Warta

Mbah Hasyim Jadikan Pesantren Berorientasi Kualitas

Senin, 13 Juni 2011 | 10:22 WIB

Jakarta, NU Online
Sosok Kiai Hasyim Asyari adalah magnet yang mampu menggiring masyarakat muslim bersemangat membangun peradaban melalui ilmu.Pada masa Kiai Hasyim Asyari, animo santri untuk belajar di Pondok Pesantren Tebuireng cukup tinggi.

"Jumlah santri waktu itu sekitar dua ribu orang. Namun sedikit sekali yang berhasil lulus madrasah, tak lebih dari 20-an santri setiap tahunnya." Kata Kiai Muchith Muzadi kepada Tim Riset LTN PBNU yang menemuinya dalam rangka menyambut Harlah NU Ke 85 di kediaman, Jember Jawa Timur, 13 Juni 2011.
<>
Muchith Muzadi remaja adalah bagian kecil gelombang santri yang menuju Tebuireng. Tak dipungkiri Tebuireng waktu itu telah menjadi pesantren rujukan setiap santri yang ingin menimba ilmu agama Islam dan hikmah.

Tebuireng memang mengutamakan kualitas, berbeda dengan kondisi dunia pendidikan kekinian yang mengejar kelulusan seratus persen. Menjadikan kualitas sebagai prioritas mendorong Tebuireng menawarkan sistem pembelajaran alternatif, di samping model klasikal yang tergolong modern.

"Di Tebuireng memang ada madrasah, tapi Kiai Hasyim tidak membatasi hanya dengan model pendidikan sistem klasikal. Banyak santri yang datang cuma ingin mengaji saja tanpa sekolah. Kiai Hasyim memperbolehkan. Ada juga santri yang datang hanya untuk sekolah, dan Kiai Hasyim juga mempersilahkan. Model santri lainnya  ada juga santri Tebuireng yang tidak mengaji dan tidak sekolah di madrasah, dan model yang ketiga ini pun tidak dilarang," cerita Kiai Muchith mengenang masa remajanya di bawah asuhan Kiai Hasyim Asyari.

Kiai Muchith Muzadi selanjutnya menceritakan di samping prinsip keteladanan yang dikembangkan, Kiai Hasyim Asyari juga memberikan nasehat langsung kepada santri yang dilakukan setiap akhir tahun pengajaran.

"Kiai Hasyim biasanya mengumpulkan santri di hari terakhir, menjelang liburan, tepatnya tanggal 15 Sya'ban. Para santri kumpul di bawah, sedangkan beliau di madrasah tingkat atas dan berpidato dari situ. Nasehat biasa," paparnya.

Ketika menceritakan masa terakhir nyantri di Tebuireng, Kiai Muchith menegaskan tidak mendapatkan nasehat khusus dari Mbah Hasyim Asyari.

"Saya malah dapat pertanyaan unik, ‘kok kecil-kecil sudah lulus?’ Sebelumnya ada kejadian tiba-tiba saya dipanggil Mbah Hasyim untuk menulis ulang sebuah catatan beliau tentang masalah fikih faktual. Pada catatan tersebut beliau mengutip ayat al Quran. Setelah saya tulis di kamar langsung saya kembalikan ke Mbah Hasyim. Kata beliau: ya sudah. Respon beliau itu melegakan dan bagi saya terasa lulus munaqasah," kenang Kiai Muchith Muzadi.

Penulis: Emha Nabil Haroen
Sumber: Tim Riset LTN PBNU


Terkait