Dalam menghadapi dampak virus Corona, suami dan istri harus sama-sama memiliki stok kesabaran dan keuletan yang memadahi.
Di tengah banyaknya orang gegeran meributkan penjelasan Pak Jokowi soal apa itu mudik dan apa itu pulang kampung dalam wawancara ekslusif oleh Najwa Shihab dan ditayangkan TVTrans7 pada 22 April lalu , saya malah lebih tertarik membahas apa itu mudik dan apa itu purik. Kedua kata ini secara leksikal ada sedikit kemiripan baik secara semantik maupun fonemik. Dalam hubungannya dengan virus Corona, kedua kata ini bisa bertalian.
Bagi saya penjelasan Pak Jokowi soal mudik dan pulang kampung sudah selesai dan bisa menjadi rujukan terutama setelah pakar lingusitik dari UI Prof. Dr. Rahayu Surtiati Hidayat menyatakan sependapat dengan Presiden bahwa mudik itu tidak sama dengan pulang kampung sebagaimana dijelaskan dalam kamus KBBI online pada arti kedua berikut ini: mudik/mu·dik/ v 2 cak pulang ke kampung halaman: seminggu menjelang Lebaran sudah banyak orang yang mudik. Jadi mudik adalah kata kerja dan ini sering dipakai dalam bahasa percakapan, yang artinya pulang ke kampung berkaitan dengan lebaran atau Idul Fitri.
Lalu apa beda mudik dengan purik?
Mudik itu seperti penjelasan Pak Jokowi, yaitu kegiatan pulang ke kampung halaman terkait dengan Idul Fitri. Tujuannya untuk berlebaran dengan orang tua atau silaturrahim dengan sanak saudara. Sedang pulang kampung itu sama dengan kegiatan kembali ke kampung halaman tetapi bisa dilakukan kapan saja yang tidak selalu ada hubungannya dengan Idul Fitri.
Kaitannya dengan penanganan wabah virus Corona, pembedaan makna antara mudik dan pulang kampung itu menjadi sangat penting sebab masing-masing memiliki implikasinya. Jika suatu daerah sudah diberlakukan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) seperti Jakarta, maka ada larangan mudik karena di tengah situasi ancaman virus Corona yang mewabah seperti sekarang ini, tidak mendesak untuk kembali ke kampung halaman sekedar berlebaran dengan orang tua.
Alasannya, orang mudik itu adalah orang yang sudah hijrah dan tinggal di kota bersama keluarga intinya dimana di saat lebaran mereka ingin mengunjungi keluarga besarnya di kampung. Sedangkan orang pulang kampung adalah orang yang bekerja di kota tetapi keluarga intinya ada di kampung. Jadi mereka hidup terpisah dengan anak-anak dan istri/suaminya. Orang semacam ini tidak dikenai larangan pulang ke kampung halaman selama mereka mematuhi aturan protokol karantina dan isiolasi di daerahnya.
Lalu apa itu purik?
Sebelum menulis ini saya mencoba bertanya kepada istri saya siapa yang berpotensi purik dalam kehidupan berumah tangga, istri atau suami? Istri saya menjawab purik itu artinya seorang istri pulang ke rumah orang tua karena merasa kecewa pada suami atau istilahnya ngambek atau tidak terima dengan perlakuan suami. Dalam kaitan ini Gus Baha' dalam pengajiannya yang divideokan lewat You Tube mengatakan lebih baik istri purik atau balik ke rumah orang tua dari pada belok ke rumah suami orang. “Itu pertanda istri yang pintar”, imbuhnya sambil tertawa lebar.
Mendengar keterangan itu saya sependapat bahwa penyebab istri ngambek biasanya adalah suami. Hal seperti ini sebagaimana dijelaskan dalam kamus KBBI online sebagai berikut: “purik/pu·rik/ v. pergi meninggalkan rumah karena marah (biasanya istri yang marah kepada suami)”. Jadi purik itu identik dengan istri. Jarang atau tidak pernah kita mendengar seorang suami purik. Kalau soal ngambek bisa saja seorang suami ngambek karena tidak kelegan, misalnya. Tapi kalau sampai purik itu aneh. Suami kok purik.
Di tengah berkecamuknya wabah virus Corona ini mungkin saja ada seorang istri purik karena beratnya masalah atau adanya kesulitan ekonomi yang tidak bisa diselesaikan dengan baik oleh suami atau oleh keduanya secara bersama. Misalnya yang terjadi di China, kebijakan isolasi dan lockdown membuat banyak orang menjadi pengangguran karena kehilangan pekerjaan dan penghasilan. Kondisi ini memicu munculnya KDRT dan perceraian (cnnindonesia.com, 01/04/2020). Akibat KDRT, istri bisa purik dan akhirnya menggungat cerai di pengadilan. Virus Corona memang teramat kecil tetapi efeknya teramat besar.
Artinya dalam menghadapi dampak virus Corona kedua belah pihak, yakni suami dan istri, harus sama-sama memiliki stok kesabaran dan keuletan yang memadahi. Urgensinya supaya mereka tetap rukun dan kokoh serta bahu membahu mengatasi berbagai kesulitan akibat wabah virus Corona. Dengan begitu, maka bahtera rumah tangga mereka tidak oleng kesana kemari hingga selamatlah semuanya dalam mengarungi gelombang kehidupan ini khususnya dari pagebluk virus Corona. Amin.
Muhammad Ishom, dosen Fakultas Agama Islam Universitas Nahdlatul Ulama (UNU Surakarta.