Kerangka Acuan Diperlukan untuk Lestarikan Khazanah Keagamaan
Senin, 13 Desember 2021 | 19:15 WIB
Penelitian oleh Balai Litbang Agama Jakarta (BLAJ) mengemukakan bahwa secara umum pendidikan agama bagi masyarakat adat di Banten dan Jawa Barat sudah berjalan dengan baik. Hal ini disebabkan komitmen dan konsistensi masyarakat adat, dan juga peran pemerintah sebagai penyedia layanan.
Namun demikian, praktik baik ini perlu dilestarikan dan dikembangkan. Tujuannya terutama untuk meningkatkan akses dan kualitas pendidikan yang lebih inklusif, bermutu, dan berkelanjutan. Karena itu, para peneliti memberikan beberapa rekomendasi kebijakan.
Pertama, Ditjen Bimas Islam Kementerian Agama perlu membuat kerangka acuan untuk pengembangan dan pelestarian tradisi ritual keagamaan sebagai bagian dari memajukan khazanah keagamaan. Hal ini diperlukan sebagai kontribusi pada pelestarian nilai-nilai budaya dalam rangka mempertahankan kearifan lokal.
"Kedua, memberi bekal kepada petugas penyuluh untuk melakukan pendampingan bagi ketua adat dan masyarakat adat dalam krangka pembinaan dan penguatan di bidang keagamaan di daerah," tulis peneliti BLAJ.
Ketiga, Direktorat Pendidikan Agama Islam (Dit PAI) dan Direktorat KSKK Madrasah untuk melakukan kajian tentang tradisi dan khazanah keagamaan sebagai salah satu sumber pembelajaran berbasis kearifan lokal, sehingga eksistensi ketahanan budaya lokal tetap survive dan berkelanjutan.
Keempat, Kemenag perlu berperan aktif dan berkoordinasi dengan lembaga adat, dan pemda untuk menyusun program atau kebijakan strategis guna penguatan pendidikan agama dan keagamaan.
Kelima, Kemenag harus melakukan penguatan kelembagaan pendidikan agama di masyarakat adat, dengan cara melakukan supervisi kelembagaan dan tata kelola, serta peningkatan sumber daya para pengelolanya.
Penelitian tersebut menyasar masyarakat adat di Banten dan Jawa Barat meliputi Cikondang (Bandung), Ciptagelar (Sukabumi), Pulo (Garut), Urug (Bogor), Guradog (Lebak), Cisungsang (Lebak), dan Citorek (Lebak).
"Mereka sudah mendapatkan layanan pendidikan dari pemerintah, termasuk pendidkan agama. Mereka memperoleh layanan pendidikan agama Islam dari model pendidikan formal dan juga nonformal," tulis peneliti dalam laporannya.
Disebutkan juga bahwa model pendidikan pada masyarakat adat tersebut memberikan berbagai kekayaan modal sosial dan kultural yang sulit untuk diseragamkan. Tetapi, belajar dari model pendidikan agama yang dikembangkan masyarakat adat di Banten dan Jawa Barat, beberapa hal yang mempunyai kesamaan adalah, adanya orang-orang yang secara konsisten merawat keberadaan pendidikan tersebut. Selain itu, juga keberadaan pemerintah sebagai fasilitator sekaligus penyedia layanan pendidikan.
Peneliti menegaskan, pendidikan agama untuk masyarakat adat bukan berarti antara ajaran agama dan budaya lokal setempat saling meniadakan. Akan tetapi, saling melengkapi dan mengisi. Hal ini terjadi karena nilai-nilai agama itu sendiri bersifat universal yang juga dapat diterima oleh masyarakat adat dan tidak bertentangan dengan budaya lokal.
Model pendidikan agama ala komunitas adat di Banten dan Jawa Barat ini telah membuktikan pertemuan nilai-nilai tersebut.
Penulis: Kendi Setiawan
Editor: Musthofa Asrori