Suasana bedah buku 'Dilema Minoritas di Indonesia' oleh BLA Jakarta. (Foto: NU Online/Musthofa Asrori)
Bekasi, NU Online
Pembahasan tentang dilema minoritas sangat penting, meski terkadang terminologi minoritas dianggap sensitif dalam pembicaraan di ruang publik. Oleh karenanya, perlu dibicarakan secara hati-hati. Selain itu, perlu melihat dalam perspektif yang lebih maju.
"Terminologi minoritas sejatinya bisa kita saksikan tidak terlalu jauh dari entitas kita di mana pun berada," kata Kepala Balai Litbang Agama Jakarta (BLAJ) Nurudin Sulaiman.
Membuka resmi bedah buku keagamaan berjudul Dilema Minoritas di Indonesia: Ragam, Dinamika, dan Kontroversi di Bekasi, Jawa Barat, Senin (24/8), Nurudin meneruskan agenda kegiatan hari itu adalah membedah sesuatu yang terkadang dianggap sensitif jika dibicarakan di ruang publik.
"Yaitu kajian hasil riset yang telah dibukukan dan diberi judul Dilema Minoritas di Indonesia," kata Nurudin.
Menurut dia diperlukan kepekaan kita dalam melihat, membaca, dan mencermati sekaligus memberika afirmasi terhadap komunitas atau kelompok minoritas yang ada di sekeliling kita. Seakan hubungan antara minoritas dan mayoritas ini dikotomis.
"Seringkali kita, misalnya, ada istilah hegemoni mayoritas dan tirani minoritas, ini merupakan hal yang perlu sama-sama kita lihat seakan-akan bahwa hubungan keduanya bermasalah," terang doktor jebolan Universitas Indonesia ini.
"Buku ini menjadi sesuatu yang menarik dalam diskursus akademik. Oleh karenanya, saya ingin mengucapkan selamat kepada para penulis buku ini dan narasumber yang hadir sebagai pembedah pada hari ini," ujarnya.
Karena itu, menurut dia, sangat penting melihat isi buku ini dalam perspektif yang lebih maju bahwa bangsa ini terlahir untuk memberikan penghayatan yang sama terhadap seluruh elemen masyarakat Indonesia.
Pria asal Banyuwangi, Jawa Timur ini berharap, buku yang ditulis intelektual muda Muhammadiyah, Ahmad Najib Burhani, bersama beberapa peneliti BLAJ tersebut bisa berkontribusi untuk mengatasi berbagai permasalahan yang ada di masyarakat dan mendorong kerukunan umat beragama.
Masih penting dibahas
Peneliti senior di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Ahmad Najib Burhani dalam paparannya mengatakan, bahwa pembahasan tentang dilema minoritas ini masih sangat penting dalam konteks HUT ke-75 Kemerdekaan RI. Sebab, meskipun telah 75 tahun merdeka masih ada masyarakat Indonesia yang belum menikmati kemerdekaannya.
"Meski kita sudah agak lama merdeka, tetapi ada sebagian saudara-saudara kita sebangsa setanah air yang belum bsia menikmati kemerdekaannya sebagaimana anak-anak yang lain," ujarnya melalui apliksasi pertemuan virtual.
Menurut dia, kaum minoritas di Indonesia masih belum bisa secara penuh mendapatkan hak-hak kewarganegaraannya. Dalam beberapa kasus, mereka bahkan mengalami diskriminasi dan intoleransi.
"Mereka itu antara lain adalah beberapa kelompok minoritas, seperti Orang Rimba, Ahmadiyah, Syiah, dan penghayat kepercayaan. Karena itulah kita perlu menyoroti persoalan ini," tandasnya.
Dalam laporannya, Kasubag TU BLA Jakarta Heri Susanto mengatakan, bedah buku tersebut diikuti 50 peserta yang hadir langsung dan 250 peserta daring. "Mereka mendapatkan e-sertifikat dan paparan narasumber yang dikirim melalui email," ujarnya.
Selain Ahmad Najib Burhani, hadir selaku narasumber Budhi Munawar Rachman (Universitas Paramadina) dan Rudi Harisyah Alam (Peneliti BLA Jakarta). Sejumlah perwakilan unit Eselon 1 dan delegasi ormas keagamaan juga hadir hingga akhir acara.
Pewarta: Musthofa Asrori
Editor: Kendi Setiawan