sebagai seorang pendidik, Bu Huzaemah juga memiliki kepekaan batin dan naluri penuntun. Naluri ini membimbing dan memotivasi murid-muridnya untuk terus berjuang melanjutkan studi ke jenjang paling tinggi," pungkasnya.

 

Biografi

Prof Huzaemah lahir di Donggala, 30 Desember 1946. Ia menempuh seluruh jenjang pendidikan tingginya di Universitas al Azhar Kairo, Mesir. Saat berpulang, ia menjabat sebagai Rektor Insititut Ilmu Al-Qur’an dan A'wan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).

 

Ia juga pernah menjabat sebagai Ketua Komisi Fatwa  Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan menjadi salah satu inisiator terbentuknya Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI.


Selain di IIQ, Prof Huzaemah juga tercatat sebagai Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Di kampus itu, ia pernah menjabat sebagai Ketua Jurusan Perbandingan Mazhab dan Hukum (PMH) dan Wakil Dekan I Fakultas Syariah dan Hukum.

 

Pewarta: Syakir NF
Editor: Kendi Setiawan