Warta

NU Mesir Bedah 10 Kitab Karya Hadratus Syeikh KH Hasyim Asy’ari

Jumat, 5 September 2008 | 02:23 WIB

Kairo, NU Online
Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCI NU) Mesir akan membedah dan mengkaji 10 kitab karya Pendiri NU, Hadratus Syeikh KH Hasyim Asy’ari. Tujuannya, “pembacaan kritis terkini” terhadap seluruh seluruh karyanya.

10 kitab yang akan dikaji itu, antara lain, al-Tibyân fi al-Nahyi ‘an Muqâtha’at al-Arhâm wa al-Ikhwân, al-Tanbihât al-Wajibât, al-Nûr al-Mubîn fi Mahabat Sayid al-Mursalîn, Dhau` al-Mishbâh fîma Yata’alqu bi al-Nikâh dan Ziyadâd al-Ta’liqât.<>

Selain itu juga terdapat kitab Miftâh al-Falâh, Awdhah al-Bayân fîma Yata’alaqu bi Wadhâif Ramadhân, Irsyâd al-Mu`minîn, Adab al-‘Alim wa al-Muta’alim dan Risâlah Ahl Sunnah.

Kegiatan tersebut akan digelar di Sekretariat PCI NU Mesir, di Kairo, pada Rabu (10/9) mendatang. Narasumbernya, antara lain, Romli Sarqawi (Alumnus Pesantren Tebuireng dan Pakar Pemikiran KH Hasyim Asyari), Irwan Masduqi (Koordinator Lakpesdam NU Mesir) dan Faiq Ihsan Anshori (Mizan Study Club).

Ketua PCI NU Mesir, Muhlashon Jalaluddin, mengatakan, Risalah Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah dan Adab al-‘Alim wa al-Muta’alim merupakan karya KH Hasyim Asy’ari yang umumnya dikaji di pesantren-pesantren. Namun, kajian tersebut kurang memadai lantaran hanya kajian “kilatan”.

“Kajian tersebut umumnya bersifat tradisional dan acapkali mengabaikan historisitas pemikiran KH Hasyim Asy’ari,” ujar Muhlashon di Kairo melalui siaran pers yang diterima NU Online, Kamis (4/9).

Ia menambahkan, kajian akan dibantu sejumlah metode yang dikembangkan para pemikir Arab-Islam terkini. Di antaranya pemikiran Muhammed Arkoun, Husain Muruwah, Mahmud Ismail, Khalil Abd al-Karim, Abed al-Jabiri, Hasan Hanafi, Adonis dan Nashr Hamid Abu Zaid.

“Misal, dari Muhammed Arkoun, kita dapat menggunakan pendekatan antropologisnya yang konon juga konsentrasi pada aspek mitologi. Pendekatan ini mungkin akan berguna jika diterapkan menganilisis pergulatan realitas dengan mitos, takhayul, bid’ah dan khurafat,” jelasnya.

Bisa juga digunakan teori dialektika-materialisme-historis yang dikembangkan Husain Muruwah, Khalil Abd al-Karim dan Mahmud Ismail. “Guna menguak historisitas karya-karya KH Hasyim Asy’ari,” imbuhnya.

Kajian itu, ujar Muhlashon, bukan bermaksud tidak menghormati KH Hasyim Asy’ari, melainkan sebagai upaya mereaktualisasikan pemikirannya dalam konteks kekinian. Kajian juga bertujuan mengkorelasikan pemikiran KH Hasyim Asy’ari dengan perkembangan pemikiran kontemporer Arab.

“Universitas Al-Azhar, misalnya, tengah mengampanyekan upaya pendekatan Sunni-Syiah dan komparasi empat mazhab dengan mazhab Syiah serta Dhahiriyyah. Namun, di sisi lain, KH Hasyim Asy’ari mewajibkan taqlid hanya kepada empat mazhab,” papar Muhlashon. (rif)


Terkait