Obituari

TGH Anwar, Ulama Tegas dan Lurus dari Lombok

Rabu, 28 November 2018 | 13:30 WIB

TGH Anwar, Ulama Tegas dan Lurus dari Lombok

Masyarakat mengantar jenazah TGH Anwar ke pemakaman

Ribuan umat Islam dari berbagai daerah di Lombok Barat dan Kota Mataram terus berdatangan mendoakan dan mengantarkan TGH Muhammad Anwar bin Marzuki (MZ) ke tempat pemakaman keluarga yang masih berada dalam kompleks Pondok Pesantren Daarunnajah, Desa Duman, Kecamatan Lingsar, Lombok Barat, Selasa (27/11). 

TGH Anwar wafat Selasa (27/11), pukul 05.30 WITA di RSUP NTB. Menurut penuturan istrinya, Hj Rosdiana, almarhum dibawa ke RSUP Senin (26/11) sore karena tensi darahnya meningkat. Di rumah sakit sempat mengalami muntah-muntah. Pemakaman dilangsungkan pukul 16.30 WITA setelah putra tertuanya Hamdan Asburi Nasser yang menetap di Jakarta tiba.

TGH Anwar meninggalkan sembilan orang putra-putri yaitu Titin Nusrawati Zaiyyana, Hamdan Asburi Nasser, Auni Islihatun Diniyati, Lailin Fajriatun Mardiati, Laziza Iklima Khairatun, Fadli Ahmadi Fauzan, M.Tajun Thoyib, M. Sadid Faizin dan Haririn Hawarina. Delapan orang sudah berkeluarga.   

Satu persatu, termasuk yang datang berkelompok langsung melakukan shalat jenazah dan mendoakan. Mereka yang datang adalah baik yang mengenal beliau sebagai jamaah, para santrinya, sahabat dan teman perjuangan. Terhitung sejak pagi, ada 30 kali shalat jenazah berlangsung di Masjid Baiturrahman, Desa Duman.  

"Beliau itu orangnya tegas, lurus, teliti dan jreng,” kata TGH Hasanain Juwaini, sekretaris PB Nahdlatul Wathon (PBNW) Pancor saat melawat ke rumah duka. Ia berpesan kepada putra-putri almarhum supaya saling membantu dan bekerjasama untuk memajukan pondok pesantren yang ditinggalkan. 

Waktu TGH Anwar menjabat sebagai Ketua Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Provinsi NTB, TGH Hasanain yang juga Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Haramain Narmada ini ditunjuk sebagai sekretarisnya. 

Kesan serupa disampaikan oleh H Zainudin yang berasal dari Rensing, Sakra, Lombok Timur. "Beliau itu bukan saja menguasai empat mazhab tapi juga ilmu nahwu, syaraf, fiqih, hadits dan tafsir. Selain itu beliau juga mengikuti isu-isu Islam kontemporer,” kata pegawai negeri sipil (PNS) Kementerian Agama Kota Mataram ini.

"Tuan Guru itu orangnya enak diajak ngobrol dan diskusi. Bicara apa saja nyambung. Kata-kata beliau yang terus saya ingat, 'Seorang sopir tidak mungkin dipercaya menjadi sopir kalau dia tidak dianggap mampu menjadi sopir,'” tutur H Zainudin.

Ia mengatakan nasihat TGH Anwar itu ia dapatkan ketika ia berkonsultasi akan niatnya menjadi kepala madrasah.    

Suhaimi, penjaga kantor PW PPP NTB juga menuturkan kesannya tentang almarhum TGH Anwar. Ia mengenal TGH Anwar sejak muda karena diminta menjaga kantor PPP NTB sampai sekarang. 

“Beliau meminta saya tinggal di Kantor PW PPP sejak saya masih muda tahun 1982. Waktu itu saya diberikan gaji lima belas ribu rupiah. Setelah saya kawin saya diberi dua puluh ribu rupiah. Setelah itu terus dinaikkan. Orangnya walaupun tegas dan keras tapi perhatian kepada anak buah," kenang Suhaimi yang datang bersama istrinya ke rumah duka.

Istri Suhaimi juga menuturkan, “Tuan Guru itu kalau sudah datang waktu shalat, selalu minta disediakan dan rapikan tempat shalat. Beliau itu kemana-mana sering mampir ke kantor untuk shalat." 




TGH Muhammad Anwar, Pendiri dan Pengasuh Pesantren Darunnajah, Desa Duman, Kecamatan Lingsar, Lombok Barat meninggal dunia, Selasa (27/11). Almarhum meninggal dunia dalam usia 68 tahun, karena sakit yang ia derita sejak Ramadhan tahun ini.

TGH Muhammad Anwar adalah seorang tokoh NU NTB yang berpengaruh dan membina jamaah pengajian sampai ke pelosok-pelosok kampung. Sejak muda ia dikenal aktif di NU. 

Dalam banyak pertemuan dan diskusi, TGH Anwar terlihat kharismanya sebagai seorang tuan guru dan ulama yang kaya pengalaman, serta luas jaringan. TGH Anwar adalah sosok yang unik. Menyelesaikan sekolah formalnya di SMK Kusuma, Cakranegara, Kota Mataram, sebuah sekolah yang mayoritas siswanya beragama Kristen. Menurut cerita Tuan Guru Anwar ketika masih hidup, dia masuk SMK Kusuma ketika itu karena sekolah-sekolah umum sudah menutup pendaftaran siswa baru.

Ia terlambat mendaftar karena sempat tinggal beberapa lama di Bali, sehingga masuklah ia ke SMK Kusuma milik orang Kristen. Namun ia berhasil menjadi tuan guru dan membangun pesantren. (Yusuf Tantowi/Kendi Setiawan)


Terkait