Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menegaskan, konsep pemerintahan Islam (Khilafah Islamiyah) tidak pernah jelas bagaimana bentuk dan mekanisme pendiriannya. Kejelasan konsep tersebut hanyalah selalu mengganggu dan mempersoalkan keabsahan sebuah negara yang merdeka dan berdaulat.
“Kalau seperti itu (ketidakjelasan konsep Khilafah Islamiyah, Red), saya sama sekali tidak heran. Karena demikianlah yang dilakukan di Eropa sehingga negara yang ditempati marah karena filosofi dan konstitusi negara setempat dipersoalkan,” ujar Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi kepada wartawan di Kantor PBNU, Jalan Kramat Raya, Jakarta (13/8)<>
Hasyim menjelaskan, hingga saat ini tidak ada satu pun negara di dunia yang menerapkan sistem kenegaraan dan sistem pemerintahan berdasarkan agama Islam. Bahkan, di negara-negara berpenduduk sebagian besar Muslim sekalipun, sangat beragam bentuk negara dan sistem pemerintahannya.
“Di Timur Tengah pun tidak ada negara yang berdasar khilafah, yang ada kerajaan, seperti Saudi Arabia, Yordania, atau Republik Islam, seperti Iran, Syria, Mesir dan Uni Emirat Arab atau negara-negara Teluk. Sehingga, di Timteng sendiri, Hizbut Tahrir menjadi persoalan, juga di Australia,” terang Hasyim.
Dengan demikian, menurut Presiden World Conference on Religions for Peace itu, keberadaan Hizbut Tahrir Indonesia di negeri ini harus diwaspadai. Pasalnya, kelompok tersebut pasti akan melakukan hal serupa seperti yang dilakukan pada negara-negara lain, yakni mempersoalkan sistem Republik Proklamasi Indonesia.
Dalam kesempatan itu, Hasyim juga mempertanyakan sikap pemerintah sebagai penyelenggara negara yang tidak tegas terhadap gerakan tersebut. Padahal, katanya, ancaman bagi keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia sudah sangat jelas. Fundamentalisme dan liberalisme seolah-olah dibiarkan begitu saja.
“Ini semua (pembiaran terhadap fundamentalisme dan liberalisme, Red) mengakibatkan rontoknya kedaulatan politik, ekonomi, budaya, serta sikap kapitulasi terhadap bangsa asing di hampir segala bidang,” pungkas Hasyim yang juga Sekretaris Jenderal International Conference of Islamic Scholars. (rif)