Lamongan, NU Online
Pengasuh Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin, Rembang, Jawa Tengah, KH Mustofa Bisri (Gus Mus) mengingatkan kepada warga Nahdlatul Ulama (NU) agar berhati-hati dalam menyikapi manuver partai politik. Ia meminta warga nahdliyin (sebutan untuk warga NU) tidak terperosok lagi dalam perangkap politik.
“Menurut tuntunan Rasulullah, tidak pantas terperosok lubang yang sama sampai berkali-kali, sehingga warga NU harus banyak belajar dari masa lalu,” tutur Gus Mus yang juga Mustasyar Pengurus Besar Nahdaltul Ulama dalam ceramahnya pada peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW yang digelar Pengurus Cabang NU Lamongan, di Asrama Haji Lamongan, Jawa Timur, Rabu (4/4) malam lalu.
<>Di hadapan ribuan jamaah yang hadir dalam acara tersebut, Gus Mus mengungkapkan keprihatinannya terhadap kondisi NU saat ini. “Dulu (NU) jual mahal ketika diajak bergandengan oleh Pak Harto (mantan presiden RI), akhirnya disiyo-siyo (disia-siakan) sampai 32 tahun. Namun, saat ini (NU) justru dijual terlalu murah,” katanya.
Terkait kondisi tersebut, Kiai yang juga dikenal sebagi sastrawan itu mengingatkan warga nahdliyin bahwa tingkatan lembaga NU cukup tinggi, yakni organisasi jamiyah, tidak sekadar organisasi jamaah, karena umatnya sudah ada baru dibentuk lembaga. “Masak tingkatan yang sudah jamiyah ini harus dikalahkan dengan organisasi yang dibentuk dulu, kemudian umatnya baru dipikir belakangan,” katanya.
Meski dalam ceramahnya secara eksplisit mengkritisi fenomena adanya beberapa partai yang mengatasnamakan warga nahdliyin, Gus Mus enggan berkomentar ketika ditanya tentang sikap warga NU terhadap keberadaan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Kebangkitan Nasional Ulama (PKNU) yang sama-sama mengklaim sebagai partai warga NU. “Saya tidak tahu soal itu. Barangkali warga NU malah senang karena banyak pilihan,” ujarnya.
Ketika ditanya tentang munculnya dikotomi antara kiai kampung dan kiai khos, Gus Mus juga tidak banyak berkomentar. “Itulah kesukaan orang Indonesia, suka membuat istilah-istilah. Ada kiai khos, kiai kampung, kiai kharismatik. Juga ada yang menyebut Islam liberal, Islam moderat, dan lainnya,” jawabnya.
Dalam acara Maulid Nabi Muhammad SAW itu hadir Rais Syuriah PCNU Lamongan KH Suudi Karim, Ketua Tanfidziyah PCNU KH Abdullah Maun, para kiai, dan sejumlah tokoh parpol. (gpa/sbh)