Wakil Ketua Komisi II Buka Opsi Revisi UU Pemilu Tanpa Revisi UU Pilkada
Rabu, 24 Februari 2021 | 10:45 WIB
Jakarta, NU Online
Wakil Ketua Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Luqman Hakim menegaskan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB) menginginkan revisi UU Pemilu dan menolak revisi Undang-undang (UU) Pilkada.
"Sejak awal posisi PKB seperti itu, menginginkan revisi Undang-undang Pemilu dan menolak revisi UU Pilkada," katanya, sebagaimana dilansir pkb.id pada Selasa (23/2).
Keinginan PKB untuk merevisi UU Pemilu, menurutnya, dilatarbelakangi perlunya membenahi kekurangan dalam pelaksanaan Pemilu 2019. Setidaknya, PKB menilai ada dua aspek dari perlunya revisi UU Nomor 7 Tahun 2017 ini, yakni aspek prosedural dan aspek substansi legislasi.
Lebih lanjut, Luqman juga menjelaskan bahwa harus ada kesepakatan pemerintah dan DPR agar revisi UU Pemilu dapat dijalankan dari sisi tata cara dan pemesanan. Namun, lanjutnya, pemerintah telah menyatakan tidak bersedia untuk membahas revisi UU Pemilu lantaran tengah fokus penuh mengatasi pandemi Covid-19 dan ekonomi nasional.
Sebagai bagian dari koalisi, PKB mendukung keputusan pemerintah tersebut. Meski begitu, ia menyebut PKB siap jika pemerintah sudah bersedia membahas revisi UU Pemilu.
"PKB pada membahas siap membahas revisi UU Pemilu bersama pemerintah dan fraksi-fraksi lain di DPR," kata Anggota Parlemen Daerah Pemilihan Jawa Tengah VI itu.
Dari substansi materi legislasi, PKB memiliki sembilan alasan perlunya merevisi UU Pemilu , berkaca dari pelaksanaan Pemilu Serentak 2019. Mulai dari petugas yang menjadi korban korban; praktik politik uang; kegagalan pemilu sistem presidensialisme, aturan pemilu yang belum cukup memberikan afirmasi kepada perempuan.
Kemudian, revisi UU Pemilu belum membina kewajiban anggota legislatif di daerah pemilihan, aturan pesanan daerah pemilihan yang belum mewujudkan keadilan representasi kursi di DPR, dan perlunya reformasi aturan pembiayaan untuk peserta pemilu agar tepat manfaat dan sasaran. Penggunaan sistem pemilu proporsional juga perlu dievaluasi. Tata teknologi untuk pelaksanaan pemilu juga belum diatur.
Pewarta: Syakir NF
Editor: Fathoni Ahmad