Oleh: Guntur Pribadi *
Ada yang menarik hampir setiap tahun dalam kehidupan masyarakat kita di akhir bulan Ramadhan. Seperti dapat dilihat, mendekati hari raya Idul Fitri, masyarakat di negeri ini di samping ada yang lebih konsentrasi meningkatkan grafik ibadahnya, di sisi lain ada pula yang bergelut dengan kesibukan persiapan pulang kampung atau mudik.
Aktivitas mudik di negeri ini memang telah menjadi tradisi menjelang hari raya keagamaan. Tidak saja umat Islam, umat-umat keagamaan lainnya pun ketika menjelang hari raya lebih banyak memilih pulang kampung dan berkumpul dengan keluarga.
Tradisi pulang kampung menjelang hari raya Idul Fitri adalah potret yang setiap tahun akan selalu dapat dilihat di negeri ini. Mudik dan berkumpul dengan keluarga adalah kehidupan yang sangat berharga. Bahkan, jauh hari sebelum Lebaran pun rencana pulang kampung telah dipersiapkan agar dapat bersilaturahmi dengan keluarga besar.
Bukan saja masyarakat yang sibuk dengan aktivitas mudiknya, pemerintah pun juga setiap tahunnya akan disibukan dengan pengamanan dan pelayanan arus mudik oleh masyarakat yang pulang kampung.
Tampaknya memang berLebaran bersama keluarga bagi masyarakat kita adalah momentum yang banyak orang untuk tidak melewatinya. Dan itu dilakukan hampir setiap umat beragama di negeri ini. Karena itu pula, pulang kampung pun menjadi pilihan agar dapat berkumpul dan bersilaturahmi dengan keluarga, saudara, dan sahabat.
***
Melihat gambaran kehidupan masyarakat yang disibukan dengan tradisi mudik menjelang Lebaran tentunya ini bukan sesuatu yang terkonstruksi begitu saja. Aktivitas mudik hingga tampak seperti telah menjadi tradisi semacam itu bila ditelusuri dalam waktu-waktunya, boleh jadi, adalah memang kegiatan yang telah lama dan biasa dilakukan oleh bangsa ini.
Bangunan kehidupan sosial masyarakat negeri ini yang dikenal heterogen dengan keragaman suku, bahasa, budaya, dan agama, menjadi identitas yang tidak dapat dilepaskan pada lokalitas-lokalitas masyarakat itu berasal. Sehingga ketika hidup dalam perantauan sekalipun, emosional untuk kembali ke kampung halaman terkadang sulit untuk dibendung.
Selain itu pula, apresiasi momentum keagamaan ketika Lebaran sedang berlangsung adalah saat-saat setiap umat mengalami tingkat interaksi sosial yang tinggi. Dari suasana itu kemudian terjadi pula pertukaran arus informasi dan pengalaman, yang sadar atau tidak sadar, tentu saja akan memiliki pengaruhnya pada perubahan-perubahan sosial.
Tak jarang, misalnya, seseorang yang pulang ke kampung halamannya membawa kabar gembira dengan pengalaman-pengalaman di kota untuk disampaikan pada keluarga dan sahabat. Dari informasi pengalaman itulah tanpa disadari kemudian berpengaruh terhadap keinginan orang kampung untuk mencoba pula pengalaman yang sama. Karena itu, tidak heran oleh kita, setelah Lebaran potret arus balik meningkat dengan banyaknya masyarakat yang kemudian mencoba mendapatkan pengalaman kehidupan di kota.
***
Lebaran, bagi umat Islam, tidak saja menyiratkan sekadar aktivitas perayaan keagamaan. Akan tetapi, Lebaran juga memiliki substansi akan pentingnya upaya mempererat ikatan persaudaraan dalam konteks kehidupan bersilaturahmi.
Islam sebagai agama tidak saja memberikan tuntunan pada umatnya soal pentingnya hubungan manusia dengan Tuhan, tetapi juga mengajarkan betapa sangat pentingnya manusia sesama manusia membangun tali silaturahmi sebagai cara meningkatkan kualitas kehidupan komunikasi umat.
Dalam keseharian hidup manusia, tak jarang salah paham, pergesekan, dan pertentangan membuat hubungan manusia menjadi renggang. Terkadang hanya mempertahankan keserakahan dan kepentingan, hubungan keluarga, persaudaraan, persahabatan, pun menjadi tak berharga, bahkan terputus.
Pada kondisi-kondisi hubungan manusia yang tak harmonis setelah mengalami pertentangan dan gesekan. Suasana Lebaran adalah ruang yang tepat dan efektif, yang memberikan kesempatan-kesempatan kepada siapapun untuk melakukan evaluasi diri dan sekaligus memperbaiki kembali hubungan sesama manusia.
Islam sendiri pun dalam hal hubungan sesama manusia dalam risalahnya sangat memperhatikan akan pentingnya menjaga kebersamaan dan persaudaraan. Karena itu, menyambung tali silaturahmi dalam ajaran Islam adalah sangat penting. Ajaran tersebut tidak saja menyiratkan soal praktek ibadah sosial. Lebih dari itu, silaturhami juga sebagai media dalam membangun dan menjalin komunikasi umat dalam konteks kebersamaan.
Sebab itu, seperti kita tahu, Nabi SAW pun menganjurkan agar umatnya menjaga dan menyambung tali silaturahmi sebagai manifestasi menjalankan perintah agama. Seperti dikatakan dalam hadisnya Tidak akan masuk surga orang yang memutus hubungan kerabat (famili). (Bukhari dan Muslim). Larangan tersebut tentu saja memiliki nilai substansi betapa sangat pentingnya menyambung hubungan silaturahmi.
Tak hanya itu saja, Nabi SAW juga dalam haditsnya menerangkan di antara hikmah silaturahmi itu adalah dapat meningkatkan kualitas kehidupan umat. Sebagaimana disebutkan Barangsiapa yang ingin diluaskan rizkinya dan dilanjutkan umurnya, maka hendaknya menyambung hubungan famili (kerabat). (Bukhari dan Muslim)
Dari itulah, pulang kampung pada momentum Lebaran kemudian menemukan arti pentingnya pada konteks konstruksi membangun hubungan tali persaudaraan, keluarga, dan persahabatan. Di sadari atau tidak, tentu tidak ada di antara kita tanpa mengalami interaksi yang stabil-stabil saja. Silaturahmi bukan saja dapat menjadi media pencair komunikasi. Lebih dari itu, silaturahmi juga merupakan ruang bagi manusia dalam meningkatkan kualitas dan produktivitas kehidupannya.
* Penulis adalah Pegiat Lembaga Bantuan Hukum dan Alumni UIN Sunan Ampel Surabaya