Wakil Amirul Haj KH Hasyim Muzadi mengingatkan pendekatan diri (taqarrub) kepada Allah akan melahirkan perbaikan kondisi dan gerak batin seseorang dalam menunaikan ibadah haji ini. Potensi yang dimunculkan adalah terbentuknya karakter yang lebih baik.
"Sebaliknya hilangnya taqarrub kepada Allah bisa mengurangi dan menghilangkan makna dari usaha perjuangan,"tandas mantan Ketua Umum PBNU ini dalam khutbah wukufnya, di Arafah, Senin (15/11).<>
Menurut Hasyim usaha seseorang membangun hubungan dengan Allah (hablun minallah) akan mendorong dirinya memperbaiki hubungan dengan sesama (hablun minannas). Hal itu akan memudahkan seorang Muslim mengembangkan kesalehan pribadi menuju kesalehan sosial.
"Proses keberagamaan kita menuju substansi akhlakul karimah. Proses hukum kita seharusnya menciptakan kemakmuran bersama. Proses pendidikan kita seharusnya melahirkan karakter dan profesionalitas. Proses budaya kita seharusnya menuju kepada etika harga diri dan persatuan. Proses politik kita seharusnya membuahkan penataan negara serta pengayoman masyarakat," tutur Hasyim.
Tapi, lanjut Hasyim, bila proses-proses itu tidak sampai pada substansinya, berarti kita tidak mencapai hikmah kehidupan. Karena itu, selama di padang Arafah, jamaah haji harus memohon berkah dari seluruh usaha dan perjuangannya selama ini. Dan, tidak satu pun katanya, yang mengetahui hakikat seseorang yang sedang menunaikan ibadah haji ini mabrur, diterima atau mardud, ditolak.
Hanya saja Allah memberi tanda-tanda kemabruran melalui keadaan orang itu dalam hubungannya dengan Allah dan sesama (hablun minallah dan hablun minannas). "Kemabruran adalah rekonstruksi manusia lahir batin yang dampaknya akan positif dalam pergaulan hidup di dunia, sekaligus khusnul khatimah menuju akhirat,”tutur Hasyim.
Yang pasti kata Hasyim, haji yang mabrur, berarti dibebaskan dari dosa-dosa masa lalu. "Siapa pun yang melaksanakan ibadah haji tentu menginginkan kemabruran, sebagai tanda diterimanya ibadah haji. Karenanya kita harus sungguh-sungguh berupaya dan berdoa agar mabrur,"kata Hasyim lagi.
Karenanya, dalam khutbahnya, Hasyim mengingatkan kembali syarat-syarat mencapai kemabruran. Yaitu, benarnya niat dan bersihnya hati, pelaksanaa mansik haji yang benar serta tidak merusak rukun, dan bekal yang halal dan tidak bercampur dengan hal-hal yang subhat. Hasyim juga mengingatkan bahwa Arafah mempunyai makna tempat dan waktu untuk memohon ampun dan doa munajat. Baik untuk kepentingan pribadi maupun kepentingan umum.
Selain itu Hasyim mengajak jamaah berdoa dan membaca qunut di shalat jamak Dzuhur-Ashar yang kemudian dilanjutkan dengan shalat ghaib untuk korban bencana. Usai khutbah wukuf, Wakil Amirul Haj Muhammad Muqaddas memimpin shalat jamak Dzuhur-Ashar yang dilanjutkan denga shalat ghaib. Di rekaat kedua masing-masing shalat yang dijamak, dibacakan qunut nazilah. (amf/menag)