Risalah Redaksi

Sistem Anti Rakyat

Rabu, 16 Januari 2008 | 06:09 WIB

Dari waktu ke waktu ekonomi rakyat terutama sektoir industri rumah tangga semakin terpuruk, mulai perusahaan minuman yang disikat oleh softdring, perusahaan rokok yang dirazia oleh mafia, perusahaan roti yang limbung oleh naiknya terigu, perusahaan kerupuk bangkrut karena naiknya gas, belakangan ini perusahaan tahu dan tempe mengalami memandekan karena naiknya harga kedele impor yang dimainkan oleh mafia yang dilegalisasi oleh pemerintah.

Saat ini makanan murah andalan masyarakat miskin itu sudah tidak ada di pasaran, para produsen tahu dan tempe tidak bisa mendapatkan bahan murah kedelai yang semula hanya 3500 rupiah per kilogram saat ini telah mencapai angka Rp 7700 per kilogram. Dengan kenaikan itu mereka tentu harus menaikkan harga jual, karena konsumennya orang miskin hal itu tidak mudah dilakuakan, karena tidak laku dan pengusaha akan rugi.<>

Sejauh rezim yang berkuasa baik pemerintah (eksekutif) dan parlemen (legislatif) termasuk lembaga penegak hukumnya masih berpegang pada sistem kapitalis, maka semuanya akan menginjak rakyat. Tidak peduli mulut mereka selalu ngomong demi rakyat. Bahkan tidak jarang mereka menunjukkan sismpati dan bergaul dengan masyarakat yang kena bencana dengan deraian air mata.

Semua rasa belas kasihan yang ditunjukkan melalui cucuran air mata itu sama sekali bukan bentuk  simpati kepada rakyat, kalau undang-undang yang mereka buat, dan kebijakan yang dijalankan adalah membabat ekonomi rakyat untuk mendukung ekonomi kapitalis asing. Para kapitalis dibiarkan masuk merampas seluruh usaha rakyat, mereka dibiarkan mengimpor besar, gula termasuk kedelai sehingga mematika usaha pertanian rakyat. Pemerintah tidak membendung gempuran kapitalis itu untuk melindungan bangsa danterutama rakyat miskin. Tetapi pemerintah dan system negara seluruhnya telah menjadi alat kapital;is untuk melindas kegiatan ekonomi rakyat, sehingga rakyat semakin miskin, kehilangan lapanagan kerja.

Berbagai industri rumah tangga sulit mendapatkan izin usaha sebagai perusahaan formal karena dibebani berbagai persyarakat yang direkayasa. Akhirnya produk mereka tidak diterima oleh pihak industri dan konsumen apalagi ekspor. Pemerintah jangankan membantu secara finansial dan teknik, memberikan izin saja keberatan. Bahkan banyak diantaranya yang dipaksa tutup oleh pemerintah hanya karena dianggap ilegal. Padahal tugas pemerintah adalah mensejahterakan rakyat dengan cara membukan lapangan kerja. Bukan mendatangi ketika tertimpa bencana. Ini hanya manipulasi, reaksi spontan bukan simpati.

Mestinya kalangan organisiasi sosial baik yang sosial maupun keagamaan peduli dengan nasib para pengusaha kecil ini. Sebab dengan rontoknya sitem ekonimi rakyat ini rontok pula seluruh aktivitas sosial, baik itu pengajian, kesenian serta berbagai kegiatan paguyuban. Karena mereka tidak mampu membeayai kegiatannya sendiri akhirnya semua aktivitas sosial akan berhenti, akibatnya masyarakat dan kebudayaan akan mengalami stagnasi. Saat itulah berbagai kebudayaan dekaden, seperti novel picisan  sinetron kacangan, lagu cengeng, beredar melalui televisi ataupun  dvd. Saat ini para pemimpin agama malah banyak melayani kalangan pejabat yang memiliki kekuasaan dan kekayaan melimpah, bukan melayani rakyat yang lagi menderita.

Semuanya itu akan melumpuhkan mental masyarakat, karena itu kalangan masyarakat terutama akalangan agama tidak bisa bertopang dagu membiarkan degradasi ekonomi rakyat ini. Celakanya ada beberapa lembaga agama yang tidak sadar ditunggangi kekuatan kapitalis untuk memeras dan menghancurkan ekonomi rakyat. Mereka tidak sadar bahwa apa yang dilakukan itu berbahaya baik bagi ekonomi dan agama masyarakat. Padahal semestinya agama kembali membawakan misi profetik untuk membebaskan manusia dari kegelapan dan keterpurukan menuju arah yang lebih sejahtera  dan berpengharapan. (Abdul Mun’im DZ)


Terkait