Warta

FKB: Kompromi Politik di DPR Pengaruhi Status Lumpur Lapindo

Selasa, 19 Februari 2008 | 00:04 WIB

Jakarta, NU Online
Fraksi Kebangkitan Bangsa (FKB) DPR RI menilai, kompromi politik di parlemen telah memengaruhi status luapan lumpur Lapindo di Sidoarjo, Jawa Timur. Kompromi politik menjadikan lumpur panas tersebut ditetapkan sebagai gejala alam.

Pernyataan itu diungkapkan anggota FKB DPR RI, Abdullah Azwar Anas, di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (18/2). "Itu karena ada kompromi dan produk politik," ujarnya.<>

Namun demikian, FKB bersikukuh mendesak kepada PT Lapindo Brantas agar bertanggung jawab sepenuhnya atas pemberian ganti rugi sebesar 80 persen.

"Kami juga akan terus mendorong terpenuhinya secara tepat waktu pemberian 80 persen ganti rugi agar segera direalisasikan. Sebab, realisasi penggantian yang 20 persen, masih carut-marut," tegas Ketua FKB, Effendy Choirie.

FKB juga akan mendesak Lapindo agar memberikan ganti rugi bagi desa-desa di luar peta yang terkena dampak lumpur Lapindo. Percepatan proses perbaikan infrastruktur publik yang rusak akibat luapan lumpur. Selain itu, pihaknya juga akan mendorong adanya kepastian resettlement atau pemukiman kembali warga secara adil.

Menurut Effendy harus ada kepastian hukum terhadap proses penyelesaian tragedi Lapindo sehingga penyelesaiannya tidak hanya melalui pendekatan parsial, tapi harus komperhensif.

Ia menegaskan, meski PKB menentang penetapan status lumpur Sidoarjo sebagai gejala alam, namun pihaknya tidak akan berkompromi dan melemahkan sikap. "Dari awal, kita diperintahkan oleh Dewan Syura (DPP PKB) untuk terus mengawal proses penyelesaian lumpur Lapindo," terangnya.

FKB juga tidak akan menyetujui penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara untuk membayarkan ganti rugi terhadap korban semburan lumpur panas itu, karena ganti-rugi sepenuhnya tanggung jawab Lapindo. (okz/rif)


Terkait