Jakarta, NU Online
Dua nilai penting yang diajarkan melalui syariat ibadah puasa adalah pengendalian diri untuk tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang diperbolehkan di luar hari puasa seperti makan-minum dan bersabar dalam menjalankan perintah Allah SWT.
Dua hal itu ada dalam satu praktik hidup yang dalam dunia tasawuf disebut dengan zuhud. Demikian dalam Pengajian Ramadhan Online Kitab "Manahijul Imdad" karya ulama besar Nusantara, Syeikh Ihsan Jampes, yang disiarkan dari ruang redaksi NU Online, lantai V, gedung PBNU, Kramat Raya, Jakarta Pusat, Jum'at (28/9).
<>Pengajian kali ini membahas fasal tentang "Fadhilah Zuhud" yang dipandu oleh Ustadz Basyir Fadlullah, mewakili pengajar tetap pengajian online KH Arwani Faisal dari Lembaga Bahtsul Masail (LBM) PBNU yang sedang sakit. Pengajian disiarkan melalui akun pbnu_online@yahoo.com.
Syeikh Ihsan bin Dahlan dalam kitab "Manahijul Imdad" jilid I halaman 428 mendefinisikan zuhud sebagai kemampuan untuk meninggalkan sesuatu keinginan atau hasrat yang diperbolehkan tanpa harus mengharamkannya. Tingkatan ini tentunya lebih tinggi dari sekedar meninggalkan perbuatan yang dilarang oleh syariat.
Kaum muslimin, demikian menurut Ustadz Basyir Badlullah, digembleng atau lebih tepatnya dipaksa untuk melakukan zuhud pada saat menjalankan ibadah puasa selama sebulan penuh.
Syeikh Ihsan Jampes pada fasal sebelumnya tentang hakikat ibadah puasa menekankan bahwa umat Islam yang melalukan puasa tentunya sudah harus melalui satu fase penting dalam hidup yakni telah berhasil meninggalkan perbuatan yang dilarang. Nah puasa adalah perintah untuk meninggalkan perbuatan yang dibolehkan atau tepatnya mengendalikan diri dari perbuatan yang wajar, manusiawi dan memang dibolehkan.
Pada saat berpuasa, demikian juga pada saat seorang hamba sedang berzuhud, adalah saat batin bergolak antara melakukan atau tidak melakukan sesuatu, berperang dengan diri sendiri, antara melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Dikatakan bahwa diantara rukun Islam yang lima, puasa adalah ibadah yang paling menitikberatkan hubungan antara manusia denya dirinya sendiri, bukan dengan penciptanya, bukan pula dengan sesama manusia.
Aspek penting lainnya dalam ibadah puasa adalah kesabaran diri untuk melakukan perintah-perintah Allah SWT, dan pengendalian diri itu selalu terkait dengan kesabaran. Syikh Ihsan Jampes juga mendefinisikan zuhud sebagai kesabaran untuk menjalankan perintah-perintah Tuhannya, betapun beratnya.
Para peserta pengajian mengangkat perbincangan tentang zuhud ke dalam realitas keberagamaan umat Islam di Indonesia. Melirik sekejab betapa saat bulan Ramadhan tiba, terlebih menjelang hari lebaran, umat Islam di Indonesia malah bersibuk mengkonsumsi barang-barang kebutuhan yang sebelumnya tidak dibutuhkan.
Baiklah, banyak faktor yang menyebabkan tradisi hambur-hamburan ini turun-temurun di Indonesia, dan memang tidak perlu ada yang disalahkan. Hanya saja, perlulah bertanya apakah kita benar-benar berpuasa? Andaikan diadakan sertifikasi ibadah puasa, apakah kita termasuk yang lulus ujian?
Maka sedianya puasa diakrabkan definisinya dengan zuhud. Bahwa pengendalian diri dan sabar yang dimaksud tidak sekedar behubungan dengan makan-minum atau bersenggama suami-istri, tapi lebih hebat dari itu, mengendalikan diri dari dan sabar dari semua keinginan atau hasrat, agar manusia mampu menguasai dirinya sendiri; menguasai keinginannya sendiri.(nam)