Warta PENGAJIAN ONLINE RAMADHAN

Tak Perlu Risau dengan Bilangan Rakaat Shalat Tarawih

Selasa, 18 September 2007 | 17:54 WIB

Jakarta, NU Online
Umat Islam di Indonesia, khususnya warga Nahdlatul Ulama (Nahdliyyin) tidak perlu merasa risau dengan berbagai perbedaan pendapat atau persoalan khilafiyah, apalagi jika perbedaan tersebut hanya berkenaan dengan persoalan yang tidak terlalu krusial seperti jumlah rakaat shalat tarawih.

Demikian disampaikan KH Arwani Faisal dalam Pengajian Online Ramadhan kitab "Manahijul Imdad" karya ulama besar Nusantara Syeikh Ihsan Jampes di ruang redaksi NU Online, lantai V Gedung PBNU, Jalan Kramat Raya 164 Jakarta Pusat, Selasa (18/9). Pengajian dapat diikuti melalui akun pbnu_online@yahoo.com pada setiap Jum’at dan Selasa Pukul 16.00-17.30 selama Ramadhan 1428 H.

<>

Soal khilafiyah itu disampaikan Kiai Arwani menyusul pertanyaan peserta pengajian online dari Riyadh dan Jakarta mengenai tatacara shalat tarawih warga Nahdliyyin jika berada dalam komunitas masyarakat yang menjalankan shalat tarawih hanya 8 rakaat.

Dikatakan, warga nahdliyyin diperkenankan menyempurnakan shalat tharawih di rumah masing-masing menjadi 20 rakaat, dan tidak perlu menutup dengan shalat witir lagi.

"Bahwa shalat witir sebagai penutup shalat malam atau qiyamul lail itu bukan harga mati. Karena misalnya kita di Indonesia selesai menjalankan shalat tarawih 20 rakaat dan witir 3 rakaat paling lambat pukul 21.00, nah setelah itu kan malam masih panjang. Padahal waktu afdhal atau paling utama untuk melakukan qiyamul lail adalah pada sepertiga malam yang terakhir," kata Kiai Arwani.

Ditegaskan wakil ketua Lembaga Bahtsul Masail (LBM) PBNU itu, bahwa aspek penting dalam shalat tarawih dan witir adalah persaudaraan sesama umat Islam yang tinggal dalam satu komunitas masyarakat. "Kita tidak perlu terus berdebat tentang bilangan shalat tarawih. Kita jalankan saja yang kita yakini paling kuat dasarnya," katanya.(nam)