Ahlussunnah wal Jamaah (aswaja) adalah paham yang diikuti oleh mayoritas umat Islam dengan berpedoman pada rumusan akidah Imam Abul Hasan Al-Asyari (w. 324 H), dan Imam Abu Manshur Al-Maturidi (w. 333 H). Syekh As-Safarayni Al-Hanbaly dalam Al-Lawami’ menambahkan Al-Atsariyah sebagai bagian dari keluarga besar Ahlussunnah wal Jamaah, yaitu para pengikut Imam Ahmad bin Hanbal.
Kaum Salafi Wahabi, yang adalah para pengikut manhaj Syekh Abdul Wahhab mendaku sebagai bagian dari Al-Atsariyah ini. Pengakuan inilah yang dikritik oleh penulis buku dengan tebal 410 halaman ini.
Buku yang ditulis kiai muda yang dikenal ahli debat, ahli fiqih dalam forum bahtsul masail, serta pemerhati kajian ulumul hadits ini menjelaskan kepada kita posisi akidah Ahlussunnah wal Jama'ah yang sesungguhnya.
Dengan demikian dalam buku ini dikemukakan pandangan banyak ulama dalam mazhab Hanbali, bahkan termasuk Imam Ahmad bin Hanbal yang justru menegasikan klaim kaum Salafi wahabi tersebut.
Buku ini oleh penulisnya disebut sebagai buah karya yang paling menguras pikiran, setelah hampir membenarkan akidah Salafi akibat membaca salah satu kitab kritikan ulama mereka terhadap akidah Asy'ariyah. Buku ini menjawab kritikan ulama salafi tersebut dengan argumentasi yang meyakinkan.
Topik pembahasan dalam buku ini dibagi menjadi tiga. Pertama, tentang hujjah-hujjah tafwidh dan ta'wil sifat khabariyah dan jawaban atas akidah itsbat makna zhahir 'ala Salafi yang menjadi sumber keyakinan Allah serupa dengan makhluk.
Kedua, tentang jawaban dan penjelasan ayat dan hadits Nabi yang seakan-akan Allah memiliki arah di atas sebagaimana keyakinan Salafi.
Ketiga, tentang masalah-masalah akidah yang diperdebatkan seperti hukum mengatakan Allah berada di atas, mengapa sifat wajib Allah dirumuskan 20 saja, polemik sifat kalam Allah, polemik hadits ahad dalam akidah, kritik terhadap tauhid tiga, polemik ilmu kalam, betulkah ulama Ahlussunnah bertobat dari ilmu kalam, penjelasan tiga fase Imam Abul Hasan Al-Asy'ari, fiqih As-Syafi'i tetapi akidah As-Asy'ari, metode pendalilan madzhab Asy'ariyah, Allah wujud tanpa tempat dan arah, dan lain-lain.
Dalam buku ini, pembaca benar-benar akan diajak menjelajah pembahasan akidah sifat Allah secara luas dengan rujukan-rujukan ilmiah yang lengkap. Sekali lagi, buku ini kembali membuktikan bahwa akidah Asy'ariyah dan Maturidiyah, akidah mayoritas ulama Islam, benar-benar sejalan dengan akidah Ahlussunah wal Jama'ah dari kalangan salaf dan akidah Salafi yang mengklaim diri sebagai pengikut salaf justru menyelisihinya.
Membuka tema akidah salaf, penulis buku ini mengemukakan tiga varian umat Islam dalam memahami akidah sifat khabariyah.
Pertama adalah kelompok Ahlussunnah wal Jamaah yang berlaku moderat dan adil. Dalam Ahlussunnah wal Jamaah dikenal dua pendekatan, yaitu tafwidh, yakni sifat yang termaktub di dalam Al-Qur'an maupun hadits yang menunjukkan seolah-olah sama antara Allah dan makhluk maka sifat tersebut diserahkan maknanya dan disesuaikan dengan keagungan dan kemahatinggian Allah, tanpa menetapkan maknanya. Semisal Istiwa', maka Allah Istawa dengan Istiwa' yang selayaknya bagi Allah tanpa menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya. Inilah yang dikenal dengan mazhab Salaf (bukan Salafi).
Berikutnya adalah takwil, dengan maksud bahwa ayat-ayat Al-Qur'an dan sunnah yang menunjukkan seolah sama dengan makhluk maka ditakwil, misalnya istiwa' tersebut ditakwil bahwa Allah menguasai Arsy. Mata Allah ditakwil dengan Rahmat Allah. Tangan Allah ditakwil dengan kekuasaan Allah. Allah tertawa ditakwil dengan ridla Allah. Allah fis sama' ditakwil bahwa Allah Maha Tinggi derajatnya bukan tempat dan arah. Sebab dengan tafwidh dan takwil tersebut, kita telah memahasucikan Allah dari keserupaan dengan makhluk-Nya.
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ البَصِيرُ
Artinya, "... Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dialah yang Maha Mendengar dan Melihat." (Ash-Shūraá ayat 11).
Inilah mazhab yang kita ikuti dalam Akidah Asy'ariyah. Yang pertama atau kedua adalah Ahlissunah wal Jamaah.
Kedua, kelompok yang meyakini zahir ayat dan hadits lalu menetapkan maknanya. Istawa oleh mereka diyakini bahwa “Allah Istawa” di langit dan atas Arsy dengan arti “bersemayam,” meskipun mereka berkilah bersemayamnya tidak sama dengan makhluk. Anehnya mereka mengklaim keyakinan ini sebagai Mazhab Salaf, padahal kita tahu ulama Salaf tidak menetapkan makna.
Demikian pula dengan sifat yang lain, menurutnya mereka menetapkan sifat yang Allah sendiri menetapkan sehingga menurut mereka Allah bertangan tetapi tidak sama dengan tangan makhluk. Allah mempunyai mata tetapi tidak sama dengan mata makhluk. Allah memiliki wajah tetapi tidak sama dengan makhluk. Dan seterusnya. Subhanallah 'amma yashifun. Di buku inilah semua dibahas tuntas.
Ketiga, kelompok muaththilah dari mazhab Muktazilah, Jahmiyyah dan lain-lain yang menihilkan Allah dari sifat-sifat yang telah ditetapkan Allah dalam Quran dengan alasan potensi tasybih dan tajsim. Mereka ini menomorsatukan akal dan takwilnya cenderung pada tahrif (mengubah makna).
Hadirnya buku ini melengkapi jawaban para ulama Ahlussunnah wal Jamaah dalam menjawab kerancuan kaum Salafi Wahabi.
Kiprah penulisnya yang dikenal banyak menjelaskan Aswaja dan firqah di luar Aswaja di Malaysia ini adalah bagian data bahwa penulisnya adalah seorang yang sangat menguasai tema-tema perdebatan seputar akidah salaf, menyajikan data justru dari ulama yang biasa dijadikan rujukan oleh kaum salafi wahabi, dan kitab-kitab yang biasa mereka rujuk, dan menjelaskankannya dengan cara yang sistematis dan argumentatif. Rujukan ratusan kitab-kitab dalam bahasa Arab tersajikan pula dalam daftar pustaka, sebanyak delapan halaman.
KH Yusuf Suharto, peresensi adalah pengurus Aswaja NU Center Jatim dan dosen pada salah satu universitas di Jombang.
Identitas Buku:
Judul : Klaim Dusta Salafi Wahabi tentang Akidah Salafi
Penulis : Nur Hidayat Muhammad
Ukuran : 15,5x23 cm
Tebal : 422 hal (xii + 410)