Satu hal yang penting untuk dipikirkan adalah kualitas keorganisasian yang belum merata antara satu wilayah dan wilayah lainnya, antara satu cabang dan cabang lainnya. Situasi seperti ini kurang bagus dalam perkembangan organisasi NU di masa mendatang. Jawa Timur, tempat kelahiran dan basis pendukung terbesar NU, sampai saat ini masih menjadi wilayah paling maju dan dinamis. Jawa Tengah berada di posisi selanjutnya. DKI Jakarta yang berada di ibu kota negara, masih harus berjuang untuk bisa memaksimalkan potensi dan sumber daya yang luar biasa di dalamnya. Wilayah luar Jawa sangat beragam kondisinya. Lampung yang dari dulu menjadi tujuan migrasi penduduk Jawa, menjadi basis NU paling berkembang. Wilayah di mana Muslim merupakan minoritas menghadapi tantangan yang lebih besar.
Perbedaan kondisi di masing-masing daerah tersebut menyebabkan NU tidak sepenuhnya bisa berjalan dengan seragam dalam menjalankan program-program nasional yang dicanangkan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama. Untuk itu, daerah-daerah yang masih tertinggal perlu bekerja lebih giat untuk mengejar ketertinggalan tersebut. Walaupun tidak bisa sepenuhnya setara karena perbedaan sejumlah faktor, minimal kondisi di masing-masing daerah tidak memiliki kesenjangan yang terlalu tinggi.
Bagaimana cara meningkatkan kinerja di kawasan tertentu yang masih tertinggal? Salah satu yang paling mudah adalah dengan mencontoh daerah lain yang sudah mampu mengelola wilayahnya dengan baik. Ada aspek-aspek tertentu dapat ditiru untuk dikembangkan. Polanya mirip seperti bisnis waralaba di mana ada rumus generik yang bisa diaplikasikan di setiap daerah. Ada hal-hal mendasar yang wajib dipenuhi untuk keberhasilan pengelolaan organisasi.
Satu rumus kunci yang berlaku dalam mengembangkan NU adalah keaktifan para pengurus dalam mengelola organisasi. Semakin rajin para pengurus datang ke kantor dan kemudian membuat program serta mengeksekusinya, maka kemungkinan besar aktivitas organisasi akan berjalan dengan baik. Idealnya, ketua tanfidziyah yang terpilih merupakan orang-orang yang memiliki waktu untuk mengurus NU secara penuh waktu. Jika mereka memiliki pekerjaan lain yang menuntut waktunya di kantor pada hari kerja, maka konsolidasi organisasi akan mengalami kesulitan.
Dalam hal tertentu, posisi ketua tidak dapat digantikan oleh jajaran pengurus lainnya karena salah satu tugas ketua adalah memotivasi, menginspirasi, mensupervisi, sekaligus memberi teladan. Jika ketua kesulitan mengatur waktu untuk datang ke kantor, kemungkinan besar jajaran pengurus di tingkat bawahnya juga akan kurang aktif. Mereka yang diminta mewakilinya tidak dapat sepenuhnya memiliki otoritas dan wibawa yang sama, baik bagi internal organisasi apalagi bagi pihak eksternal yang menjadi mitra NU. Lebih-lebih sifat organisasi keagamaan yang didasarkan pada kerelawanan yang membutuhkan komitmen dan keteladanan dari para pemimpin.
Komitmen para pemimpin ini semakin penting ketika NU telah mencanangkan diri untuk mandiri. Daerah-daerah yang sudah mapan infrastruktur organisasinya seperti di Jawa Timur mampu melakukan penggalangan dana melalui Koin NU sebagai bentuk kemandirian organisasi. Hal itu karena mereka mampu membentuk struktur organisasi sampai ke akar rumput di tingkat ranting atau anak ranting secara merata. Membangun struktur yang masif tersebut bukanlah pekerjaan mudah, tetapi jika berhasil, maka akan sangat membanggakan. Dalam hal ini juga perlu ditetapkan target yang terukur sebagai acuan keberhasilan program kerja organisasi.
Upaya untuk saling menolong (ta’awun) antartingkatan NU sangat penting. Jika satu daerah sudah maju NU-nya maka mereka berkewajiban untuk menolong daerah sekitarnya yang kondisinya belum sebagus daerahnya. Jangan sampai daerah yang sudah maju NU-nya merasa jumawa, sedangkan daerah lainnya yang masih tertinggal merasa minder. Jangan sampai daerah yang sudah maju merasa takut tersaingi dengan tetangga sekitarnya jika membagikan tips-tips sukses berorganisasi. Penghargaan yang diberikan seperti Jatim Award misalnya, diniatkan untuk memacu agar semuanya maju, bukan dengan membiarkan dirinya sendiri maju dengan membiarkan daerah lainnya tertinggal.
Upaya lain yang masif dilakukan dalam menata NU adalah melalui program pengaderan. Terdapat dua model pengaderan yang cukup masif dilakukan, yaitu Madrasah Kader Nahdlatul Ulama (MKNU) dan Pendidikan Kader Penggerak Nahdlatul Ulama (PKPNU). Hal ini untuk memantapkan diri dan menyegarkan kembali mengapa kita ber-NU. Ber-NU tidak cukup hanya dengan menjalankan amaliah yang dilaksanakan dalam peribadatan, tetapi harus memahami visi misi organisasi, serta strategi organisasi. Dari situlah, gerak dan langkah akan lebih tertata.
Berorganisasi memungkinkan potensi yang terserak dalam masing-masing individu dikelola secara bersama-sama untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Untuk mendapatkan pemahaman yang sama inilah, maka diperlukan proses penanaman nilai melalui jalur pengaderan. Jika program pengaderan ini akan terus berjalan secara masif seperti bola salju yang semakin lama semakin membesar maka para kader NU akan semakin militan dan gerak organisasi semakin mantap.
Jika NU semakin berdaya, maka kiprahnya akan semakin nyata dan peran-peran yang dapat dikontribusikan kepada umat dan bangsa akan semakin besar. Karena hal tersebut merupakan tujuan mengapa NU didirikan oleh para ulama terdahulu. Kini tanggung jawab kita untuk meneruskan perjuangan mereka dengan cara-cara kekinian. Jika kondisi NU tetap sebagaimana zaman dahulu, sesungguhnya generasi saat ini gagal karena tak mampu membuat kondisi lebih baik dibandingkan generasi sebelumnya. (Achmad Mukafi Niam)