Dalam menetapkann 1 Dzulhijjah 1428 H Kerajaan Saudi mengacu pada keputusan Majelis Qadha' Al-A'la (Mahkamah Agung) Saudi Arabia. Keputusan Mahkamah agung Saudi Arabia itu berdasarkan laporan beberapa orang yang menyatakan melihat hilal pada hari Ahad sore 30 Dzulqo'dah 1428 H/9 Desember 2007 M. Keputusan Majelis Qadha' Al-A'la ini bisa dilihat di situs departemen penerangan kerajaan Saudi Arabia; http://www.spa.gov.sa/details.php?id=507991
Yang menjadi persoalan di sini adalah dasar rukyat yang menjadi acuan keputusan tersebut. Karena secara ilmiah pada hari Ahad 9 Desember 2007 di Makkah Al-Mukarromah Matahari terbenam pada jam 17:41:16 WSA, sedangkan bulan terbenam pada jam 17:15:12 WSA. Jadi bulan terbenam 26 menit sebelum matahari terbenam. Tinggi bulan pada saat maghrib di Makkah adalah -4° 50' yakni masih dibawah horison/ufuk. Ijtimak baru terjadi pada pukul 20:41 WSA.
<>Perhitungan hisab dibangun berdasarkan pengamatan estafet 500 tahun lebih dengan beberapa kali mengalami koreksi sehingga menghasilkan algoritma yang akurat, dengan toleransi kesalahan yang semakin rendah. Ini terbukti dengan akurasinya dalam memprediksi gerhana, baik Bulan maupun Matahari dengan kesalahan perhitungan tidak lebih dari 2 menit. Keakurasian hisab ini penulis buktikan sendiri ketika gerhana matahari total 11 Juni 1983. Kemudian 18 maret 1988, 11 September 1988, 24 Oktober 1995, 22 Agustus 1998, 16 Februari 1999, Kemudian gerhana 11 Juni 2002 walaupun terlihat akhirnya saja. Kemudian 04 Desember 2002 serta puluhan kali gerhana bulan. Bahkan sejak tahun 2000 M. beberapa kali gerhana bulan terdokumen dalam rekaman video.
Yang menjadi pertanyaan : "Benarkah hari Ahad sore 30 Dzul Qo'dah 1428 H/9 Desember 2007 M. Hilal bisa dilihat dari wilayah Saudi?"
Mungkinkah perhitungan hisab yang semakin akurat, teranulir oleh kesaksian rukyat hilal di wilayah Saudi Arabia, sementara wilayah yang lainnya dengan bantuan teleskop dan peralatan yang memadai tidak berhasil melihat hilal?.
Pertanyaan ini perlu diajukan, karena secara ilmiah, kedudukan bulan pada hari itu masih dibawah horison. Asumsi ahli hisab ini diperkuat dengan observasi dari ahli hisab yang tergabung dengan ICOP (Islamic Crescent' Observation Project) yang melakukan rukyat hilal satu hari berikutnya yakni pada hari Senin 10 Desember 2007. Dari anggota ICOP yang tersebar di seluruh dunia tidak ada yang berhasil melihat hilal kecuali Tanzania dan Afrika Selatan yang berhasil melihat hilal dengan bantuan teleskop binocular.
Mestinya kalau hilal benar-benar terlihat di Saudi pada hari Ahad malam Senin 9 Desember 2007 maka malam Selasa, 10 Desember 2007 adalah malam kedua dan tentunya ketinggian hilal lebih dari 12 derajat. Dengan ketinggian hilal diatas 12 derajat tentu hilal mudah dilihat walupun dengan mata telanjang, tapi kenyataannya hilal hanya terlihat di benua Afrika, itupun dengan menggunakan teleskop, bukan dengan mata telanjang seperti di Saudi Arabia. Walaupun tinggi hilal pada hari Senin secara hisab 05° 08' akan tetapi relatif silau untuk bisa diamati dengan mata telanjang karena elongasi bulan dengan matahri yang hanya 4° dengan iluminasi hilal 0,6%.
Kalau memang saksi yang melihat hilal di Saudi itu bisa dipercaya maka kemungkinan besar obyek yang terlihat itu bukan hilal yang menjadi bagian dari bulan/qomar, akan tetapi potongan awan yang terbias oleh sinar matahari sehingga membentuk seperti hilal. Karena terobsesi oleh keinginannya yang tinggi untuk melihat hilal, akhirnya terhalusinasi oleh potongan awan dan menyimpulkannya sebagai hilal.
Kontroversi awal bulan Hijriah di Saudi tidaklah sekali ini, dalam catatan sejarah puluhan kali Saudi menetapkan awal bulan berdasarkan rukyat yang salah secara ilmiah. Seperti keputusan Saudi atas 1 Ramadhan 1403 H. yang jatuh pada hari Sabtu 11 Juni 1983 dengan berdasarkan kesaksian rukyat hilal pada hari Jum'at malam Sabtu 10 Juni 1983.
Pada malam Sabtu matahari terbenam pada pukul 19:05 WSA dan bulan terbenam pada pukul 18:22 WSA jadi hilal terbenam 43 menit sebelum matahari terbenam. Tinggi hilal pada saat maghrib -8° 53' alias jauh dibawah ufuq.
Kesalahan rukyat Saudi itu terbukti dengan terjadinya gerhana matahari total di Indonesia esok harinya pada pukul 09:55-13:17 WIB. Kita semua tahu bahwa gerhana adalah proses ijtimak bulan, matahari dan bumi. Gerhana matahari terjadi karena sinar matahari tertutup oleh bulan pada saat ijtimak/konjungsi. Lalu hilal yang terlihat di Saudi pada malam Sabtu itu hilal yang mana. Sementara ijtimak baru terjadi esok harinya dengan bukti terjadinya gerhana matahari di wilayah Indonesia.
Hisab versus Rukyat
Hilal atau bulan bukanlah sesuatu yang ghaib dan beredarnya juga tidak serampangan, bulan beredar dengan teratur didalam garis edarnya dan tidak meloncat kesana-kemari. Firman Allah dalam Al-Qur'an :
وَالْقَمَرَ قَدَّرْنَاهُ مَنَازِلَ حَتَّى عَادَ كَالْعُرْجُونِ الْقَدِيمِ. لَا الشَّمْسُ يَنبَغِي لَهَا أَن تُدْرِكَ الْقَمَرَ وَلَا اللَّيْلُ سَابِقُ النَّهَارِ وَكُلٌّ فِي فَلَكٍ يَسْبَحُونَ
Dan telah Kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga (setelah dia sampai ke manzilah yang terakhir) kembalilah dia sebagai bentuk tandan yang tua. Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malampun tidak dapat mendahului siang. Dan masing-masing beredar pada garis edarnya. (Yasin: 39-40)
Dalam ayat lain disebutkan :
الشَّمْسُ وَالْقَمَرُ بِحُسْبَانٍ
Matahari dan bulan (beredar) menurut perhitungan. (Ar-Rahman: 5)
Kesalahan dalam menyimpulkan hilal itu tidak hanya terjadi di Saudi Arabia saja. Halusinasi hilal, beberapa kali mewarnai rukyat di tanah air. Awal Syawal 1428 H. yang barusan berlalu, tim rukyat dari Al-Fitrah Surabaya mengklaim melihat hilal di pantai Metenteng/Petenteng Bangkalan. Menurut hisab tinggi hilal saat maghrib 11 Oktober 2007 M. Dari markas tersebut -0° 27' alias piringan bagian bawah bulan sudah dibawah ufuq. Klaim ini terbantah, karena esoknya tanggal 12 Oktober 2007 tim rukyat NU Gresik berhasil melihat hilal dan terrekam dengan kamer digital. Hilal teramati sekitar pukul 17:31 akan tetapi belum sempat mencatatnya. Data hilal baru bisa dicatat pada pukul 17:33:03 WIB ( 8 menit 30 detik setelah maghrib) posisi hilal saat itu, Azimut 254° 38' 53" Tinggi dari zenit 82° 04' 40" atau 7° 55' 20" dari ufuk haqiqi (bukan ufuk mar'i). Dengan tinggi hilal tersbut maka satu hari sebelumnya berarti hilal masih dibawah ufuk.
Kenapa hasil rukyat sering kali berbeda dengan perhitungan hisab? Rukyat yang cermat tidaklah akan berbeda dengan hisab yang akurat. Akan tetapi kenyataan dilapangan, pelaku rukyat yang cermat tidak lebih dari 10%. Berbedanya rukyat dengan hisab karena kenyataan dilapangan, rukyat dilakukan dengan 'asal rukyat' yakni tidak didukung dengan alat-alat pendukung yang memadai, misalnya jam, alat ukur ketinggian dan azimut, ini mengakibatkan rukyat tidak fokus ke sasaran sehingga pandangan kemana-mana, sehingga awanpun dianggap hilal.
Bagaimana dengan hadits berikut ini?.
جَاءَ أَعْرَابِيٌّ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ إِنِّي رَأَيْتُ الْهِلَالَ قَالَ أَتَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ أَتَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ قَالَ نَعَمْ قَالَ يَا بِلَالُ أَذِّنْ فِي النَّاسِ أَنْ يَصُومُوا غَدًا (سنن أبو داود 1993, سنن الترمذي 627,مسند أحمد 188, سنن الدارمي 1745)
Seorang badui (orang pedalaman) datang menghadap Nabi kemudian berkata: "Saya telah melihat hilal" maka nabi bertanya "Apakah kamu bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah?". Maka badui menjawab, "Ia". Kemudian nabi memerintah sahabat Bilal untuk memberitahukan kepada umat untuk berpuasa esok harinya.
Pada saat itu tingkat kebohongan seseorang cukup rendah sehingga dalam mengukur al-adalah seseorang, Nabi hanya mempertanyakan aqidah orang tersebut, Iman atau tidak? Karena pada saat itu iman terhadap Allah serta rosulnya sudah cukup dijadikan dalil kredibelnya seseorang.
Dalam rana fiqh yang ada sa’at ini, syarat untuk bisa diterima kesaksiannya dalam melihat hilal hanyalah al-adalah (kredibel). Syarat tunggal ini mengakibatkan banyaknya kasus rukyat hilal tidak bisa diterima kalangan cendikiawan karena tidak adanya bukti empirik yang bisa dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Pada saat ini tingkat kebohongan seseorang cukup tinggi dibanding pada zaman Nabi. Menganggap seseorang itu adil tidak cukup untuk dijadikan patokan untuk menerima mentah-mentah hasil rukyatnya. Jika kesaksiannya tidak sesuai dengan sains maka wajib ditolak.
Contoh: Klaim seseorang yang telah melihat hilal, padahal menurut hisab hilal jauh dibawah ufuk.
Atau melihat hilal di ufuk timur. Walaupun secara tekstual syarat-syarat itu tidak ada didalam hadits, tetapi sudah menjadi sunnatullah bahwa hilal akhir bulan, posisinya tidak di ufuk timur, akan tetapi di ufuk barat. Siapapun orangnya kesaksian tersebut tidak bisa diterima, karena tidak bisa dinalar dengan akal sehat. Al-Qur'an dan Al-Hadits tidak mungkin bertolak belakang dengan sains dan teknologi.
Puasa Arafah
Ketentuan awal bulan, termasuk bulan Dzulhiijjah menurut Islam adalah terlihatnya hilal/crescent, bukan munculnya planet maupun bintang. Firman Allah dalam Al-Qur'an :
يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْأَهِلَّةِ قُلْ هِيَ مَوَاقِيتُ لِلنَّاسِ وَالْحَجِّ
Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: "Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji." (Al-Baqoroh 189)
Rasulullah SAW bersabda :
عَهِدَ إِلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ نَنْسُكَ لِلرُّؤْيَةِ فَإِنْ لَمْ نَرَهُ وَشَهِدَ شَاهِدَا عَدْلٍ نَسَكْنَا بِشَهَادَتِهِمَا (سنن أبي داود
Rasulullah SAW telah berpesan kepada kami agar kami menunaikan ibadah haji berdasarkan ru’yat (hilal Dzulhijjah). Jika kami tidak bisa menyaksikannya, kemudian ada dua saksi adil (yang menyaksikannya), maka kami harus mengerjakan manasik berdasarkan kesaksian mereka. (HR Abu Dawud)
رُوِيَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ : صَوْمُكُمْ يَوْمَ تَصُومُونَ ، وَأَضْحَاكُمْ يَوْمَ تُضَحُّونَ ، وَعَرَفَتُكُمْ يَوْمَ تَعْرِفُونَ.(الكساني فى بدائع الصنائع فى ترتيب الشرائع, 4/374),( تبيين الحقائق, 5/172),(فتح القدير,6/209)
"Puasa kalian adalah hari di mana kalian berpuasa, Idul Adha kalian hari di mana kalian beridul Adha dan 'Arafah kalian hari di mana orang wukuf di 'Arafah" (Bada'i' as-Shana'i' [juz 4: No.374]; Tabyinul Haqooiq [juz 5: No. 172]; Fathul Qodir [Juz 6, no. 209])
Ijma' ulama sepakat bahwa penentuan awal bulan hijriyah termasuk bulan Dzul Hijjah adalah dengan adanya hilal seperti termaktub dalam Al-Qur'an dan Al-Hadits. Kita semua juga sepakat bahwa hari Arafah adalah ketika jama'ah haji melakukan wuquf di Arafah yakni tangal 9 Dzul Hijjah seperti tersirat dalam hadits fi'liyah Nabi yang ketika melakukan wuquf di Arafah adalah tanggal 9 Dzulhijjah
Bagaimana kalau jamaah haji wuquf di Arafah tidak pada tanggal 9 Dzul Hijjah?. Misalnya wuquf di Arafah pada tanggal 7 Dzul Hijjah.
Maksud dari hadits diatas tidaklah bisa disederhanakan dengan "Puasa Arafah adalah ketika jamaah haji wuquf di padang Arafah", dengan tanpa mengindahkan tanggal Hijriyah secara syar'i.
Karena keadaan bumi yang bundar maka penentuan awal bulan, termasuk bulan Dzulhijjah adalah sesuai dengan mathla'nya masing-masing. Jadi bukan karena posisi jamaah haji saat di padang Arafah, karena kalaupun kita mengacu pada saat jama'ah haji di padang Arafah, pada kenyataannya kalau posisi kita berada di Hawai maka saat kita mulai berpuasa, jamaah haji mulai meninggalkan padang Arafah.
Misalnya kita mengikuti ketetapan Saudi, maka waktu wuquf di Arafah adalah hari Selasa, tanggal 18 Desember 2007. Itu berarti mulai jam 12:22 WSA (awal waktu dhuhur) sampai tengah malam waktu Saudi yakni jam 23:39 WSA. Kemudian pada saat jamaah haji memasuki padang Arafah, di Hawai hari Senin jam 23:22 kemudian pada saat umat Islam di Hawai mulai puasa Arafah jakni jam 06:26, jam di Saudi menunjukkan jam 19:26 WSA dan jamaah haji mulai meninggalkan Arafah, jadi saa't umat islam di Hawai masih menjalankan ibadah puasa, jamaah haji sudah meninggalkan padang Arafah.
Komite Hilal
Diantara tempat-tempat ibadah milik umat islam sebagian besar berada di wilayah Saudi Arabia. Kesalahan kebijakan pemerintah Saudi Arabia yang menyangkut hal-hal peribadatan sedikit banyak mempengaruhi umat islam pada umumnya. Termasuk kebijakannya dalam menentukan awal bulan hijriah. Perlu kiranya dibentuk sebuah komite khusus untuk melakukan klarifikasi ke pemerintah Saudi Arabia, untuk mempertanyakan definisi-definisi hilal serta metode rukyat yang dijadikan patokan mereka. Dan kalau perlu kita mendesak pemerintah Saudi Arabia untuk membuka diri dalam penentuan awal bulan hijriah dengan melibatkan negara-negara islam laninya.
Rukyat Global
Persatuan Islam adalah dambaan semua orang Islam. Termasuk dalam rangkah persatuan tersebut, akhir-ahir ini berkembang wacana penyeragaman puasa dan hari raya. Ide ini pada intinya sangat bagus, namun sayangnya, penyeragaman kadang tak difahami hakikatnya, yang seolah-olah perbedaan hanya beda waktu antara satu tempat dan tempat lain yang menjadi faktor penentu dalam bedanya penampakan hilal. Bila itu yang terpikirkan, solusinya pun hanya mendasarkan pada masalah beda waktu. Keadaan bumi kita yang bulat dan adanya batas tanggal Internasional sehingga mengakibatkan perbedaan hari kadang luput dari perhatian.
Misal: Anggaplah klaim rukyat di Saudi pada hari Ahad 9 Desember 2007 itu benar, kemudian seluruh dunia mengikuti rukyat di Saudi, maka bagaimana dengan umat Islam yang di Hawai yang pada saat itu masih hari Sabtu pagi. Apakah mengikuti Saudi juga dengan konsekwensi bulan sebelumnya hanya 28 hari?
Dengan rukyat global maka hampir dalam setiap 1 bulan selalu ada wilayah yang umur bulannya kurang dari 29 hari karena awal bulan berikutnya mengikuti rukyat wilayah lain yang berhasil rukyat dan secara hisab di wilayah lain tersebut memang hilal sudah wujud.
Dengan realitas bumi yang bundar ini mustahil kita bisa menyatukan hari raya dalam hari dan tanggal yang sama. Itu baru bisa terrealisikan ketika bumi kita ini didatarkan sehingga terbit atau terbenam matahari dan bulan terjadi dalam priode waktu yang sama. Dengan perbedaan hari raya bukan berarti perpecahan diantara umat Islam. Perbedaan itu wajar karena bumi yang kita tempati ini adalah bundar adanya.
Akhirnya perbedaan puasa, hari raya Idul Fitri dan Adha adalah sebuah keniscayaan. Kita tidak bisa memungkiri perbedaani ini. Kita berharap berbedaan ini tidak menyebabkan perpecahan umat islam. Tasamahna Fimahtalafna, Saling menghargai didalam perbedaan kita, alias, sepakat untuk berbeda. Perbedaan itu indah, seperti taman yang beraneka bunganya. Semakin banyak ragam bunganya, semakin indah dipandangnya.
Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
Staf Lajnah Falakiyah NU Gresik;
Anggota Rukyat Hilal Indonesia (RHI)