Ditemukannya kitab Tafsir al Jilani akan menambah khazanah keislaman Indonesia yang berciri khas multikultural. Dalam menafsirkan aya-ayat, Syekh Abdul Qodir al Jilani, sang penulis kitab, tidak mudah terjebak pada kategori kelompok-keloampok agama dan etnis.
Dalam surat al-Fatihah misalnya, Syekh Abdul Qodir menafsirkan ayat ghoiril maghdlubi ‘alaihim waladlollim memaknai dengan orang-orang yang ragu dan berpaling dari jalan yang benar, serta orang-orang yang tertipu materi dunia dan syetan.r />
Demikian diungkapkan Ketua Pengurus Pusat Lembaga Takmir Masjid NU (PP LTM UN), KH Abdul Manan, tadi malam (27/10).
“Umumnya, para ahli tafsir memaknai ayat ghoiril maghdlubi ‘alaihim waladlollim dengan kaum Yahudi dan Nashrani. Dengan alasan inilah saya mengatakan bahwa Syekh Abdul Qodir tidak mudah terjebak pada kategori kelompok agama dan etnis.
"Tafsir ini relevan dengan kebhinekaan negeri ini. Kelebihan lain Tafsir al Jilani adalah memiliki bahasa yang indah, terutama di pendahuluan surat,” jelas Kang Manan, demikian KH Abdul Manan biasa dipanggil.
Berkaitan dengan kunjungan cucu Syekh Abdul Qodir al Jilani ke PBNU beberapa waktu lalu, Kang Manan mengatakan bahwa kehadiran Syekh Muhammad Fadlil itu penting, karena di Indonesia pengikutnya banyak. “Beliau menyatakan senang datang ke PBNU dan memberikan ijazah awrod dan sholawat Syekh Abdul Qodir pada 300 orang,” ujarnya.
Syekh Abdul Qodir al Jilani, terkenal sebagai seorang sufi besar. Ajaran sufistiknya terkenal dengan thoriqoh Qodiriyah. Di Indonesia, thoriqoh ini memiliki banyak pengikut. Oleh ulama Nusantara, Syekh Khatib Sambas, Qodiriyah digabungkan dengan thoriqoh Naqsabandiyah, dengan nama thoriqoh Qodiriyah wan naqsabandiyah.
Nahdlatul Ulama menaungi kedua aliran thoriqoh ini dalam Idaroh Aliyah Jam’iyah Ahlith Thariqah Al-Mu’tabarah An-Nahdliyah. Saat ini, badan otonom tersebut dipimpim Habib Muhammad Luthfi bin Yahya. (hmz)