Warta

Pancasila Hilang Sejak Reformasi

Senin, 4 Juni 2007 | 08:27 WIB

Malang, NU Online
Pancasila sebagai ideologi pemersatu bangsa Indonesia yang beraneka ragam telah hilang dari pembicaraan para pejabat pemerintahan dan kaum cendekiawan. Bahkan dalam praktik kehidupan berbangsa Pancasila telah tiada lagi, terutama sejak reformasi bergulir.

Demikian menurut budayawan Agus Sunyoto dalam renungannya memperingati hari lahir Pancasila 1 Juni. ”Setelah reformasi seluruh sistem politik telah dibaratkan semua,” katanya dihubungi NU Online di Malang, Senin (4/6).

<>

Bangsa Indonesia pernah direpotkan oleh perbedaan ras dan suku. Sementara saat itu bangsa barat masih tenggelam di alam rasisme yang kejam. Kehadiran Pancasila bisa mewadahi berbagai perbedaan, entah agama, budaya, bahasa dan bahkan ideologi, sehingga bangsa Indonesia mampu mengkelola kepentingan dengan sangat canggih.

”Tetapi Ideologi Pancasila itu saat ini telah sirna, tidak hanya sirna dari mulut para pejabat, termasuk bekas pejabat orde baru, juga tidak akrab dalam wacana kaum cendekiawan kita. Setelah reformasi seluruh sistem politik telah di-Amerika-kan oleh kader-kader Amerika,” kata Agus Sunyoto.
 
Bahkan, menurut Agus Sunyoto, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) juga telah bubar ketika para kader Amerika mengeluarkan kebijakan otonomi daerah yang berhasil memporak-porandakan kekuatan bangsa ini akibat konflik elite dan konflik etnis.

”Dengan tidak adanya Pancasila itu pula banyak daerah otonom mendirikan pemerintahan berdasarkan syariat Islam, ini dengan sendirinya bertentangan dengan Pancasila,” katanya.

Lebih celaka lagi, menurut penulis novel Syekh Siti Jenar itu, kebijakan tersebut mendapat reaksi balik dari kalangan Kristen sehingga mereka membuat daerah Omabon, Poso dan terakhir Manokwari menjadi daerah Injil atau daerah Kristen yang akan mebatasi aktivitas agama lain termasuk Islam.

Karena itu menurut Agus yang mantan Ketua Ansor Jawa Timur itu menyarankan organisasi Nahdlatul Ulama (NU) yang menegaskan bahwa NKRI berdasarkan Pancasila sebagai bentuk final itu agar terus memperjuangkan kelestarian Pancasila justeru di saat Pancasila sedang mengalami krisis.

”Di sinilah tugas NU untuk bangsa ini, kalau NU tidak segera bertindak, Pancasila dan NKRI akan lenyap baik karena fundamentalisme agama maupun oleh liberalisme politik,” katanya.

Agus memperingatkan, NU menerima Pancasila bukan karena paksaan, karena NU sejak awal ikut andil membidani lahirnya Pancasila. Jadi Pancasila dianggap bukan milik orang lain tetapi milik sendiri yang harus dipertahankan. NU adalah lembaga yang pertama kali menetapkan Pancasila sebagai asasnya yakni 1983 jauh sebelum ada keputusan pemerintah pada tahun 1985 menetapkan Pancasila sebagai asas organisasi sosial dan Politik.

“Karena NU melihat Pancasila milik semua warga negara karena itu menolak ketika Pancasila dijadikan monopoli Pemerintah yakni ketika dijadikan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) yang ditatarkan kepada semua kalangan, sesuai dengan versi Pemerintah,” katanya.

Menurut NU, kata Agus Sunyoto, Pancasila tidak boleh dimonopoli, tetapi bisa dikembangkan oleh semua warga negara.(mdz)


Terkait