Keberhasilan Ponpes Al Ittifaq di Desa Alamendah, Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bandung, Jawa Barat dalam memberdayakan koperasi pesantren menulai kekaguman dari perwakilan Rabobank Foundation Belanda yang berkunjung pada Sabtu (21/7).
Rasa kekaguman tersebut diungkapkan kepada Ketua PBNU Ir. Mustofa Zuhad Mughni yang bersama-sama mengunjungi pesantren tersebut dalam rangka kunjungan lapangan workshop Peningkatan Kesejahtaraan warga NU melalui Lembaga Keuangan Mikro dan Koperasi.<>
Yang menjadi kekaguman Frank Bakx, wakil dari Rabobank Foundation, yayasan yang mengelola koperasi di Belanda, adalah kemampuan masyarakat dalam melakukan swadaya dilingkungan koperasi.
”Santri dan penduduk yang menjadi anggota koperasi secara aktif mampu berswadaya, membayar iuran wajib, iuran pokok sampai dengan iuran sukarela secara baik,” tuturnya Senin (23/7).
Masalah pemberdayaan koperasi dan iurannya selama ini masih menjadi persoalan umum bagi koperasi di Indonesia. Banyak koperasi tak jalan karena tiada dana yang mencukupi dan pengelolaan yang memadai.
”Pesantren dan masyarakat benar-benar menyatu karena sebagian penduduk merupakan alumni pesantren. Jalan-jalan desa juga mulus karena diperbaiki oleh koperasi pesantren,” paparnya.
Saat ini, Ponpes yang dipimpin oleh KH Fuad Affandi ini telah berhasil memproduksi sayuran sekitar 3.5 ton per hari yang disalurkan untuk pasar swalayan besar di Jakarta, yaitu Hero, Makro, dan Giant. Untuk wilayah Bandung, seluruh pasar swalayan menjadi langganannya, seperti Yogya, Matahari, dan Superindo.
Kapasitas produksi tersebut diperoleh dari lahan pesantren sebanyak satu ton dan sisanya dari lahan 400 warga sekitar dengan produk terdiri dari 26 sayur dan buah seperti tomat, wortel, bawang daun, dan selada.
Cak Mus menjelaskan bahwa sebelum berkembangnya koperasi pesantren, lahan pertanian di sekitar pesantren tersebut banyak yang dikuasai oleh etnis tertentu yang datang dari kota dan menyewa lahan-lahan tersebut. Namun, adanya koperasi tersebut telah membuat petani menjadi mandiri. “Saat ini tak ada lahan yang disewakan atau dikelola oleh orang luar, semuanaya ditanami sendiri,” paparnya.
Jika tidak punya uang, para santri juga digratiskan. Namun mereka harus turut bekerja dilahan pertanian atau peternakan yang dimiliki pesantren sedangkan waktu belajar mereka di pagi hari dan di malam hari. Secara total terdapat sekitar 300 santri yang belajar di pesantren yang didirikan pada tahun 1934 ini.
Ponpes Al-Ittifaq didirikan oleh KH Mansyur dengan pendekatan yang cukup konservatif. Para santri dilarang mengenal pejabat pemerintah. Media massa, seperti radio dan televisi, dianggap haram. Fuad sendiri hanya bersekolah sampai kelas empat setara sekolah dasar dan tidak berijazah. Tekat bahwa santri dan masyarakat sekitar harus maju membuat Fuad yang merupakan generasi ketiga merubah pemahaman tersebut.
Al-Ittifaq mulai menyalurkan sayur dan buah ke pasar swalayan besar sejak tahun 1993 setelah sebelumnya mengalami berbagai kesulitan. Sebelumnya Fuad belum mengenal istilah grading (pengelompokan) atau wrapping (pengepakan). Untungnya saat itu terdapat Suryadharma Ali, kini Menteri Negara Urusan Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, yang ketika itu manajer di Hero, yang mengirimkan ahlinya untuk mendidik santri Al-Ittifaq bagaimana caranya mengelola produk pertanian secara baik. Program ini diselenggarakan selama tiga bulan dengan biaya dan peralatan yang ditanggung Hero.
Saat ini beberapa perguruan tinggi seperti Universitas Padjadjaran dan Institut Pertanian Bogor telah mengadakan kerja sama di bidang teknologi, penelitian. Tak terhitung lembaga yang mengadakan studi banding. Lebih dari 10 menteri juga telah berkunjung ke pesantren ini.
Untuk memanfaatkan limbah sayur yang tak layak dijual, pesantren juga mengembangkan peternakan. Grade pertama dari hasil sayuran dijual untuk supermarket, grade kedua dijual diperumahan dan grade ketiga untuk dikonsumsi sendiri dan baru yang keempat untuk pakan ternak.
Cak Mus juga menuturkan bahwa Peserta workshop dari Ponpes Sidogiri Pasuruan yang saat ini juga telah berhasil mengembangkan koperasi dan BMT juga merasa kagum terhadap pengelolaan ponpes di Al Ittifaq. “Kita berharap konsep ini bisa dikembangkan di pesantren-pesantren milik NU,” paparnya. (mkf)