Kitab I'lamus Sajid bi Ahkamil Masajid: Mengetahui Hukum Masjid Secara Lengkap
Rabu, 7 Februari 2024 | 22:00 WIB
Sebagai tempat yang sakral dan suci umat Muslim, masjid mendapat perhatian yang lebih dari para cendekiawan Muslim. Tidak terkecuali pengarang kitab I'lamus Sajid bi Ahkamil Masajid.
Kitab ini merupakan karya pertama ulama Islam yang membahas perihal masjid secara khusus. Kemudian disusul dengan karya-karya ulama Muslim lainnya, diantaranya Tuhfatur Raki’ was Sajid fi Ahkamil Masajid karangan Abu bakar al-Jiro’i (w. 883 hijriah).
Ada juga karangan Muhammad bin Abi bakar Al-Ala’i Al-Hanbali yang berjudul Ittihafus Sadatil Amajid bi Ahkamil Masajid. Ulama kontemporer juga tak ketinggalan, seperti Khairuddin Wanili (w.2004 M) dengan karyanya Al-masjid fil Islam wa Ahkamuh.
Pengarang kitab I'lamus Sajid bi Ahkamil Masajidini adalah Imam Zarkasyi. Dijuluki Zarkasyi karena pekerjaan yang ditekuni beliau adalah membuat zarkas, yaitu pakaian yang disulam menggunakan emas. Beliau merupakan pakar mazhab Syafi’i, ahli hadits, ushul, dan bahasa.
Baca Juga
Ini Lafal Niat Shalat Tahiyyatul Masjid
Masa kecil beliau dihiasi dengan ilmu pengetahuan, diisi dengan perjalanan mencari ilmu. Itu semua tercermin dalam pengembaraan beliau, dimulai dari Mesir sebagai tanah kelahirannya, berpindah ke Halb, dan berlabuh di Damaskus.
Hingga akhirnya di umur 49 tahun beliau wafat, tepatnya tahun 794 hijriah. Beliau mewariskan karya-karya fenomenal, salah satunya ialah kitab yang menjadi fokus kita kali ini.
Kitab I'lamus Sajid bi Ahkamil Masajid sendiri dikarang dengan tujuan membahas hukum masjid secara utuh. Diawali dengan muqaddimah yang menyuguhkan definisi masjid dan dilanjutkan dengan sejarah singkat awal pembangunan masjid di dunia.
Kitab ini terdiri dari empat bab pokok yang dirincikan oleh pengarangnya, hingga hampir dipastikan beliau tidak meninggalkan satu pembahasan sedikit pun, sebagaimana komentar pentahkik kitab ini, Syekh Abul Wafa Mustafa al-Maragi:
واستقصى في ذلك حتى تكاد تجزم بأنه لم يفلت منه حكم من أحكامها.
Artinya: “Dan (Imam Zarkasyi) meneliti itu (Hukum-hukum masjid) hingga hampir dipastikan beliau tidak meninggalkan satu hukum dari sekian banyak hukum masjid.” (Az-Zarkasyi, I'lamus Sajid bi Ahkamil Masajid, [Qahirah: lajnah Ihyaut Turatsul Islami,1996] halaman 5)
Bab satu membahas seluruh hal yang berkaitan dengan Masjidil Haram, bab dua berbicara tentang Masjid Nabawi di Madinah, lalu disusul bab tiga mengenai Masjidil Aqsa di Palestina, dan ditutup dengan pembahasan seluruh masjid di dunia.
Di antara karakteristik kitab ini adalah pengarang fokus pada mazhab Syafi’i. Namun, terkadang beliau menyebutkan mazhab lain jika diperlukan guna menambah wawasan baru bagi pembaca.
Semisal mengenai bolehnya makan dalam masjid, pengarang menyebutkan pendapat Imam Malik yang memakruhkannya kecuali sesuap atau dua suap. Sebagaimana teks berikut ini:
يجوز أكل الخبز والفاكهة والبطيخ وغير ذلك في المسجد. وقد روى ابن ماجه عن عبد الله بن الحرث بن جزء الزبيدي قال: كنا نأكل على عهد النبي صلى الله عليه وسلم في المسجد الخبز واللحم، وقال مالك: يكره الأكل في المسجد إلا اللقمة أو اللقمتين.
Artinya: “Makan roti, buah, semangka atau yang lainnya di masjid adalah sesuatu yang diperkenankan. Diriwayatkan Ibnu Majah dari Abdillah bin al-Hars bin Jaz’I Az-Zabidi, beliau berkata: Sungguh kami pernah makan roti dan daging di masjid pada zaman Rasulullah saw. Berkata Imam Malik: Dimakruhkan makan dalam masjid kecuali sesuap atau dua suap.” (Az-Zarkasyi, I'lamus Sajid bi Ahkamil Masajid, [Qahirah: lajnah Ihyaut Turatsul Islami,1996] halaman 329)
Metode Imam Zarkasyi dalam kitab ini adalah mengumpulkan segala hukum yang berkaitan dengan masjid dari sekian banyak literatur fiqih. Sehingga memudahkan pengkaji berikutnya untuk memahami hukum masjid dengan utuh dan lengkap.
Kendati isinya yang hampir lengkap, kitab ini disajikan menggunakan diksi yang mudah dipahami oleh pemula. Sehingga sangat cocok untuk dibaca dan dikaji oleh setiap kalangan.
Selain itu, kitab ini juga sarat akan dalil. Imam Zarkasyi selalu mengikutsertakan dalil setelah menyebutkan hukum, tetapi itu hanya berlaku pada sebagian besarnya. Karena di beberapa kesempatan, beliau hanya menyebutkan hukum tanpa adanya dalil.
Seperti masalah 14 dari bab empat, sebagai berikut:
الرابع عشر: يجوز للجنب دخول المسجد للاستسقاء، ولا يقف إلا قدر حاجة الاستسقاء.
Artinya: “Masalah 14: boleh bagi seorang yang junub untuk masuk masjid guna mandi besar di dalamnya, dan hendaknya dia tidak berlama di dalamnya kecuali kadar untuk mandi besar tersebut.” (Az-Zarkasyi, ‘Ilamus Sajid bi Ahkamil Masajid, [Qahirah: lajnah Ihyaut Turatsul Islami,1996] halaman 318)
Imam Zarkasyi dalam kitab ini juga berbicara banyak tentang sejarah, baik itu sejarah Masjidil Haram, Masjid Nabawi, dan Masjidil Aqsa. Bahkan sejarah awal mula berdirinya masjid di tanah kelahirannya, yaitu Mesir, tidak luput ia sebutkan.
Hal yang tak kalah pentingnya, adalah tidak bisanya hadits-hadits yang tercantum dalam kitab ini dijadikan rujukan semata wayang tanpa meneliti kembali dari kitab-kitab hadits otoritatif. Karena, tugas kitab ini hanya sekedar menyebutkan hadits, bukan mengklaim keshahihan atau dhaifnya.
Banyak generasi Muslim yang datang setelah Imam Zarkasyi menjadikan kitab ini sebagai rujukan. Semisal Imam Suyuti dalam kitabnya Ittihaful Akhosso bi Fadoilil Masjidil Aqsa. Ada juga Imam Koffaji dalam kitabnya Nasiimur Riyadh ala syifail Qadi ‘Iyadh.
Bahkan, Syekh Abdurrrahman ‘Usaimin berkesimpulan bahwa kitab Tuhfatur Raki’ was Sajid fi Ahkamil Masajid yang disebutkan di atas merupakan ringkasan dari kitab Imam Zarkasyi. Namun kesimpulan ini mendapat banyak penolakan. (Al-Jira’I, Tuhfatur Raki’ was Sajid fi Ahkamil Masajid, {Kuwait, Al-Muraqabah al-tsaqafiah, 2004}, halaman 7).
Semua ini menunjukkan berharganya kitab ini di mata cendekiawan Muslim. Maka tak ayal jika Abul Fadl Ibrahim selaku ketua lajnah Ihyai Turatsil Islami menyebutkan bahwa kitab ini termasuk kitab paling bagus yang dikarang perihal Masjid. (Az-Zarkasyi, I'lamus Sajid bi Ahkamil Masajid, [Qahirah: lajnah Ihyaut Turatsul Islami,1996] halaman 3).
Berharganya kitab ini adalah hasil dari keikhlasan Imam Zarkasyi dalam menyusun kitab ini. Itu dapat diketahui dari tujuan beliau menyusunnya yang disebutkan dalam muqaddimah kitab ini:
جمعته رجاء ثواب الله
Artinya: “Aku menyusunnya (Kitab ini) dengan harapan pahala dari Allah swt.” (Az-Zarkasyi, I'lamus Sajid bi Ahkamil Masajid, [Qahirah: lajnah Ihyaut Turatsul Islami,1996] halaman 25). Wallahu a'lam.
Muhamad Sunandar, Alumni universitas Al-Ahgaaf Yaman