Wawancara

Lahirkan Upaya Kongkrit Dorong Perdamaian

Selasa, 5 Oktober 2010 | 05:01 WIB

Perdamaian yang dicita-citakan oleh umat manusia selalu mendapat hambatan dari para ekstrimis dan mereka yang menginginkan tidak adanya perdamaian, namun demikian, upaya ini tidak boleh lelah harus terus diupayakan.

Nahdlatul Ulama selama ini telah terus menggelorakan kampanye perdamaian dengan berbagai cara, pada tanggal 15-17 Oktober mendatang, bersama dengan Global Peace Festival akan menggelar global peace festival di Jakarta, dengan berbagai ragam acara. Mukafi Niam dari NU Online melakukan wawancara dengan H Slamet Effendy Yusuf, yang menjadi ketua panitia acara ini untuk mengetahui lebih lanjut penyelenggaraanya.gt;

Apa itu Global Peace Festival?

Ini adalah sebuah LSM yang ada di Amerika yang mempromosikan tentang hidup damai diantara umat manusia yang berbeda-beda latar belakang, terus mengajak kita bekerjasama. Sebagaimana kita ketahui NU adalah organisasi yang mengedepankan toleransi, sikap moderat, tentu saja damai, karena itu kita mencanangkan Islam rahmatan lil alamiin.

Dengan demikian cocoklah kerjasama itu, kerjasama ini kita lakukan dalam berbagai bentuk. Kita sudah melakukan berbagai kegiatan yang sudah memiliki social impact yang terkait dengan kemiskinan, lebih khusus lagi kemiskinan yang diderita anak-anak kita. Kedua, kita melakukan gerakan pengumpulan dana yang nanti akan diberikan pada program penanganankemiskinan, jadi ada soal pendidikan, ketidakberdayaan, dan sebagainya.

Kita juga akan melakukan international conference dengan tema One Family under God. Ini tema besarnya dan penyelenggaranya adalah berbagai fihak dengan tujuan untuk persatuan dan perdamaian. Lalu pada 17 Oktober, kita akan melakukan international conference dan puncaknya di Gelora Bung Karno, banyak mahasiswa akan hadir, umat beragama juga akan hadir, baik dari kalangan NU maupun yang bukan NU, yang disitu kita gelorakan semangat perdamaian dalam bentuk festival.

Disitu akan ditampilkan karya-karya seni budaya, termasuk tarian, nyanyi-nyanyi, ya namanya festival. Kita ingin menggelorakan, jika berdamai dan bersatu, orang gembira. Kita ini bersedih, selalu makan hati karena bercerai terus, bertempur sesama kita.

Upaya penggalangan perdamaian sudah dilakukan banyak fihak, apa bedanya dengan Global Peace?


Kalau yang dahulu lebih banyak melakukan dialog, saling berbicara atau bertukar fikiran tentang ide dan gagasan. Kita akan melakukan secara kongkrit. Ini mengapa kami melakukan berbagai kegiatan yang memiliki social impact. Kita juga akan mengumpulkan dana, yang dikumpulkan dari masyarakat pada umumnya. Bukan hanya dari lingkungan NU, tetapi dananya akan dikelola NU untuk menghilangkan kemiskinan, memberikan perhatian pada anak-anak miskin.

Kita mencatat banyak sekali, jutaan anak-anak hidup dalam keluarga miskin. Lebih dari 31 juta anak-anak itu hidup dalam keluarga yang miskin, kemudian ada 300 ribuan anak-anak jalanan. Saya juga menemukan data lain yang menunjukkan orang tidak berdaya untuk menaikkan kelas sosial mereka dari lower class ke kelas yang lebih atas karena mereka tidak mampu mendidik anaknya.

Jadi NU hendak menafsirkan yarfaillahulladhina mingkum walladhiina uutul ilma darajah. Disebut yarfaillah itu Allah akan mengangkat derajat itu bukan semata-mata berkah ruhaniah. Dalam perspektif Allah orang yang berilmu itu lebih tinggi derajatnya, tapi juga dalam perspektif struktural.

Masyarakat yang tadinya berada dalam struktur yang paling bawah yang dalam marxisme, tanpa kita menjadi marxis, bisa dinaikkan kelasnya bila mereka dididik. Dengan demikian, ada proses pemerdekaan dari struktur yang paling bawah melalui pendidikan dan nanti dana yang akan dikumpulkan oleh pesta ini akan bertindaklanjut, karena ini adalah awal saja untuk memperoleh trust dari berbagai kelompok kepada NU, karena itu nantinya, kelak, aksi-aksi seperti apa yang akan dilakukan NU untuk mengentaskan si miskin dalam bidang pendidikan ini harus jelas juga, supaya ada trust yang diberikan masyarakat berlipat, ada dana lain yang tidak mengalir ke NU menjadi mengalir apabila ini kita lakukan dengan baik.

Sudah banyak sekali upaya yang dilakukan, disisi lain, kekerasan dan terorisme terus berjalan?


Kalau pertanyaan begitu bisa dijawab, wong sudah banyak orang melakukan dialog perdamaian saja masih tidak damai, apalagi kalau tidak ada yang mengupayakan. Jadi kita tidak boleh lelah mengupayakan kebaikan supaya damai itu. Jadi sama saja dengan sudah ada agama sudah begini lama, masyarakat kok begini-begini saja. Jawabannya ada agama saja begini, gimana kalau ngak ada, bukan ya sudahlah, ngak perlu agama-agamaan.

Kita tidak boleh lelah untuk mengkampanyekan perdamaian, apalagi kita hidup dalam masyarakat yang penuh kontradiksi. Coba lihat saja, ketika sebuah pasukan dikirim ke suatu tempat di medan perang. Didalam pasukan itu, ada yang mengurusi kesehatan atau palang merah, red cross legion. Nanti kalau sudah peperangan dor..dor..dor… itu palang merah maju, ngangkuti tentara yang pada luka. Tentara sendiri maupun musuh, terus diobati. Iru bagaimana, dilukai terus diobati. Ini kan kontradiski. Karena itu kita tidak boleh lelah.

Orang dari berbagai negara, termasuk dari negera besar membuat konferensi tentang perdamaian, pada saat yang sama industri persenjataan terus di tingkatkan, termasuk ada penelitian bagaimana membuat senjata yang paling banyak membunuh manusia. Mislanya bom cluster, satu bom, punya sebaran banyak, kayak mercon, nanti sebarannya bisa menyebar lagi. Jadi satu bom bisa membunuh banyak orang. Orang sibuk membuat bom, tapi disisi lain sibuk menggelar perdamaian. Ini di negara yang sama.

Jadi kehidupan ini kehidupan yang penuh kontradiksi, jadi kita mengambil sisi perdamaian, kita terus memperjuangkan moderasi, tawassuth, tawazun, toleransi dan lainnya. Bahwa di lingkungan manusia ada yang mengambil sikap konfrontatif, itulah manusia.

Festival ini kan baru awal, butuh tindak lanjut?


Lha orang kan masuk rame-rame, mereka tiketnya power of rupiah itu. Itu nanti akan terkumpul uang banyak banget. Itu nanti akan menjadi modal kegiatan kongkrit yang berlanjut. Kalau festival mengumpulkan banyak orang itu untuk menyatukan jiwa saja. Menyatukan komitmen bahwa kita sedang bergerak menuju yang namanya perdamaian. Makanya kita pakai istilah one family under god. Jadi pesta ini hanya satu jalan saja untuk mengumpulkan “modal”, menyatukan komitmen bagi upaya kongkrit seperti yang saya katakan tadi. Ikut menangani masalah pendidikan, khususnya di keluarga miskin. Karena kalau kita bicara kemiskinan, NU merupakan salah satu subyek yang ikut berjuang keluar dari kemiskinan, yang dalam istilah Kang Said itu kita termasuk dalam kelompok mustadafien, yang dimarjinalkan, yang dilemahkan, dan itu hanya lewat pendidikan.

Jika komunitas miskin diberdayakan, kondisi damai semakin optimis?

Ya, setidaknya akan melakukan reduksi terhadap kelompok yang justru mencanangkan, yang baunya kurang damai, bahkan sering menggunakan metode kekerasan. Kita itu menolak cara-cara kekerasan, jadi setidak-tidaknya kalau kita terus-menerus mencanangkan perdamaian, maka bisa melakukan reduksi terhadap kelompok lain yang menggunakan kekerasan untuk mencapai maksudnya. Yaitu orang yang dilingkungan NU kita sebut melakukan tatarruf, mendekati sesuatu secara ekstrim, para fundamentalis. Para fundamentalis ini bukan hanya di kelompok Islam, ada di semua agama. Kristen, katolik, Hindu, Budha. Itu semuanya ada. Dan kita tidak setuju dengan fundamentalisme seperti itu.

Terus terang saja, NU ingin berdialog dengan kelompok seperti itu, dengan tema perdamaian sama moderasi. NU memang tidak berbeda dengan kelompok lain, kalau ada yang keras kita isolasi. Tetapi mereka juga harus diajak dialog, jangan sampai dimusuhi rame-rame, tetapi kita harus ajak mereka ke mainstream Islam yang dipahami oleh NU sebagai rahmatan lil alamiin tadi.

Seringkali dialog itu hanya melibatkan orang-orang yang sudah memiliki pemahaman yang sama, tapi kelompok kecil dan radikal tidak diajak.

Persis, terus terang ada kelompok moderat yang sepertinya malah itu dijadikan modal untuk positioning, kalau ada kelompok radikal, terus ada proyek deradikalisasi, deekstrimisasi. Tidak boleh bersikap seperti itu, kalau mencintai agama dan Negara, jangan melakukan itu semua. Bahkan seringkali diciptakan accara untuk memancing kelompok radikal supaya bisa menggebuki mereka.

Misalnya gini, yang terakhir ini, untuk apa pameran film tentang homoseksual yang dibiayai besar-besaran. Bukan apa-apa, akibatnya kelompok yang seolah-olah sengaja dipanjing untuk bereaksi, kemudian digebuki rame-rame. Padahal untuk apa masyarakt di bikin seperti itu, kalau kita membuat acara pemutaran film, kenapa tidak mencari film artistik, sutradara besar, pemenang-pemenang festival film, kenapa harus film homoseksual, untuk apa. Kalau alasannya memberi penyadaran HIV, apa betul perlu dipertontonkan film homoseksual. Saya yakin bahwa kegiatan ini hanya untuk memancing kelompok garis keras bereaksi, terus digebuki bareng-bareng. Kasihan juga sebenarnya. (mkf)


Terkait