Islam di Indonesia dapat tumbuh dan berkembang menjadi sebuah agama yang dominan karena adanya inovasi dakwah dengan tanpa mengubah substansi ajaran Islam. Pertunjukan wayang yang populer pada zaman dulu telah digunakan para pendakwah untuk mengenalkan kebenaran Islam. Agama ini pun dapat diterima dengan mudah di wilayah Nusantara. Dari generasi ke generasi, dari zaman ke zaman, kuantitas dan kualitas pemeluk Islam di Indonesia semakin meningkat hingga akhirnya mencapai situasi seperti sekarang ini.
Keterbukaan terhadap perubahan yang digagas oleh para pendakwah masa lalu ini kemudian diteruskan oleh para ulama pendiri NU dan tradisi tersebut dijaga sampai sekarang. Sikap inilah yang kemudian mampu menjadikan NU sebagai organisasi yang mampu beradaptasi dengan berbagai zaman. Dengan belajar sejarah, kita melihat ada sejumlah organisasi besar dan dominan di masa lalu yang kemudian kehilangan pengaruh, bahkan namanya tinggal sejarah. Kita melihat ada Syarekat Dagang Islam, Masyumi, PKI, Budi Utomo, dan lainnya. Semua adalah organisasi besar dan berpengaruh pada zamannya, tetapi kemudian mati dengan berbagai sebab.
Inovasi bukan hanya syarat untuk menjaga eksistensi, baik bagi organisasi bisnis atau organisasi nirlaba, tetapi juga merupakan pusat keunggulan. Siapa yang mampu terus berinovasi, menemukan hal-hal baru, akan memimpin perubahan dan mendominasi. Tak banyak yang mampu untuk terus manjaga budaya berinovasi tersebut.
Salah satu syarat untuk menjaga inovasi ini adalah kemampuan untuk menoleransi kesalahan. Untuk mencapai keberhasilan dalam inovasi, maka perlu proses trial and error. Mereka yang melakukan kesalahan tetapi kemudian dihukum akan membuat orang lain takut melakukan hal yang sama. Pada akhirnya akan memunculkan stagnasi sementara di sisi lain zaman terus berubah. Keunggulan yang sebelumnya dimiliki telah berubah menjadi sebuah ketertinggalan.
Prinsip inovasi di lingkungan NU dikenal dengan istilah al-muhafadhatu ‘ala qadimis shalih wal akhdzu bil jadidil ashlah, yaitu menjaga nilai-nilai lama yang baik dan mengadopsi nilai baru yang lebih baik. KH Ma’ruf Amin, rais aam PBNU (2015-2018) yang kini menjadi wakil presiden RI kemudian mengembangkannya dengan istilah al-islah ila ma huwalashlah tsummal ashlah fal ashlah yang dapat dimaknai sebagai perbaikan secara berkelanjutan.
Upaya untuk terus berinovasi dan memperbaiki diri muncul dari kesadaran untuk tidak puas terhadap capaian yang telah diraih, untuk tidak merasa cukup berada di zona nyaman dan menikmati kejayaan yang telah diraih. Bisa saja generasi perintis memiliki komitmen dan daya juang yang luar biasa sehingga organisasi yang dipimpinnya mencapai posisi kejayaan. Namun, generasi baru yang mengambil alih mungkin memiliki mentalitas yang berbeda. Mereka telah terbiasa dengan berbagai fasilitas dan kemudahan yang menyebabkan dirinya tidak tahan banting ketika menghadapi kesulitan.
Dalam banyak kasus, pada masa kejayaan, sumber daya yang mereka miliki dihambur-hamburkan untuk hal-hal yang kurang produktif, bukan untuk mengejar tantangan yang lebih tinggi. Pemimpin baru berorientasi jangka pendek dengan memaksimalkan kepentingan sesaat, bahkan lebih parah lagi jika mereka hanya memuaskan kepentingan pribadinya selama memimpin. Dalam konteks ini, keruntuhan hanya soal waktu.
Nahdlatul Ulama telah mencapai sebuah posisi penting yang belum pernah dicapai sebelumnya. Pengaruh organisasi terus berkembang bukan hanya dalam level nasional, tetapi juga internasional. Aset organisasi bertumbuh dari waktu ke waktu. Kualitas sumber daya manusia terus meningkat dari waktu ke waktu. Kita tak lagi kesulitan menemukan berbagai bidang keahlian dari lingkungan warga NU. Secara umum, kesejahteraan warga NU juga semakin baik.
Namun demikian, kita tidak boleh berpuas diri terhadap capaian saat ini. Ada banyak warga NU yang telah meningkat kesejahteraannya, namun masih banyak pula yang hidupnya kesusahan dan perlu dibantu. NU memiliki banyak lembaga pendidikan, namun masih banyak di antaranya yang perlu ditingkatkan kualitasnya. Ada banyak amal usaha organisasi, namun masih lebih banyak lagi potensi yang dapat digarap.
Kesadaran bahwa masih banyak tantangan yang mesti dihadapi inilah yang akan akan terus mendorong pengurus dan aktivis NU untuk terus memperbaiki diri. Kita menyadari bahwa setiap tingkatan, setiap zaman, setiap kondisi selalu memiliki tantangan tersendiri. Jika kita berhasil menyelesaikan persoalan pada satu tahapan, maka persoalan baru muncul pada tahapan lainnya.
Sikap seperti ini membuat kita selalu dihadapkan pada banyak hal yang mesti selalu diselesaikan, yang jika tidak tahan akan menimbulkan tekanan mental. Namun semangat mengejar tantangan inilah yang menjadi inti dari kemampuan untuk bertahan di segala zaman yang terus berubah. Sikap positif terhadap tantangan akan membuat membuat upaya untuk menyelesaikan hal tersebut sebagai sesuatu yang memicu andrenalin dan menimbulkan kesenangan.
Pada awalnya ketika organisasi NU baru berdiri, maka tantangannya adalah bagaimana mampu bertahan di era kolonialisme dan memperjuangkan kemerdekaan Indonesia; setelah menjadi organisasi mapan, bertahan saja tidak cukup, tetapi bagaimana NU berkembang dengan baik. Memiliki pengikut yang banyak saja tidak cukup, tantangan selanjutnya adalah bagaimana meningkatkan kualitasnya; jika berkualitas, lalu bagaimana meningkatkan kontribusinya pada umat Islam di berbagai belahan dunia; lalu bagaimana meningkatkan kontribusinya pada penyelesaian masalah-masalah global, dan seterusnya.
Mendirikan organisasi adalah sesuatu yang mudah, tetapi menjaga, merawat, mengembangkannya bukanlah sesuatu yang mudah. Ini layaknya sebuah lari estafet yang dilakukan secara terus menerus tanpa henti, yang mana pemegang tongkat menerima amanat tugas dari orang lain, dan pada saatnya menyerahkannya kepada orang berikutnya.
Jika ada di antara kita yang yang kebetulan menjadi pemegang tongkat dan mampu menyelesaikan tugas sampai pada titik yang telah ditentukan tanpa terjatuh atau kendala apapun, inilah saat kita mensyukuri bahwa tugas kita telah tuntas, dan tugas pelari selanjutnya untuk melanjutkannya. Setiap rute memiliki tantangannya sendiri. Ada strategi lama yang tetap relevan dari zaman ke zaman, namun kreativitas dan inovasi merupakan sebuah tuntutan yang niscaya. (Achmad Mukafi Niam)