Tokoh

Kiai Ronggo Pembabat Alas Kota Kraksaan Probolinggo

Jumat, 17 April 2015 | 07:01 WIB

Probolinggo, NU Online
Kraksaan adalah Kiai Ronggo. Nama orang dan wilayah ini memang berbeda. Namun, keduanya saling berkaitan erat. Dalam pandangan masyarakat Kraksaan, sosok Kiai Ronggo adalah tokoh yang merintis sejarah berdirinya Kota Kraksaan.<> 

Tidak heran jika pesarean Kiai Ronggo di Kelurahan Sidomukti Kecamatan Kraksaan Kabupaten Probolinggo kerap diziarahi warga. Bupati Probolinggo Hj Puput Tantriana Sari juga secara rutin ziarah ke sana.

Menuju Pesarean atau tempat peristirahatan terakhir Kiai Ronggo tidaklah sulit, hanya membutuhkan 10 hingga 15 menit dari pusat Kota Kraksaan. Sesampainya di sana, tidak banyak yang membedakan dengan Tempat Pemakaman Umum (TPU) lainnya. Hanya sebuah makam dengan gapura yang baru selesai diperbaiki. Di tempat 2x4 meter itu pula banyak orang luar Probolinggo yang mulai berdatangan.

Setiap malam Jumat legi, makam tersebut dibanjiri peziarah. “Kegiatannya hanya mengaji, tahlil dan lainnya, intinya mendoakan Kiai Ronggo,” kata juru kunci pesarean Kiai Ronggo, Halimah, Jum’at (17/4).

Sepanjang mata melihat, makam Kiai Ronggo atau dengan nama asli KH Abdul Wahab itu paling istimewa. Hal itu lantaran makam Kiai Ronggo tersebut merupakan tokoh terpenting sepanjang keberadaan Kota Kraksaan. Tak ayal pemerintah setempat memperbaiki kuburan tersebut. Bahkan, mantan Bupati Probolinggo yang saat ini menjabat sebagai anggota DPR RI H Hasan Aminuddin sering berziarah ke makam tersebut.

Namun sayang, Halimah tidak begitu mengetahui sosok tokoh Kiai Ronggo, sebab ia mengaku hanya bertugas menjaga makam. “Kalau soal itu kami tidak begitu tahu betul, hanya sosok Kiai Ronggo ini dikenalnya yang babat alas Kraksaan, jadi orang pertama,” katanya.

Dari informasi yang berhasil dihimpun Kontributor NU Online Probolinggo, di Kota Kraksaan masih ada keturunan dari Kiai Ronggo. Salah satunya adalah H Jarot. Setelah ditemui di kediamannya, H Jarot yang keturunan kelima dari Kiai Ronggo juga mengaku tidak begitu paham dengan kisah nenek moyangnya tersebut.

Itu karena menurutnya, dari kakek dan saudara lainnya memang minim sekali informasi tentang Kiai Ronggo. “Banyak yang sudah datang kesini dengan hal yang sama, tapi saya katakan informasi yang kami terima dari keluarga memang sangat minim. Kebanyakan cerita dari orang lain,” katanya.

Setahu H Jarot, nama Kiai Ronggo sendiri diambil dari kata Ronggo atau duduk. Hal semacam ini merupakan salah satu gelar pada seseorang yang pertama kali membuka atau membabat alas pada awal mulanya.

Namun yang pasti, nama asli Kiai Ronggo adalah Abdul Wahab alias Wiryo Setyo. Pemberian gelar Kiai Ronggo bukannya tanpa alasan. Menurut H Jarot yang diceritakan kakeknya semasa hidup, Kiai Ronggo kerap kali mengamalkan ajaran Islam dengan mendirikan mushalla di desa-desa sekitar Kraksaan.

Peninggalannya yang paling tampak adalah Masjid Agung Ar-Raudlah yang didirikannya pada tahun 1734 M silam. Sejumlah 4 tiang di ruang utama dan bedug lama, juga peninggalan Kiai Ronggo. “Itu salah satu peninggalan penting beliau,” katanya.

Bedug peninggalan Kiai Ronggo itu dibuat dari bahan kayu yang diambil dari Pakuniran. Kayu-kayu itu dibawa langsung oleh santrinya. Waktu yang dibutuhkan untuk pembuatan bedug itu mencapai 2 bulan. “Yang kami terima informasinya seperti itu. Tapi sejauh ini belum ada bukti autentik soal itu,” ungkapnya.

H Jarot mengaku sangat senang jika leluhurnya tersebut menjadi perhatian orang. Namun ia berpesan pada masyarakat agar tidak menyalahgunakan nama baik Kiai Ronggo. Termasuk ketika berdoa di makam Kiai Ronggo. “Berdoa jangan bablas. Karena pada dasarnya Allah-lah yang menentukan semuanya,” tandasnya. (Syamsul Akbar/Fathoni)

 

Foto: Masjid Agung Ar-Raudlah Kraksaan yang didirikan Kiai Ronggo pada tahun 1734 M.


Terkait