Warta

Soal Kartun Nabi Muhammad, Seniman Harus Hargai Nilai-Nilai Agama

Selasa, 18 Oktober 2005 | 14:23 WIB

Jakarta, NU Online
Rekaan wajah Nabi Muhammad SAW yang digambar di harian Jyllands-Posten yang merupakan koran dengan oplah terbesar di Jermah dinilai telah menghina umat Islam. Dalam ajaran Islam, wajah Rasulullah tidak boleh digambar, apalagi dengan wujud yang dianggap menghina seperti memakai surban dari peledak berbentuk bola hitam bersumbu.

Dengan alasan kebebasan untuk berekspresi, mereka merasa berhak untuk berbuat apa saja, meskipun hal tersebut dianggap menghina fihak lainnya. “Kebebasan bukan berarti menindas orang lain. Dalam wilayah agama atatu spiritual, seniman juga harus menghormati keyakinan fihak lain,” tandas Sekretaris Lembaga Seni dan Budaya NU (Lesbumi) Dienaldo kepada NU Online, Selasa.

<>

Penggambaran Nabi Muhammad yang dianggap sebagai pembunuh atau teroris seperti itu tentu saja sangat mendiskreditkan ummat Islam. Sebuah foto atau kartun tak dapat dinilai an sich seperti itu saja karena didalamnya mengandung nilai-nilai tertentu.

Dienaldo menjelaskan bahwa jika seorang seniman ingin menggambarkan tokoh agama tertentu seperti Yesus atau lainnya, mereka harus tahu siapa Yesus tersebut agar tidak menimbulkan kesalahan interpretasi yang mengakibatkan ketersinggungan fihak lain. Demikian juga dengan Nabi Muhammad, mereka juga harus tahu kedudukan Muhammad dalam Islam.

Ia menilai bahwa kesalahan yang dibuat pada nabi yang dijunjung tinggi oleh umat Islam tersebut bisa juga terjadi karena kurang informasi tetapi bisa juga ada pesanan dari fihak lain sehingga membuat umat Islam menjadi marah. “Di masyarakat non Islam, memang seperti itu. Islam memang sedang dipojokkan sebagai terorisme, dan tidak yang membela,” imbuhnya.

Dunia Barat memang menggunakan standar ganda dalam hubungannya dengan dunia Islam. Jika ada orang non Islam terbunuh oleh bom, mereka bereaksi luar biasa. Namun saat Afganistan atau Irak diinvasi, tak banyak yang membela.

“Perspektif Barat tentang Islam keliru sama sekali. Islam dianggap mengancam peradaban Barat. Islam selalu dilihat sebagai musuh, bukan sebagai teman dan alternatif kehidupan kebudayaan Barat yang monoton,” katanya.

Masyarakat Indonesia harus protes dengan keadaan ini, tetapi harus melalui cara-cara yang elegan misalnya mengajukan protes melalui KBRI terhadap duta besar Denmark yang ada di sini. “Ini menyinggung perasaan umat Islam terdalam selain meminta maaf, atau lebih dari itu mereka harus dihukum, saya tidak tahu hukum disana bagaimana dan kalau tidak ada harus dibuat supaya masyarakat tidak diadu domba terus menerus” tuturnya.(mkf)


Terkait