Riset BLAJ

Tradisi Desa Cikondang dan Potret Pendidikan Agama di Dalamnya

Selasa, 7 Desember 2021 | 10:00 WIB

Tradisi Desa Cikondang dan Potret Pendidikan Agama di Dalamnya

Peneliti bersama warga di desa adat Cigondang, Pengalengan, Bandung (Foto: Dok BLAJ)

Pendidikan agama pada masyarakat adat di Banten dan Jawa Barat dikembangkan sejak dini. Hal ini tidak lepas dari dua hal. Pertama, regulasi pendidikan yang mengharuskan setiap lembaga pendidikan untuk mengajarkan mata pelajaran agama di sekolah. Kedua, menjamurnya pendidikan berbasis agama seperti madrasah, pesantren dan majelis taklim, menjadikan anak-anak dan juga masyarakat adat kian intens belajar Islam. 


Demikian hasil penelitian Balai Litbang Agama Jakarta (BLAJ) pada tahun 2021 ini.

 

Peneliti dalam laporannya menuliskan, perjumpaan dua sistem kebudayaan antara Islam dan budaya lokal telah melahirkan dialektika budaya yang menghasilkan integrasi budaya. Persilangan antara nilai-nilai Islam dan budaya lokal membawa konsekuensi terjadinya akulturasi budaya. Akulturasi dikenal dengan nama kontak budaya, yaitu suatu proses yang muncul dalam lingkungan sosial tertentu karena dihadapkan dengan adanya beberapa unsur budaya asing. 

 

"Unsur-unsur kebudayaan asing itu secara perlahan diterima dan diolah disesuaikan dengan keinginan kebudayaannya sendiri. Jadi, pendidikan agama yang dikembangkan di masyarakat adat adalah integrasi antara nilai-nilai agama dan budaya lokal," ujar peneliti.

 
Peneliti menyebutkan, dalam praktiknya, nilai-nilai agama dimasukkan dalam tradisi masyarakat adat, misalnya acara kelahiran anak, kematian, ziarah kubur, panen, memandikan benda pusaka, dan lain-lain. Dengan demikian, pendidikan agama yang berkearifan lokal adalah integrasi nilai-nilai agama dan budaya lokal sebagai hasil dialektika antara agama dan situasi geografis-politishistoris dan situasional yang bersifat lokal. Misalnya dalam bertani atau bercocok tanam, mereka mempunyai tradisi upacara pengelolaan sawah adat.

 
Dalam praktiknya, lanjut peneliti, masyarakata mengintegrasikan nilai-nilai agama Islam dalam upacara tersebut. Etika dalam proses pengolahan sawah adat dijunjung tinggi, mulai dari penanaman sampai panen. Ini semua diimplementasikan melalui kegiatan adat. Pada saat prosesi adat, pemimpin upacara memanjatkan doa untuk meminta izin kepada Allah swt sebagai pemilik lahan supaya diberikan tanah yang subur dan hasil yang maksimal. 

 

Sepeti di kampung adat Cikondang, Bandung pendidikan agama diintegrasikan dalam upacara ritual tradisi wuku taun. Upacara adat ini dilakukan sebagai bentuk syukur atas anugerah Yang Maha Kuasa karena telah memberikan hasil bumi yang melimpah untuk menghidupi mereka sepanjang tahun. Selain bentuk syukur, wuku taun juga dimaksudkan sebagai ritual menyambut tahun baru dengan doa semoga setahun ke depan diberikan keselamatan dan perlindungan. 

 

Jika di banyak tempat, tahun baru dirayakan dengan hura-hura, masyarakat adat Cikondang mengajarkan kepada kita bagaimana merayakannya dengan penuh syukur yang dibalur dengan nilai-nilai agama dan tradisi lokal. Inilah pentingnya ragam pendidikan agama yang berkearifan lokal. 

 

Ini juga terjadi pada tradisi syariat di Kampung Adat Urug, Desa Urug, Kecamatan Sukajaya, Kabupaten Bogor. Pendidikan agama yang diajarkan adalah soal usaha dan doa yang tidak bisa lepas dari kuasa Tuhan yang maha kuasa, dengan menggunakan media tanaman panglay dan air putih. Kegiatan ini diawali dengan peminta doa menyampaikan maksud kepada kepala adat. 

 

Penulis: Kendi Setiawan
Editor: Musthofa Asrori