Calon Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, menilai otoritas hukum Mahkamah Konstitusi (MK) sudah selesai. Pasalnya, permohonan atas bukti-bukti dugaan kecurangan dari kubu lawannya, Soekarwo-Syaifullah Yusuf, ditolak MK.
"Politik kekerasan apa pun bentuknya, politik uang apa pun bentuknya, kecurangan-kecurangan apapun bentuknya bisa dilakukan di negeri ini," kata Khofifah saat berkunjung ke kantor redaksi NU Online, di Jakarta, Jumat (6/2).<>
Pernyataan Khofifah ini terkait penolakan pendaftaran gugatannya untuk yang kedua kalinya, ke MK. Khofifah menilai saat ini sulit menerapkan politik yang bersih dan berkualitas.
"Sesungguhnya kami memiliki bukti-bukti yang valid dan kuat adanya kecurangan. Sayangnya, MK hanya menerima dari KPUD, sementara dari Kaji (Khofifah-Mudjiono) yang terkait ada kecurangan administrasi, tidak diterima," sesal Khofifah.
MK menyatakan permohonan pasangan Kaji tidak bisa diregistrasi dalam buku resgistrasi perkara konsitusi. Rapat permusyawaratan hakim MK berpendapat, putusan MK nomor 41/PHPU.D-VI/2008 tertanggal 2 Desember 2008 merupakan putusan yang bersifat final.
Karena itu, permohonan pemohon (Kaji) tertanggal 2 Februari 2009, tidak termasuk kategori permohonan baru, sehingga permohonan tidak dapat diregistrasi sebagai permohonan baru.
Khofifah juga melaporkan dugaan kecurangan dan kekerasan itu ke Komisi Nasional HAM dan Kepolisian RI. Alasan lain tim sukses Khofifah yakni adanya indikasi kuat pemungutan ulang yang tidak sesuai aturan, terstruktur, sistematis dan masif.
Di salah satu desa di Sampang ditemukan ada 282 pemilih yang memiliki NIK (Nomor Induk Kependudukan) yang sama. Tim Kaji juga menemukan ada 32 identitas dan Nomor Induk Kependudukan yang ganda. Ada pula pemilih yang masih berusia di bawah umur.
"65 Hari lagi pemilu legislatif. Kalau DPT (Daftar Pemilih Tetap) seperti ini, bagaimana? Kami mengajak semua pihak mengawal demokrasi, proses pemilu, pilpres (pemilihan presiden) jurdil (jujur dan adil)," ujar Khofifah. (rif)