Wawancara

Islam Nusantara akan Mampu Mendamaikan Dunia

Sabtu, 30 Januari 2016 | 09:01 WIB

Islam Nusantara akan Mampu Mendamaikan Dunia

Foto: Prof Dr Abdul Karim

Islam Nusantara yang diusung dinilai relevan terhadap kondisi paham keislaman global yang cenderung radikal, terutama konflik dan ketegangan antar sesama negara atau aliran-aliran Islam di wilayah Timur Tengah. Berikut petikan wawancara Kontributor NU Online Yogyakarta, Ahmad Suhendra dengan Guru Besar Sejarah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta berdarah Bangladesh Prof Dr Abdul Karim di Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, Jumat (29/1/2016).

Saya pernah melihat karya bapak tentang Islam Indonesia. Bagaiamana kaiatannya dengan Islam Nusantara yang diusung NU?

Saya mengusulkan Islam Nusantara sejak tahun 2003. Waktu rapat jurusan Sejarah Kebudayaan Islam (SKI). Saat itu usulan saya pun tidak diindahkan. Kemudian, pada 2005 dalam seminar terbatas yang diadakan Pusat Studi Islam UII. Saat itu, saya mengusulkan agar ada lembaga yang menangani tentang keislaman di Indonesia. Itu secara aklamasi disetujui oleh pihak UII. Hasilnya di sana ada mata kuliah wajib lokal Islam Nusantara. 

Tanggal 13 Desember 2011 dalam rapat sarasehan para sepuh NU se-Jawa di Sarang Jawa Tengah, saya dijemput dari Yogyakarta. Saya datang habis ashar bersama Buya KH Hasyim Muzadi, Prof Zamakhsari Dzofir dan Prof Abdul Jamil. Dalam satu sesi itu saya usulkan kembali (Islam Nusantara) dan semua menyambutnya dengan tepuk tangan. Hasil sarasehan ini mulai berpengaruhnya pada tahun berikutnya. STAINU Jakarta mulai membuka S-2 Islam Nusantara.

Bagaimana penilaian bapak tentang Islam Nusantara?

Saya sangat mendukung Islam Nusantara. Alasannya, Indonesia sebagai negara besar, baik dari segi kuantitas maupun kualitas umat Islam. Di sisi lain, ada hal-hal yang terjadi di Indonesia, belum tentu terjadi di negara lainnya.

Tahun 2011, saya pergi ke tanah leluhur di Bangladesh. Ada yang bertanya kepada saya: mengapa jamaah haji paling rapih dan paling sopan? Saya jawab, berbagai faktor. Selain Islam masuk ke Indonesia dengan damai. Di sisi lain, angin di Bangladesh, India, Pakistan dan negara lainnya bertiup dari selatan ke utara. Kalau di Indonesia, memiliki arah angin delapan. Angin yang berhembus itu saling berbenturahn, akhirnya mencair. Itu mempengaruhi watak manusia secara geografis.

Sebab itu, perlu dipelajari perkembangan Islam di Indonesia. Banyak hal kesilaman yang belum terungkap di Nusantara. Itu saya ucapkan dalam kongres Ulama di Sarang. 

Apakah Islam Nusantara ini bisa menjadi jawaban atas tindakan-tindakan radikalisme? 

Dalam konteks perdamaian dunia, bisa dikatakan Islam di Indonesia yang memimpin. Karena Islam di Indonesia tidak memiliki musuh. Indonesia bisa bekerja sama dengan semua negara. Bahkan, Indonesia bisa menjadi juru damai antara negara yang berseteru.

Kekerasan dalam Islam itu tidak didukung sama sekali. Apalagi Islam di Indonesia tidak mengenal itu secara historis. Indonesia adalah satu negara yang dinilai dunia internasional sangat damai. Islam tidak mengajarkan kekerasan. Tetapi mereka yang melakukan kekerasan mungkin memahami al-Qur’an secara literlek (tekstual, red).


Terkait