Tangerang Selatan, NU Online
Peneliti LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia), Ahmad Najib Burhani dalam stadium general yang diadakan oleh Prodi Studi Agama-agama, Fakultas Ushuluddin, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Senin, (22/04) menyampaikan beberapa isu-isu terkait minoritas, terutama mengenai keberpihakannya terhadap kelompok tersebut.
Untuk menghindari kesalah pahaman mengenai konsep minoritas-mayoritas penulis buku Menemani Minoritas itu mengungkapkan bahwa minoritas itu tidak bisa dilihat dalam segi kuantitas.
“Dalam Al Qur’an, minoritas itu mengacu pada mustadh’afin, yakni mereka yang lemah dan tertindas, oleh karenanya tidak bisa dilihat secara kuantitas,” ungkap Najib Burhani di Ruang Teater lantai 4 Fakultas Ushuluddin.
Lebih lanjut ia mencontohkan, dalam negara penjajah, superioritas itu diwakili oleh orang-orang yang jumlahnya sedikit, sedangkan yang terjajah adalah mereka yang jumlahnya lebih banyak.
Selain itu, di Indonesia kelompok perempuan menempati posisi jumlahnya yang begitu banyak, namun dikategorikan sebagai minoritas, majority but minority, karena keberadaannya didominasi oleh struktur sosial patriarki yang mana hak-haknya terkurangi.
“Minoritas di sini lebih pada makna oppresed, inferior rise, dan discriminated, adalah mereka yang secara objektif tidak memilki posisi yang tidak menguntungkan dalam masyarakat berbeda dengan kelompok doinan yang mana mereka memilki kesempatan lebih besar ketimbang kelompok minoritas,” paparnya.
Najib menyebutkan beberapa karakteristik di mana suatu kelompok disebut sebagai minoritas. Pertama, keberadaan minoritas menyiratkan keberadaan kelompok dominan yang menikmati status sosial yang lebih tinggi dan hak istimewa yang lebih besar.
Kedua, status minoritas membuat mereka mengalami pengucilan dari partisispasi penuh dalam keiduapan masyarakat.
Ketiga, minoritas diperlakukan sebagai orang yang berbeda yang memilki kekhasan tersendiri dalam masyarakat.
Keempat, Konsep minoritas itu bukan statistik yang berarti jumlah minoritas bisa lebih besar ketimbang kelompok dominan, namun mereka tetap menjadi minoritas sebab posisinya tetap subordinat dengan kelompok lain.
Meskipun pemaknaan minoritas-mayoritas mengundang kontroversial, bahkan dinilai sebagai pengotakan dan penuduhan terhadap kelompok mayoritas, namun Najib tetap menggunakan terminologi tersebut, sebab baginya term tersebut dapat digunakan sebagai frame untuk memberikan pembelaan terhadap mereka yang lemah, mereka yang selama ini dkucilkan dan tidak mendapatkan hak yang sama dalam berasyarakat. (Nuri Farikhatin/Fathoni)